Isu Terkini

Polisi Tetapkan Bachtiar Nasir Tersangka di Kasus 2017, Seperti Apa Kasusnya?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menetapkan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Ustadz Bachtiar Nasir sebagai tersangka. Bachtiar diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dengan pengalihan aset Yayasan Keadilan untuk Semua.

Penetapan tersangka Bachtiar Nasir itu juga dibenarkan Wakil Direktur Dittipideksus Bareskrim Polri, Kombes Daniel Tahi Monang. Bachtiar diduga terlibat pengalihan aset YKUS. Polisi pun berencana memeriksa Bachtiar pada Rabu, 8 Mei 2019.

Berdasarkan surat pemanggilan pemeriksaan Bachtiar Nasir, Nomor S. Pgl/ 1212/V/RES.2.3/2019/ Dit Tipideksus tertanggal 3 Mei 2019, Bachtiar diminta memenuhi panggilan pukul 10.00 WIB. Surat panggilan tersebut ditandatangani Dirtipideksus Brigjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho.

Tertulis juga dugaan pasal yang dijeratkan kepada Bachtiar, yaitu Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 16/2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28/2004 atau Pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Alasan Polisi Tunda Kasus Bachtiar Nasir Usai Pemilu 2019

Kasus yang melibatkan nama Bachtiar Nasir sendiri sebenarnya sudah muncul ke publik sejak tahun 2017 lalu. Namun, pihak kepolisian memiliki alasan kuat mengapa kasus tersebut sempat ditunda. Faktor persiapan hingga penyelenggaraan Pemilu 2019 menjadi alasan kasus Bachtiar akhirnya baru sekarang dilanjutkan pemeriksaannya.

“Momentumnya kalau misalnya 2017-2018 itu sangat rentan, karena pemilu. Diselesaikan dulu masalahnya, makanya penyidik tentunya mengalkulasikan segala macam kemungkinan. Tetapi jelas proses hukum akan terus berjalan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigidadir Jenderal Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2019.

Bareskrim sendiri sudah menangani kasus dugaan TPPU YKUS itu pada 2017. Namun, Dedi belum bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai ada atau tidaknya bukti baru yang ditemukan penyidik dalam kasus Bachtiar. “Saya belum berani menjawab itu, itu masih akan didalami pemeriksaan oleh tindak pidana khusus.”

Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan bahwa pemanggilan Bachtiar bukan untuk pertama kalinya. Sebelumnya, Bachtiar pernah dipanggil dengan status saksi. Namun, pemanggilan esok hari, status Bachtiar sudah sebagai tersangka. “2017 pernah dipanggil (Bachtiar), sebagai saksi, 2019 dipanggil sebagai tersangka,” ucapnya.

Menurut Dedi, para penyidik sudah bekerja secara profesional dan penetapan Bachtiar sebagai tersangka sudah sesuai dengan peraturan yang ada. “Istilahnya penyidik tidak ujuk-ujuk. Minimal harus ada dua alat bukti. Kalau misalnya nanti penahanan berarti cukup bukti. Dua alat bukti dulu yang besok akan diklarifikasi dalam pemeriksaan tersebut,” kata Dedi.

Kasus TPPU YKUS Bachtiar Nasir

Seperti diketahui, Bachtiar mengelola dana sumbangan masyarakat sekitar Rp3 miliar di rekening YKUS. Dana tersebut diklaim Bachtiar digunakan untuk mendanai Aksi 411 dan Aksi 212 pada akhir tahun 2016 serta untuk membantu korban bencana gempa di Pidie Jaya, Aceh dan bencana banjir di Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Namun, polisi menduga ada pencucian uang dalam penggunaan aliran dana di rekening YKUS tersebut. Saat itu polisi menegaskan ada aliran dana dari Bachtiar ke Turki, meski harusnya dana di rekening itu digunakan untuk donasi. Kasus dugaan TPPU YKUS pun ditangani Bareskrim pada 2017.

