Pandemi COVID-19 memantik kesadaran bahwa masalah ketahanan pangan dihadapi baik oleh negara maju maupun berkembang. Untuk negara berkembang, penguatan ketahanan pangan harus berfokus pada pertanian berskala kecil karena sebagian besar lahan masih dikelola secara tradisional. Diskusi multipihak perlu mencatat peluang dan tantangan untuk memberdayakan petani secara inklusif. Salah satu tantangan tersebut adalah masalah regenerasi dan revitalisasi.
Pada webinar KSIxChange#29 yang diadakan Selasa lalu (27/10), Knowledge Sector Initiative (KSI) bekerja sama dengan Kementerian PPN/Bappenas dan Asumsi membahas tantangan regenerasi dan upaya revitalisasi sektor pertanian yang dilakukan di tengah pandemi COVID-19.
Webinar yang ditayangkan langsung di kanal YouTube Asumsi ini mengundang narasumber dari sektor pemangku kebijakan yaitu Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Pertanian, serta lembaga riset seperti AKATIGA dan mitra pembangunan yaitu Australia-Indonesia Partnership for Promoting Rural Incomes through Support for Markets in Agriculture (PRISMA). Diskusi ini juga menghadirkan perwakilan dari TaniHub Group selaku pegiat pertanian untuk memberikan contoh-contoh kegiatan mereka dalam membangun ekosistem tani modern yang berbasis teknologi serta perwakilan Kelompok Petani Muda Organik (Ketan Pedo) Cibiru Sukabumi, Eva Sophia. Sesi KSIxChange ini dimoderatori oleh Nathaniel Rayestu dari Asumsi Bersuara.
Sesi diskusi ini dibuka oleh perwakilan kedutaan besar Australia di Jakarta. Dalam sambutannya, Simon Ernst selaku Counsellor Development Effectiveness and Sustainability dari kedutaan Australia memaparkan bahwa sektor pertanian di Indonesia memberikan kontribusi yang signifikan pada ketahanan pangan. Akan tetapi, berdasarkan laporan terakhir dari World Food Programme, 76 dari 514 kabupaten masih rentan terhadap kerawanan pangan di tahun 2019. Ernst menekankan, “Pandemi COVID-19 dapat memperburuk kerentanan dan meningkatkan tantangan terhadap isu ketahanan pangan dan kontribusi sektor pertanian terhadap kondisi ekonomi negara”.
Sebagai pembicara pertama, Fadhli Ilhami selaku peneliti dari AKATIGA memaparkan mengenai regenerasi petani muda di pedesaan. Ada tiga tantangan struktural utama yang dihadapi dalam regenerasi petani, yaitu akses terhadap tanah, lemahnya posisi tawar dan kelembagaan orang muda, dan buruknya citra pertanian. Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, AKATIGA memberikan beberapa rekomendasi. Fadhli menegaskan, “pemerintah harus memikirkan bagaimana orang muda (dapat) memiliki akses terhadap tanah sehingga mereka bisa berinovasi.” Ia juga menekankan pentingnya agar pemerintah bisa membuat pusat informasi pertanian dan membangun jejaring antar orang-orang muda di pedesaan agar mereka bisa mendapatkan akses terhadap praktik-praktik pertanian yang lebih inovatif. Sedangkan dalam isu makro, Fadhli juga menyorot pentingnya kestabilan harga dan kepastian pasar.
Lynley Mannell selaku pembina pendanaan dan teknologi inovatif dari program PRISMA melanjutkan paparan bagaimana lembaga tersebut membantu mengembangkan sistem pasar pertanian menggunakan teknologi sebagai katalis pertumbuhan kesejahteraan petani. Dalam aktivitasnya, program PRISMA bertujuan memastikan kelompok yang terpinggirkan seperti perempuan, penyandang disabilitasara difabel, komunitas adatmasyarakat adat, dan anak muda untuk mendapatkan kesempatan yang lebih besar. Mannell mengklaim, “(Penggunaan teknologi) meningkatkan kemampuan kelompok marjinal seperti perempuan dan anak muda untuk menggunakan dan mengakses informasi serta membuka ruang kesempatan bertransaksi yang lebih luas.”
