Internasional

Sejarah Kelam di Balik Temuan Ratusan Jasad di Sekolah Tua Kanada

Irfan — Asumsi.co

featured image
Tangkapan Layar Youtube/DW

Kanada dikejutkan dengan temuan 215 sisa-sisa jasad anak yang terkubur di situs bekas sekolah Kamloops Indian Residential School, pekan lalu. Penemuan ini mengguncang publik Kanada, bukan hanya karena jumlahnya yang banyak, tetapi juga menggambarkan kekejaman yang pernah dialami oleh anak-anak masyarakat adat pada masa kolonial.


Mengutip USA Today, dari abad ke-19 hingga 1970-an, lebih dari 150.000 anak-anak kaum adat dipaksa masuk sekolah Katolik yang didanai negara untuk menjadi bagian dari program asimilasi ke dalam masyarakat Kanada. Kamloops adalah salah satunya.

Di sekolah-sekolah ini, anak-anak kaum adat dipaksa menganut Katolik dan tidak diizinkan untuk berbicara bahasa asli mereka. Ironisnya, banyak dari anak-anak ini yang dipukuli dan dilecehkan secara verbal, dan hingga 6.000 di antaranya dikatakan telah meninggal.

Baca juga: Potret Timor Barat yang Ditinggalkan Sejarah | Asumsi

Ini terjadi, salah satunya, pada Curtis Carr. Menurut penuturan putrinya, K Tsianina Lomawaima, Carr, yang baru menginjak usia 9 tahun, mulai masuk sekolah asrama untuk penduduk asli Amerika di Chilocco, Oklahoma, pada tahun 1927. Namun kondisi keras di asrama tersebut membuatnya tidak kerasan hingga beberapa kali berusaha kabur sejak tahun 1934. Carr berhasil melakukan pelarian terakhirnya pada tahun 1935.

“Dia selamat, tapi dia bereaksi sangat keras terhadap otoritarianisme,” kata Lomawaima, yang kini menjabat sebagai profesor di Sekolah Transformasi Sosial di Arizona State University.

Lomawaina menyebut Kamloops hanya satu dari lebih 350 sekolah asrama penduduk asli Amerika yang didirikan di Kanada dan Amerika Serikat untuk menerapkan genosida budaya melalui penghapusan dan pemrograman ulang anak-anak Indian Amerika dan Penduduk Asli Alaska. Menurutnya, dampaknya masih bisa dirasakan sampai saat ini, meski praktik sekolah ini sudah diakhiri pada dekade 1970.

“Ada dampak mendalam pada individu, keluarga, dan komunitas, dan dampak itu terjadi lintas generasi kepada pemeliharaan bahasa, transmisi pengetahuan budaya, dengan menjauhkan orang-orang dengan budayanya sejak masa anak-anak,” kata Lomawaima.

Pemaksaan menyekolahkan anak masyarakat adat di asrama bahkan dilakukan dengan pembatasan akses pada kebutuhan pokok bagi orang tua yang membangkang. Ini terjadi pada tahun 1893, setelah Kongres mengizinkan Biro Urusan Indian untuk menahan jatah makanan dan persediaan bagi orang tua atau wali yang menolak untuk mendaftarkan dan menyekolahkan anak-anak mereka di asrama.

“Beberapa keluarga menyembunyikan anak-anak mereka untuk menghindari penangkapan, dan beberapa anak melarikan diri dari sekolah,” ujar Lomawaima.

Sekolah-sekolah itu penuh sesak, tidak sehat serta menyediakan pendidikan dan layanan medis yang buruk. Sebuah laporan tahun 1928, yang dikenal sebagai Laporan Merriam, menyebut anak-anak masyarakat adat yang dimasukkan ke sekolah Indian banyak ditemukan kekurangan gizi. Penyakit menyebar dengan cepat, dan sekolah-sekolah mengandalkan kerja manual yang menurut laporan itu akan “dilarang di banyak negara bagian oleh undang-undang pekerja anak.”

Menuntut Permintaan Maaf Gereja

Tk’emlups te Secwépemc First Nation, sebuah kelompok Masyarakat Adat Kanada yang menemukan jasad-jasad tersebut, mengumumkan rencana untuk mengidentifikasi 215 anak yang ditemukan terkubur di Kamloops. Salah satunya dengan menjangkau komunitas asal mereka. Pihaknya berharap mendapatkan temuan awal pada pertengahan Juni.

