Keterlibatan Ruangguru di program Kartu Prakerja sempat disorot karena CEO-nya, Adamas Belva Syah Devara, juga menjabat sebagai staf khusus Presiden Joko Widodo. Posisinya di pemerintah dinilai berbau konflik kepentingan. Belakangan, Belva menyatakan dirinya mengundurkan diri dari keanggotaan staf khusus presiden.
Namun, keterlibatan Ruangguru di proyek pemerintah kembali dipersoalkan karena startup ini disebut sebagai perusahaan asing. Mayoritas saham PT Ruang Raya Indonesia–nama badan hukum Ruangguru–dimiliki oleh sebuah perusahaan di Singapura bernama Ruangguru Pte Ltd. Besaran saham Ruangguru yang dimiliki oleh perusahaan itu mencapai 99,999%. Diketahui bahwa salah satu pemilik saham Ruangguru Pte Ltd adalah Belva—meskipun tidak diketahui berapa besarannya. Ada pula beberapa pemegang saham lain yang berasal dari luar negeri.
Pertanyaannya, apakah pendanaan asing membuat sebuah perusahaan jadi milik pihak asing pula?
Mengacu pada surat pengesahan anggaran dasar pada 17 Maret 2020, Ruang Raya Indonesia tercatat sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA). Berdasarkan penjelasan konsultan hukum Naufal Fileindi, status PMA yang telah diatur dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membuat Ruangguru otomatis berstatus perusahaan Indonesia.
“Ada PT biasa yang didirikan oleh orang Indonesia dan nggak ada sangkut pautnya dengan asing. Ada juga yang namanya PT PMA: pokoknya kalau ada satu saja lembar saham yang dimiliki oleh asing maka perusahaan tersebut dianggap sebagai PT PMA,” kata Naufal kepada Asumsi.co (23/4).
Naufal menjelaskan kepemilikan perusahaan dapat dilihat dari persentase kepemilikan sahamnya. “Harus lihat juga jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang sahamnya. Pemegang saham ini juga bisa berbentuk PT atau badan usaha lain. Bisa juga warga negara Indonesia atau pun asing—bergantung dari aturan anggaran dasar perusahaan. Jadi, memang boleh dan lumrah seperti itu.”
Praktik penanaman modal oleh investor asing bukanlah hal baru di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh CEO Daily Social Rama Mamuaya.
“Dari mulai industri startup ada dan bangkit sejak 2008, hampir semua startup yang bisa sampai besar itu sudah didanai oleh asing. Contohnya mungkin e-commerce dan pemain social network yang sekarang sudah gede-gede. Ini jadi sebuah hal yang lumrah karena memang cuma investor asing yang bisa mengerti potensi market dari sebuah startup,” jelas Rama kepada Asumsi.co (23/4).
Ada berbagai faktor yang membuat startup Indonesia mencari dana dari investor asing. Pertama, industri di dalam negeri belum mampu dan mau untuk memberikan modal dalam jumlah besar. “Investor lokal kebanyakan masih fokus ke bisnis-bisnis yang konvensional seperti minyak bumi dan lain-lain. Sedangkan yang namanya bisnis startup ini biasanya kebutuhan modalnya gede dan potensinya baru kelihatan lima tahun ke depan. Kasarnya kayak jual mimpi,” tutur Rama.
Kedua, minat dari investor asing itu sendiri yang melihat startup di dalam negeri memiliki nilai valuasi yang besar. “Tahun 2012, banyak sekali investor Jepang yang masuk ke Indonesia karena mereka mau invest ke pemain-pemain e-commerce di Indonesia. Kenapa? Karena tahun segitu e-commerce di Jepang sudah gede banget dan ekosistemnya sudah terbentuk. Jadi buat investor-investor asing tersebut, mereka kayak balik ke tiga tahun lalu dan melihat bahwa mereka dapat membeli ‘the next big thing’ dengan harga relatif murah,” lanjut Rama.
Fungsi investor asing juga bukan hanya menyuntikkan modal, tetapi juga membagikan strategi dan pengetahuan berdasarkan pengalaman di negara asalnya. Startup di Indonesia akhirnya dapat maju, mengikuti perkembangan di luar negeri.
“Indonesia akhirnya dapat mengadaptasikan model bisnis dari luar dan akhirnya jadi besar seperti sekarang. It’s more than money, nggak cuma capital.”
Menurut Rama, tanpa keberadaan investor asing, tidak akan muncul startup unicorn yang punya nilai valuasi lebih dari US$1 miliar hingga US$10 miliar di Indonesia. “Let’s put it out there: kenyataannya hanya investor asing yang berani mengambil risiko dan mengerti mesti ngapain. Mereka nggak cuma naruh duit, tapi mereka juga membantu banyak, mulai dari operation sampai growth market sebuah startup.”