Perusahaan asal Singapura, Mitora Pte. Ltd menggugat perdata Yayasan Purna Bhakti Pertiwi dan lima anak Presiden Soeharto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka yang digugat adalah Siti Hardianti (Tutut Soeharto), Bambang Trihatmojo, Siti Hediati (Titiek Soeharto), Sigit Hardjojudanto, dan Siti Hutami (Mamiek Soeharto).
Adapun nilai gugatan tersebut mencapai Rp 584 miliar, dengan rincian Rp 84 miliar untuk membayar kewajiban dan Rp 500 miliar sebagai ganti kerugian immateriil.
Selain itu, dalam perkara bernomor 244/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL itu, Mitora juga melakukan gugatan kepada empat pihak lainnya. Mereka adalah Soehardjo Soebardi, Pengurus Museum Purna Bhakti Pertiwi, Kantor Pertanahan Jakarta Pusat, serta Kantor Pertanahan Jakarta Timur.
Situs resmi PN Jakarta Selatan menyebutkan bahwa penggugat menuntut sita jaminan pada sejumlah bidang tanah dan bangunan.
“Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar kewajiban Rp 84 miliar serta kerugian immateriil sebesar Rp 500 miliar,” demikian tuntutan terhadap anak-anak Soeharto itu.
Laman PN Jaksel juga menyebutkan bahwa sidang perdana sudah berlangsung pada 5 April 2021 lalu.
Dilansir dari laman resmi TMII, Museum Purna Bhakti Pertiwi berdiri atas gagasan Tien Soeharto. Museum tersebut berisi berbagai koleksi barang-barang keluarga Soeharto, termasuk cendera mata yang diperoleh dari para sahabat dan kenalannya selama menjabat sebagai Presiden RI.
Museum itu dibangun oleh Yayasan Purna Bhakti Pertiwi selama lima tahun dari 26 Desember 1987 sampai dengan 26 Desember 1992 di atas area seluas 19,73 hektare. Lalu, diresmikan pembukaannya pada 23 Agustus 1993 yang dipersembahkan kepada seluruh rakyat Indonesia oleh keluarga Bapak Soeharto.
Sedangkan Puri Jati Ayu adalah sebuah rumah dengan arsitektur Bali yang dibuat Tien Soeharto untuk suaminya, Soeharto.