Sumber daya energi yang digadang-gadang bakal menggantikan bahan bakar konvensional minyak dan gas Bumi (migas) baru saja ditemukan di Indonesia. Inilah migas non konvensional berbentuk metan hidrat yang disebut dengan es api.
Kenapa Disebut Es Api?
Mengutip CNBC, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut, sumber daya alam baru ini mampu diproduksi sampai 800 tahun. Saat ini, gas hidrat yang lokasi penemuannya belum mau diungkapkan masih tak tersentuh sepenuhnya.
Pemerintah, kini tengah berupaya mengembangkan es api menjadi sumber daya alam alternatif baru untuk mendukung ketahanan energi nasional di masa mendatang. “Kita harap ini bisa jadi sumber energi alternatif baru, ini mendukung ketahanan energi 800 tahun ke depan,” kata Arifin.
Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Doddy Abdassah mengungkapkan alasan metana hidrat disebut sebagai es api karena memiliki bentuk senyawa hidro karbon yang unik.
Bukan berbentuk cair seperti minyak atau padat laiknya baru bara, bentuk metana hidrat menyerupai kristal es. Meski disebut es, namun strukturnya mudah terbakar dan mengeluarkan api.
Hal ini disebabkan di dalam kristal es yang tersusun dari molekul air ini membentuk struktur seperti rongga yang dapat terisi oleh molekul gas metana dalam jumlah yang banyak di dalamnya.
Baca Juga : Sita Banyak Energi Fosil, Elon Musk Sebut Tesla Berhenti Pakai Bitcoin
“Jadi ada kurungan molekul-molekul air, kemudian di tengahnya menjebak molekul hidrokarbon bisa metana, C2, C3 ada juga CO2. Gas hidrat sering disebut juga sebagai es api,” jelasnya dikutip dari sumber yang sama.
Bukan Sumber Daya Alam Baru
Es api rupanya bukanlah sumber daya alam baru. CNBC melaporkan, senyawa ini sudah ditemukan sejak tahun 1960 di Rusia. Kala itu, para peneliti dari Negeri Beruang Merah menemukan akumulasi gas alam di zona yang membentuk formasi hidrosfer di sekitar kawasan Siberia. Penemuan senyawa ini lalu dipublikasikan di salah satu jurnal ilmiah Rusia tertua di negara tersebut, Doklady Akademii Nauk.
Meski demikian, para ilmuan setempat belum berpikir untuk mengeksploitasi lebih lanjut terhadap es api karena sifat senyawanya yang sangat rentan oleh perubahan tekanan.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin pun mengaku tak heran kalau di bumi ini masih banyak sumber daya alam yang belum tereksplorasi seperti es api. Bahkan, masih menjadi misteri karena terkubur di dalam perut Bumi.
Ia menjelaskan, berdasarkan pembentukan bumi yang merupakan bagian dari tata surya terbentuk 4,5 miliar tahun lalu, bumi berasal dari awan molekul antar bintang yang kemudian memadat, membentuk berbagai material yang lalu tersebar ke planet-planet di alam semesta.
“Dari awan molekul antar bintang ini berisi materi-materi yang sudah ada saat ini seperti besi, kalsium dan sebagainya,” kata Thomas kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Sabtu (19/6/21).
Sebetulnya, kata dia bahan baku yang membentuk panas dari matahari sebetulnya sama dengan beragam material yang terkumpul di dalam Bumi, yang kini mungkin ada yang jadi bahan bakar.
Baca Juga : Kenapa Ahok Sampai Diminta Menghentikan Pengadaan BBM Premium?
“Hidrogen dan gas-gas di luar Matahari setelah terbentuk 4,5 miliar tahun lalu ini tersapu keluar yang kemudian menjadi planet-planet, termasuk Bumi yang berasal dari bentukan materi-materi padatnya,” imbuhnya.
Dorong Penggunaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan
Sementara itu, Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia menilai, berdasarkan jenisnya es api merupakan sumber daya alam yang diperoleh dengan ditambang, serta bersifat tidak terbarukan.
Sumber daya alam semacam ini, menurutnya masih berpotensi menyebabkan masalah terhadap lingkungan dan berkontribusi terhadap perubahan iklim.
“Artinya temuan itu hanya beda komoditas saja seperti yang sudah ada sebelumnya, kayak migas yang masih kategori fossil fuel. Sumber daya alam ini sama saja masih merusak lingkungan karena ada aktivitas pertambangan yang mengganggu kelestarian lingkungan dan menghasilkan emisi,” jelas dia.
Alih-alih bangga dengan penemuan es api di Indonesia, ia justru mendorong pemanfaatan sumber daya yang hadir secara alami dan sifatnya berkelanjutan.
“Misalnya, matahari karena untuk dimanfaatkan sebagai energi atau bahan bakar sudah jelas tidak memiliki dampak dan berkelanjutan dan tidak dieksploitasi hingga menyebabkan rusaknya kelestarian alam,” ujarnya.
Sama seperti Thomas, ia juga meyakini kalau banyak material yang ada di dalam Bumi yang hingga kini belum terungkap. Namun, ia mengharapkan eksplorasi yang berpotensi merusak alam sebaiknya tak perlu dilakukan.
“Daripada merusak alam untuk menggali dan mencari sumber daya alam yang belum tereksplorasi, saya percaya lebih baik memanfaatkan teknologi untuk mengolah sumber daya alam yang sudah disediakan. Misalnya matahari atau angin menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan untuk mobil dengan tenaga solar system atau pembangkit listrik tenaga angin,” pungkas Rio.