Kabar baik datang dari pengembangan vaksin COVID-19. Vaksin virus Corona yang dikembangkan oleh Oxford University dan AstraZeneca telah diujikan pada lebih dari 1.000 orang dan menunjukkan hasil positif. Vaksin ini pun telah dipesan oleh pemerintah United Kingdom sebanyak 100 juta dosis dan akan diuji di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Brasil.
Tak hanya oleh Oxford dan AstraZeneca, WHO di laporannya menyebutkan bahwa terdapat 166 vaksin yang sedang dikembangkan di seluruh dunia, dengan 24 di antaranya sudah masuk ke tahap uji klinis dan sisanya masih dalam tahap praklinis.
Tiga vaksin, termasuk yang dikembangkan oleh Oxford, sudah masuk ke tahap ketiga uji klinis—yaitu tahap uji coba terbesar dan biasanya jadi tahap terakhir sebelum vaksin dapat disetujui hingga diproduksi secara massal. Dua vaksin lainnya dikembangkan oleh perusahaan swasta asal Cina, Sinovac, dan perusahaan BUMN Cina, Sinopharm.
Bagaimana perkembangan uji vaksin-vaksin tersebut dan apakah ada uji vaksin lain yang terlihat menjanjikan?
Vaksin Oxford University-AstraZeneca (Tahap III)
Vaksin bernama ChAdOx1 nCoV-19 telah diuji kepada 1.077 relawan berusia 18-55 tahun yang belum pernah terinfeksi COVID-19. Hasil uji klinis ini berhasil memicu terbentuknya antibodi dan Sel T dalam tubuh. Vaksin ini bukan hasil modifikasi virus SARS-CoV-19, melainkan dari adenovirus yang bersumber dari simpanse. Namun, virus ini telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga punya bentuk serupa virus Corona dan tidak akan menyebabkan infeksi COVID-19 ke manusia.
Berdasarkan hasil uji klinis tahap I/II tersebut, diketahui bahwa jumlah sel T di tubuh menjadi meningkat setelah 14 hari. Begitu pula dengan sel antibodi yang meningkat setelah 28 hari. Sebanyak 90% relawan yang disuntikkan satu dosis vaksin berhasil mengembangkan antibodi penetralisir. Hanya 10 orang disuntikkan dua dosis, dan semuanya berhasil memproduksi antibodi penetralisir.
Vaksin ini juga tidak lepas dari efek samping, dengan 70% relawan yang diuji klinis mengalami demam, sakit kepala, dan pegal-pegal. Namun, para peneliti mengatakan efek samping tersebut tidak berbahaya dan dapat diredakan dengan paracetamol.
Kini, Oxford University dan AstraZeneca sedang melakukan uji klinis tahap ketiga ke 10.000 orang di Inggris. Vaksin ini juga akan turut diuji ke 30.000 warga Amerika Serikat, 2.000 warga Afrika Selatan, dan 5.000 warga Brazil. Vaksin darurat dikabarkan dapat dikeluarkan pada Oktober mendatang.
Sinovac Biotech (Tahap III)
Sinovac Biotech, perusahaan swasta asal Cina, telah mulai melakukan uji klinis tahap I/II pada Juni lalu. Mereka menguji vaksin kepada 743 relawan, dan berhasil memantik produksi antibodi sebesar 90% tanpa efek samping berarti.
Juli ini, Sinovac bekerja sama dengan lembaga produsen vaksin asal Brasil untuk melakukan uji klinis tahap ketiga. Mereka mulai merekrut 9.000 relawan dan secara bersamaan membangun pabrik pembuat vaksin yang ditargetkan dapat memproduksi hingga 100 juta dosis setiap tahunnya.
Selain di Brasil, vaksin Sinovac juga akan diuji klinis di sejumlah negara lain, termasuk Indonesia. Alasannya, mereka membutuhkan relawan dari negara-negara lain sebab jumlah kasus COVID-19 di Cina sendiri telah menurun.
Di Indonesia, uji klinis vaksin ini akan bekerja sama dengan PT Bio Farma dan diperkirakan akan dilakukan di Bandung, Jawa Barat. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan dan Universitas Padjajaran juga akan dilibatkan dalam mempersiapkan uji klinis. Uji klinis ini ditargetkan akan mulai berjalan pada Agustus dan ditargetkan akan selesai pada Januari mendatang. Jumlah relawan yang akan dilibatkan adalah sekitar 1.620 orang.
Sinovac juga bekerja sama dengan Bangladesh yang akan mulai melakukan tahap ketiga uji klinis bulan depan dengan jumlah relawan sebanyak 4.200 orang.
Sinopharm-Wuhan Institute of Biological Products (Tahap III)
Vaksin yang diproduksi oleh BUMN asal Cina, Sinopharm, dikabarkan sedang diuji ke 5.000 relawan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dan rencananya akan melibatkan 15.000 relawan lagi. Arab dipilih sebagai tempat uji klinis karena populasinya yang dinilai cukup beragam. Kepala Departemen Kesehatan Abu Dhabi, Sheikh Abdulla Bin Mohamed Bin Butti Al Hamed, jadi relawan pertama yang diinjeksi vaksin.
Sebelumnya, tahap uji klinis I/II vaksin ini telah melibatkan 1.120 relawan yang diinjeksikan dengan placebo atau vaksin berdosis rendah, sedang, dan tinggi. Masing-masing relawan diinjeksikan vaksin sebanyak dua kali dalam rentang waktu 14 hari, 21 hari, atau 28 hari. Hasilnya, antibodi penetralisir paling banyak diproduksi tubuh jika vaksin diberikan dalam rentang waktu 28 hari.
Vaksin-vaksin lain yang sedang dalam tahap perkembangan dan punya performa yang menjanjikan termasuk vaksin yang diproduksi oleh Moderna asal Amerika Serikat dan BioNTech asal Jerman.
Uji klinis tahap ketiga vaksin Moderna sempat tertunda, tetapi ditargetkan tetap akan berlangsung pada 27 Juli mendatang. Di Amerika Serikat, perusahaan ini akan bekerja sama dengan BioNTech dan AstraZeneca untuk melakukan uji klinis tahap ketiga kepada setidaknya 120.000 relawan. Hingga saat ini, tercatat sebanyak 138.600 orang telah mendaftarkan diri untuk menjadi relawan.
BioNTech sendiri bekerja sama dengan Pfizer, perusahaan asal New York, dan Fosun Pharma, produsen obat-obatan asal Cina untuk mengembangkan vaksin. Mereka telah melakukan uji klinis tahap I/II di Amerika Serikat dan Jerman, dan mendapatkan Sel T dan antibodi terbentuk di tubuh para relawan ketika vaksin diinjeksikan. Tahap ketiga uji klinis ditargetkan akan berlangsung pada akhir Juli mendatang. Perusahaan ini juga menargetkan untuk memproduksi hingga 100 juta dosis di akhir tahun ini dan lebih dari 1,2 miliar dosis di akhir 2021.
Walaupun perkembangan vaksin sejauh ini menjanjikan dan perusahaan-perusahaan telah bersiap untuk membangun pabrik yang dapat memproduksi jutaan vaksin, tetapi vaksin diperkirakan baru dapat diterima publik paling cepat pada pertengahan 2021 mendatang. Vaksin pun akan diprioritaskan untuk orang-orang punya risiko tinggi COVID-19, seperti tenaga kesehatan dan kelompok lanjut usia. Hingga saat itu tiba, protokol kesehatan untuk mencuci tangan, memakai masker, dan menghindari keramaian masih jadi langkah paling efektif untuk mencegah diri dari tertular virus.