Sebagai pembicara berikutnya, Siti Munifah selaku Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) dari Kementerian Pertanian memaparkan bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah melalui kementerian pertaninan untuk membuat kegiatan pertanian dapat lebih maju, mandiri, dan modern. Salah satu strategi yang digalakkan pemerintah adalah konsep pengembangan kawasan food estate berbasis korporasi petani. Kalau hanya dimanfaatkan untuk konsumsi dalam negeri, produk-produk hasil tani akan menumpuk dan menyebabkan kelebihan persediaan. Oleh karena itu, Siti Munifah menekankan pentingnya peningkatan ekspor, terutama ke negara-negara yang tidak memiliki kapasitas peningkatan sektor pertanian sebagai basis pemenuhan pangan.
Kawasan food estate dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor tersebut. Lantas bagaimana pengelolaannya? Siti Munifah menjelaskan, “Konsep untuk pengembangan food estate semuanya akan diarahkan untuk berbasis korporasi dan untuk kawasan-kawasan kecil akan dibuat lebih besar lagi dalam bentuk korporasi.” Pemerintah berencana menyiapkan Iahan dan teknologi untuk mendukung program yang akan dijalankan oleh korporasi-korporasi tani. Siti Munifah mengharapkan dukungan petani-petani dari kalangan muda dalam realisasi kawasan food estate ini.
Anang Noegroho Setyo Moeljono sebagai Direktur Pangan dan Pertanian dari Kementerian PPN/Bappenas menyorot regenerasi dan revitalisasi sebagai salah satu masalah besar sektor pertanian. Rata-rata usia petani di Indonesia berada di angka 50 tahunan dan akan memasuki usia pensiun dalam beberapa tahun ke depan. Lantas, bagaimana mengenai ketahanan pertanian di tengah pandemi? Anang menjelaskan, “(tantangannya adalah) bagaimana agar kita tetap bertahan untuk meningkatkan produktivitas” Untuk itu, Bappenas terus memprioritaskan program penyuluhan dan pendampingan petani dalam skala nasional yang komprehensif. Bappenas menyatakan bahwa untuk menjalankan rencana itu, mereka akan terus bekerja sama dengan pihak masyarakat sipil.
Deeng Sanyoto dari TaniHub Group menanggapi tantangan-tantangan yang diajukan dengan contoh-contoh nyata yang telah dilakukan TaniHub Group dalam membangun ekosistem pertanian yang inklusif. Di bagian hulu, TaniHub membangun inisiatif peminjaman dana sejawat (peer-to-peer lending) untuk mempermudah para petani untuk mengakses modal. Menanggapi isu besarnya produk tani yang kerap terbuang percuma saat proses distribusi, TaniHub membangun inisiatif bernama TaniSupply untuk mendistribusikan produk-produk tersebut langsung ke sebuah e-commerce platform bernama TaniHub.
Deeng menyatakan, “Semua orang bisa menjadi bagian dari pertanian.” Hanya saja, mereka mengalami kesulitan dalam membuat teknologi-teknologi yang inklusif bagi angkatan tani tua yang tidak terlalu akrab dengan gawai-gawai mutakhir. Hal ini berkaitan dengan informasi dari Bappenas yang menyatakan bahwa sebagian besar petani saat ini sudah memasuki rentang usia 50 tahunan ke atas. Untuk itu, mereka bekerja sama dengan berbagai universitas untuk mengajak anak-anak muda yang lebih akrab dengan teknologi dan kemampuan manajerial untuk turun bertani agar bisa menggunakan cara-cara pertanian modern yang dikembangkan oleh TaniHub.
Pada akhir sesi, Evi Sophia selaku perwakilan petani muda mengutarakan pengalamannya yang secara langsung terjun dalam kegiatan pertanian didesa. Evi mengakui bahwa kelompoknya sempat merasa kesulitan saat mengawali upaya bertani dengan mengolah lahan tandus. Namun, mereka punya tekad yang kuat karena ingin membuktikan pada masyarakat bahwa lahan itu bisa menghasilkan. Ia menaruh harapan kepada pemerintah agar kedepannya memberikan dukungan kepada petani muda agar mau bertani. Tentu saja hal tersebut dapat dilakukan dengan memudahkan akses terhadap benih, peralatan, pelatihan maupun studi banding.
Diskusi interaktif KSIxChange#29 mempertemukan pemangku kebijakan, mitra pembangunan dan Lembaga penelitian kebijakan yang terdiri dari Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pertanian, AKATIGA, Program PRISMA, TaniHub Group, dan perwakilan Kelompok Petani Muda Organik. Diskusi berjudul “Tantangan Regenerasi dan Upaya Revitalisasi pada Sektor Pertanian di Tengah Pandemi COVID-19” ini dipandu oleh Nathaniel Rayestu, host Asumsi Bersuara.