Isu Terkini

Tarif Parkir Mobil di Jakarta Diusulkan Naik Hingga Rp60 Ribu per Jam, Kenapa?

Dita — Asumsi.co

featured image
unsplash.com

Tarif parkir di wilayah DKI Jakarta diusulkan untuk naik oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada Selasa (22/6/2021). Kenaikan batas tarif tertinggi untuk mobil yakni dari Rp12.000 menjadi Rp60.000 per jam, sedangkan untuk motor dari Rp6.000 menjadi Rp18.000 per jam. Sejauh ini, pihak Dishub mengakui telah melakukan uji coba aturan baru ini di 3 lokasi, yaitu lapangan parkir Ikatan Restoran dan Taman Indonesia (IRTI) Monas, pelataran parkir Blok M Square, dan pelataran parkir Samsat Barat.

“Ada tambahan tempat uji coba insyaallah ini sedang berjalan: Plaza Interkon, Park and Ride Kalideres, Pasar Mayestik, ruas Jalan Mangga Besar, ruas Jalan Denpasar Raya, ruas Jalan Boulevard Raya,” kata Kasubag Tata Usaha Unit Pengelola (UP) Perparkiran Dishub DKI Jakarta Dhani Grahutama, dikutip dari Kompas.TV.

Ada dua golongan tempat parkir yang akan menjadi basis penetapan tarif. Golongan A ialah tempat parkir yang bersinggungan atau berdekatan dengan angkutan umum massal hingga 500 meter, kemudian golongan B ialah nonkoridor angkutan umum massal. Tarif maksimal untuk golongan A pada mobil yakni Rp60.000 per jam, sedangkan untuk golongan B yakni Rp40.000 per jam. Sementara untuk motor, tarif tertinggi untuk golongan A yakni Rp18.000 per jam dan golongan B yakni Rp.12.000 per jam.

Ada dua sebab usulan ini diajukan. Pertama, kenaikan ongkos parkir diharapkan dapat mengurangi kemacetan juga polusi udara. Kedua, untuk mendorong masyarakat agar beralih menggunakan angkutan umum.

Sebelumnya, besaran tarif parkir diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2017 berdasar pada zona tempat parkir di DKI Jakarta. Pada Pergub tersebut, tarif untuk kendaraan mobil Rp3.000-Rp12.000 per jam, dan sepeda motor Rp2.000-Rp6.000 per jam.

Kenaikan Tarif Dinilai Tidak Realistis

Muslich Zainal Asikin, pengamat transportasi sekaligus Ketua Majelis Profesi Pengurus Pusat MTI mengatakan usulan ini tidak realistis. Agar tarif parkir dapat menjadi pendapatan daerah, ia menyarankan Pemprov DKI Jakarta seharusnya menertibkan pungutan parkir saat ini. “Pungutan di masyarakat kan sudah cukup tinggi, di mana saja kita menempatkan mobil atau motor, sudah ada pungutan, tidak tahu apakah itu masuk ke pendapatan daerah atau tidak,” jelas Muslich saat dihubungi Asumsi.co melalui telepon, Rabu (23/6/2021).

Kenaikan tarif parkir tersebut dianggap memberatkan masyarakat yang saat ini sedang dalam kondisi sulit di tengah pandemi Covid-19. Membebankan ongkos parkir yang mahal pada pendapatan masyarakat yang rendah malah akan memberatkan masyarakat itu sendiri.

Baca juga: Pajak 0% Hingga Bunga 2,99%, Berapa Cicilan Mobil Baru Saat ini? | Asumsi

Muslich pun mengatakan, jika memang ingin mengurangi masalah kemacetan lalu lintas, maka Pemprov DKI Jakarta bisa langsung saja melarang parkir pada ruas-ruas jalan tertentu. “Supaya ongkos parkir masuk ke usaha beneran, supaya tidak menggunakan jalan dan jalannya tidak macet. Nah itu nanti yang seharusnya benar-benar diatur oleh pemda,” kata Muslich.

Selain melarang parkir, Muslich juga menyarankan agar pemprov memanfaatkan lahan kosong milik masyarakat untuk diatur menjadi tempat parkir sehingga kendaraan pribadi masyarakat tidak parkir di ruas-ruas jalan.

Masyarakat dikasih kesempatan menyewakan lahannya untuk parkir baik harian, bulanan, tahunan, bahkan semua orang yang mau beli mobil pun syaratnya harus punya lahan parkir sehingga masyarakat bisa menertibkan lahan parkir,” ujarnya.

Angkutan Umum Juga Perlu Ditertibkan

Usulan kenaikan tarif parkir ini juga berhubungan dengan pengunaan angkutan umum. Namun, menurut Muslich, apakah masyarakat mau dan bersedia naik angkutan umum tidak berkaitan dengan masalah parkir. Sebaliknya, masalahnya justru pada kesediaan dan tertibnya angkutan umum.

“Tidak ada hubungannya dengan parkir. Soal masyarakat naik angkutan umum dan tidak bukan masalah parkir melainkan kesediaan dan tertibnya angkutan umum,” jelasnya.

Baca juga: Anggota DPR Punya Pelat Nomor Khusus, Dikhawatirkan Picu Kecemburuan Sosial | Asumsi

Tidak hanya ketersediaan angkutan umum, namun, menurut Muslich, angkutan umum juga perlu ditertibkan seperti tidak diperbolehkan mengambil penumpang di pinggir jalan. Ia menyebut hal ini dapat mengganggu lalu lintas. Karena itulah pihak terkait bisa menyediakan tempat untuk pick up atau menurunkan dan mengambil penumpang agar lebih tertib.

“Tempat-tempat yang menjadi akses umum, pemda bikin pick up point agar tidak ganggu jalan, kalau antar-jemput, masuk ke sana (pick up point). Taksi ngambil penumpang ya tidak boleh di pinggir jalan, kalau jemput penumpangnya di mana, mssal hotel, maka pihak hotel harus menyediakan tempat untuk mengambil dan menurunkan penumpang, itu saya kira lebih cocok,” ujarnya.

Share: Tarif Parkir Mobil di Jakarta Diusulkan Naik Hingga Rp60 Ribu per Jam, Kenapa?