Baca juga: Melihat Kembali Dwifungsi ABRI di Era Orde Baru | Asumsi

Mengutip Axios, pihaknya juga hendak memperbarui seruan kepada Gereja Katolik Roma untuk meminta maaf atas perannya dalam kebijakan Kanada abad ke-19 dan ke-20 yang membuat anak-anak Pribumi dijauhkan dari keluarganya hanya supaya bisa masuk ke sekolah-sekolah asrama yang didanai negara.

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi telah mendesak Paus meminta maaf, tetapi Direktur Eksekutif First Nations Child and Family Caring Society, Cindy Blackstock, mencatat bahwa hingga saat ini belum ada permintaan maaf dari gereja katolik.

Dalam USA Today, Uskup Agung Vancouver, J. Michael Miller, berkata – dalam sebuah pernyataan kepada CTV News – bahwa pihaknya berikrar untuk melakukan apa pun yang mereka bisa untuk menyembuhkan penderitaan itu.

Pemerintah Kanada sendiri telah meminta maaf pada tahun 2008, dengan mengakui bahwa pelecehan fisik dan seksual terjadi selama kebijakan sekolah asrama dijalankan. Disepakati juga penyelesaian sebesar 1,9 miliar dolar Kanada dengan para mantan siswa di sekolah-sekolah tersebut.

Terkait penemuan terbaru di Kamloops, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, melalui akun Twitter, mencuit bahwa Kamloops menjadi pengingat yang menyakitkan dari babak sejarah Kanada yang memalukan.

Kepala Northern Arapaho Tribe di Wyoming, Jordan Dresser, menduga lebih banyak kuburan massal anak-anak di AS dan Kanada akan segera terungkap. “Itu hanya puncak gunung es. Ada begitu banyak sekolah asrama di seluruh negeri. Kita benar-benar perlu meminta pertanggungjawaban pemerintah kita. Seseorang harus bertanggung jawab untuk ini,” kata Dresser.

Sekolah Kamloops sendiri beroperasi antara tahun 1890 dan 1969. Pemerintah federal Kanada lantas mengambil alih operasi sekolah ini dari Gereja Katolik dan mengoperasikannya sebagai sekolah harian sampai ditutup pada tahun 1978.

Bendera Setengah Tiang

Mengutip AP, Justin Trudeau telah meminta semua gedung federal mengibarkan bendera setengah tiang untuk menghormati jasad-jasad yang ditemukan di Kamloops, Minggu (30/5/2021). Bendera Menara Perdamaian di Parliament Hill, ibu kota negara Ottawa, termasuk bendera yang diturunkan menjadi setengah tiang.

Baca juga: Kondisinya Memburuk, Ini Sejarah Maskapai Garuda Indonesia | Asumsi

“Untuk menghormati 215 anak yang hidupnya diambil di bekas sekolah asrama Kamloops dan semua anak Pribumi yang tidak pernah pulang, yang selamat, dan keluarga mereka, saya telah meminta agar bendera di Menara Perdamaian dan semua bangunan federal dikibarkan setengah tiang,” kata Trudeau.

Wali kota Ontario, termasuk Toronto, Ottawa, Mississauga dan Brampton, juga memerintahkan pengibaran bendera untuk menghormati anak-anak masyarakat adat itu.

Perry Bellegarde, ketua Majelis Bangsa-Bangsa Pertama, mengatakan bahwa menemukan kuburan di bekas sekolah residensial bukanlah hal baru, namun selalu menyakitkan untuk mengungkap luka-luka itu.

Kepala Mississaugas Credit First Nation, R. Stacey LaForme – salah satu kelompok masyarakat adat di Kanada – menyebut masih banyak yang harus dilakukan terkait pengungkapan korban sekolah asrama selama masa kolonial. Tetapi saat ini cukup penting untuk menunjukkan cinta dan rasa hormat kepada 215 anak yang ditemukan terkubur di Kamloops.

“Ini seharusnya menjadi momen yang tidak akan pernah dilupakan oleh negara,” kata dia.

Share: Sejarah Kelam di Balik Temuan Ratusan Jasad di Sekolah Tua Kanada