Clear, ada. Nanti saya pastikan (jumlah uangnya). Tapi ada,” tegas Irjen Agung Setya, yang kala itu menjabat Dirtipideksus, di kantor sementara Bareskrim, kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Maret 2017.

Sejauh ini, penyidik telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan TPPU dana yayasan. Mereka adalah petugas bank syariah, Islahudin Akbar, dan Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua, Adnin Armas.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian pernah menyatakan bahwa penyidikan kasus tersebut dilakukan setelah ditemukan indikasi pengiriman dana dari GNPF MUI ke Turki. Tito menyatakan polisi menemukan slip transfer uang dari YKUS, yang menampung dana aksi 411 dan 212, ke Turki.

Menurutnya, Islahudin menarik uang di atas Rp1 miliar yang kemudian diserahkan kepada Bachtiar Nasir. Kemudian Tito menjelaskan bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh polisi, lembaga bantuan yang menjadi tujuan pengiriman uang tersebut memiliki hubungan dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Saat itu, pihak Bachtiar Nasir berkali-kali membantah adanya pencucian uang tersebut. Kapitra Ampera, yang pada 2017 pernah menjadi pengacara Bachtiar Nasir, mengatakan tidak ada uang yayasan atau donasi dari masyarakat yang digunakan oleh kliennya secara pribadi.

Kapitra mengakui ada aliran uang dari Yayasan ke Turki, yang ditujukan ke IHH Humanitarian Relief Foundation. Menurut Kapitra, uang itu dikirim oleh Islahuddin melalui rekening berbagi, bukan rekening YKUS. Lebih lanjut, Kapitra menggarisbawahi transfer ke IHH tersebut dilakukan pada Juni 2016, sehingga jika ditarik garis waktunya, momen itu terjadi jauh sebelum digelarnya aksi 411 pada November dan 212 pada Desember.

Siapa Sosok Bachtiar Nasir?

Bachtiar Nasir memang dikenal sebagai tokoh agama yang aktif. Selain sebagai salah satu tokoh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), Bachtiar juga sangat identik dengan dunia santri. Tercatat, ia pernah menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur, dan Pondok Pesantren Daarul Huffazh, Bone, Sulawesi Selatan.

Pendidikan di dunia pesantren itu lah yang mengantarkannya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Timur Tengah. Bachtiar menempuh kuliah di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Setelah itu, pria kelahiran Jakarta 26 Juni 1967 ini mulai mengajar agama dan berceramah.

Lewat aktivitas padatnya dalam bertablig, Bachtiar pun secara otomatis mendapatkan predikat sebagai Ustadz. Lalu, sejak tahun 2010, Bachtiar mulai aktif sebagai Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Lantaran peran dan keaktifannya dalam organisasi keagamaan, Bachtiar dibaiat menjadi pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI), pemimpin Ar-Rahman Qur’anic Learning Center, dan Pemimpin Pesantren Ar-Rahman Qur’anic College.

Namanya semakin ramai jadi sorotan masyarakat setelah ia terpilih sebagai penanggung jawab Aksi bela Islam di bawah bendera GNPF-MUI. Bersama pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, Bachtiar berhasil menggalang massa untuk mendorong terjadinya aksi-aksi besar di ibu kota.

Misalnya saja aksi menuntut Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, agar diproses oleh aparat hukum karena terbukti ucapannya menistakan ayat suci Alquran yang menyebut-nyebut Al-Maidah ayat 51 saat melakukan kunjungan kerja di Kepulauan Seribu, Jakarta. Aksi itu dikenal sebagai Aksi Damai 4 November 2016 di bawah bendera Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).

Selama berkarir sebagai pengajar dan penceramah, Bachtiar juga aktif menulis beberapa buku di antaranya Tadabbur Alquran Jilid 1&2 Hc, Masuk Surga Sekeluarga: Tadabbur Ayat-Ayat Keluarga, Tadbir Rabbani: Rekayasa Allah di Balik 212 dan Anda Bertanya Kami Jawab.

Share: Polisi Tetapkan Bachtiar Nasir Tersangka di Kasus 2017, Seperti Apa Kasusnya?