Sejumlah ilmuwan yang berbasis di kampus-kampus di Leeds dan Edinburgh serta University College London menemukan bahwa 28 triliun ton es telah hilang dari permukaan bumi sejak tahun 1994 hingga 2017. Mereka memantau lokasi es seperti di kutub, gunung, dan gletser dengan satelit untuk mengukur berapa banyak lapisan es yang hilang akibat pemanasan global.
Para peneliti tersebut mengamati gletser di Amerika Selatan, Asia, Kanada, dan wilayah lain; es laut di Kutub Utara dan Antartika; lapisan es yang menutupi tanah di Antartika dan Greenland; juga bongkahan es yang menonjol dari daratan Antartika hingga ke laut. Hasilnya, terungkap bahwa semua wilayah telah mengalami penurunan lapisan es dengan jumlah yang sangat masif dalam tiga dekade terakhir. Kondisi ini terus berlanjut. Setiap detiknya, 24 ribu ton es meleleh menjadi air. Jumlah itu setara dengan air yang mengisi 10 kolam renang olimpiade.
Kata mereka, hal tersebut akan menyebabkan kenaikan permukaan laut hingga satu meter pada akhir abad ini.
Sebagai konteks, Profesor Andy Shepherd selaku direktur Pusat Pengamatan dan Pemodelan Kutub Universitas Leeds mengatakan, “Setiap sentimeter kenaikan permukaan laut berarti sekitar satu juta orang akan mengungsi dari tempat tinggal mereka di dataran rendah.”
Para peneliti juga memperingatkan bahwa mencairnya es dalam jumlah tersebut secara signifikan mengurangi kemampuan planet untuk memantulkan radiasi matahari kembali ke luar angkasa. Yang tersisa: laut tanpa lapisan es dan tanah di bawahnya, yang akan menyerap lebih banyak panas ketika terpapar sinar matahari dan meningkatkan pemanasan planet ini.
Selain itu, air dingin yang mengalir berlebihan dari gletser yang mencair akan menyebabkan gangguan besar pada kesehatan ekosistem perairan sekitar. Contohnya, menyebabkan perubahan arus bawah laut serta membuat pengendapan air hangat di bawah es. Selain itu, hilangnya gletser di pegunungan mengancam sumber air tawar yang menjadi ketergantungan masyarakat setempat.
“Di masa lalu, para peneliti telah mempelajari area tertentu – seperti Antartika atau Greenland – tempat es mencair. Tapi ini adalah pertama kalinya seseorang melihat semua es yang menghilang dari seluruh planet,” kata Shepherd kepada The Guardian. “Temuan ini mengejutkan kami.”
Menurut Shepherd, apa yang diungkapkan oleh kelompok ilmuwan tersebut senada dengan skenario terburuk yang diprediksi oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
“Untuk menempatkan kehilangan [es] yang telah kita alami ke dalam konteks, 28 triliun ton es dapat menutupi seluruh permukaan Inggris dengan lapisan air beku setebal 100 meter,” kata Tom Slater, anggota kelompok penelitian dari Universitas Leeds.
Dalam kasus lapisan es yang mencair di Antartika, pendorong utamanya ialah kenaikan suhu laut. Sementara dalam kasus hilangnya es dari gletser di daratan (seperti di Himalaya) ialah peningkatan suhu atmosfer. Ada pula yang dipicu oleh kombinasi keduanya seperti di Greenland.
Namun, tidak semua es yang hilang selama periode itu berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.
“54 persen es yang mencair terletak di laut, mengapung di atas air dan pencairannya tidak akan menyebabkan kenaikan permukaan laut. 46 persen lelehan air lainnya berasal dari gletser dan lapisan es di tanah, dan itu akan menambah kenaikan permukaan laut,” kata Isobel Lawrence anggota tim peneliti dari Universitas Leeds.
Penelitian yang diterbitkan 30 tahun setelah laporan penilaian pertama IPCC pada akhir Agustus 1990 itu mengungkapkan secara gamblang bahwa pemanasan global merupakan hal yang nyata dan dipicu oleh peningkatan emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil.