Isu Terkini

LIPI Musnahkan Puluhan Ribu Buku, Ada Apa Sebenarnya?

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Beberapa hari ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI tengah dirundung kabar kurang nyaman. Bagaimana tidak, muncul kabar bahwa lembaga penelitian tersebut sudah memusnahkan puluhan ribu buku, tesis dan disertasi di Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII).

Bahkan, katanya, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menyebut tesis dan disertasi yang dimusnahkan itu diangkut oleh dua truk. Menurut kabar yang beredar, Syamsuddin juga mengatakan ada rencana digitalisasi. Meski rencana itu belum terealisasi, namun dua truk buku, disertasi dan tesis ternyata sudah terlanjur dimusnahkan.

Dari informasi miring yang beredar tersebut, disebutkan ada total 30 ribu buku, disertasi, dan tesis yang dimusnahkan. Sementara proses pemusnahannyaterjadi pada 9 dan 10 Februari atau akhir pekan, di saat suasana LIPI memang sedang sepi dan tak ada orang.

Kabarnya hal itu dilakukan sebagai bagian dari kebijakan reorganisasi karyawan yang dilakukan kepala LIPI Laksana Handoko. Lebih lanjut, Haris bersama sejumlah peneliti lainnya belakangan sempat mengadu ke DPR karena tidak setuju dengan kebijakan reorganisasi tersebut.

LIPI Bantah Adanya Pemusnahan Buku

Atas beredarnya kabar miring tersebut, pihak LIPI sendiri menegaskan bahwa informasi yang beredar luas telah disalahartikan. LIPI melalui Pusat Dokumentasi dan Data Ilmiah (PDDI) mengklaim sedang berupaya untuk meningkatkan kualitas pendokumentasian informasi ilmiah serta penyediaan akses informasi ilmiah kepada publik. Jadi, yang sebenarnya terjadi bukanlah pemusnahan buku.

Pelaksana Tugas Kepala Pusat Dokumentasi dan Data Ilmiah (PDDI) LIPI, Hendra Subagyo mengatakan, mereka tengah meningkatkan kualitas pendokumentasian informasi ilmiah, salah satunya dengan proses digitalisasi. Salah satunya melalui mekanisme digitalisasi koleksi dengan melakukan proses weeding atau penyiangan koleksi yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman serta secara fisik sudah rusak parah.

Hendro menegaskan bahwa mekanisme weeding dan stock opname ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebijakan reorganisasi LIPI yang sebelumnya ramai diberitakan. “Mekanisme ini adalah mekanisme yang seharusnya berjalan rutin setiap tahun yang terakhir kali kami lakukan pada tahun 2015 silam,” kata Hendro lewat keterangan tertulis, Senin, 11 Maret 2019.

Lebih lanjut, Hendro mengungkapkan bahwa proses penyiangan ini malah disalahartikan sebagai aksi penghapusan koleksi disertasi dan tesis dengan menjual koleksi tersebut. Padahal, menurut Hendro, mekanisme weeding adalah proses normal di dunia perpustakan. “Tujuannya untuk memeriksa koleksi perpustakaan, judul per judul untuk penarikan permanen berdasarkan kriteria penyiangan, terutama kondisi fisik dari koleksi tersebut,” ujarnya.

Perlu diketahui bahwa PDII-LIPI pada tahun 2018 menetapkan kebijakan penyiangan koleksi dengan memfokuskan penyiangan untuk koleksi tercetak yang jarang digunakan oleh pengguna, seperti Majalah Catu (Jurnal Internasional) yang dilanggan tahun 1991-1998, Jurnal Nasional, Tesis/Disertasi, dan laporan penelitian (hibah).

Di sisi lain, Hendro mengatakan Revolusi Industri 4.0 memungkinkan pertukaran informasi antar lembaga dapat dilakukan secara digital. Hal itu tentu agar semua akan berlangsung lebih mudah terutama di era digital saat ini. Ditambah lagi, perkembangan teknologi informasi saat ini telah mendisrupsi perilaku pencarian informasi perpustakaan dan proses penerbitan literatur.

Penerbitan jurnal khususnya di Indonesia sudah diarahkan untuk diterbitkan secara online dengan tujuan memperluas jangkauan pembaca. Hendro menjelaskan berdasarkan data dari ISJD Neo (www.isjd.pdii.lipi.go.id) terdapat 14.801 judul jurnal yang dapat diakses secara online. “Kemudian penerbitan buku juga sudah mulai bergeser ke dalam bentuk digital,” ucapnya.

Bahkan, sampai saat ini, koleksi-koleksi fisik dari majalah dan jurnal internasional, sudah diganti dengan akses langganan versi digital. Sementara koleksi majalah dan jurnal dalam negeri, lanjut Hendro, termasuk yang dipertahankan koleksi fisiknya. “Koleksi-koleksi penting dan bersejarah juga tetap kami simpan. Meskipun ada digitalisasi, fisiknya tetap kami pertahankan,” katanya.

Sementara itu, untuk koleksi tesis dan disertasi yang masuk dalam literatur kelabu (grey literature), Hendro menjelaskan, tidak dipertahankan dalam bentuk cetak karena koleksi yang disimpan di PDDI adalah salinan tesis dan disertasi untuk dokumentasi metadata. Pengelolaan digital yang dilakukan LIPI juga sudah berdasarkan atas keputusan Menristekdikti.

“Berdasarkan Keputusan Menristekdikti No 44/M/Kp/VII/2000, setiap lembaga pemerintah wajib menyampaikan tiga salinan literatur kelabu yang berkaitan dengan iptek. Satu rangkap untuk dijadikan sebagai bahan analisis dalam pembuatan kebijakan di Kemenristekdikti dan dua rangkap diserahkan ke PDDI untuk didokumentasikan dan diinformasikan ke masyarakat luas,” ucap Hendro.

Lebih lanjut, Hendro menjelaskan, sebelum dilakukan penyiangan atau bahkan digitalisasi, PDDI memastikan tesis dan disertasi aslinya masih tersimpan di perguruan tinggi asal. Saat ini pihaknya melakukan analisis sampai 60 artikel dan dokumentasi digital sampai 200 artikel setiap hari.

“Lewat program Repositori-Depositori Ilmiah, kami memfokuskan ke preservasi data primer hasil penelitian dan kekayaan intelektual. Kami mulai melakukan proses digitalisasi aset-aset koleksi bersejarah agar tetap awet serta lebih mudah diakses masyarakat tanpa harus datang langsung ke PDDI LIPI.”

“Kami juga melakukan stock opname rutin sehingga rak-rak koleksi tersebut saat ini dalam kondisi kosong. Kami jadwalkan proses tersebut akan selesai pada bulan Mei.”

Muncul Kabar Terjadi Reorganisasi LIPI

Jauh sebelumnya, rombongan peneliti LIPI bahkan sempat menemui Ketua DPR Bambang Soesatyo dan anggota Komisi VII untuk mengadukan kebijakan Kepala LIPI yang baru Laksana Tri Handoko. Mereka mengeluhkan kebijakan reorganisasi yang dilakukan Handoko di LIPI. Bahkan yang datang mengadu bukan hanya peneliti biasa melainkan juga profesor-profesor seperti Syamsudin Haris, Asvi Warman Adam, dan Hanny Warsilah.

“Ada masalah di dalam kebijakan reorganisasi dan redistribusi di LIPI yang dilakukan oleh kepala LIPI. Masalah-masalah itu diantaranya adalah pembabatan sejumlah satuan kerja, pemecahan eselon II, penghapusan sejumlah eselon III kemudian rencana dirumahkannya ratusan staf pendukung jumlahnya 1.500,” kata Syamsudin Haris di Kompleks Parlemen, Rabu, 30 Januari 2019.

Syamsudin mengatakan, mereka bukannya menolak reorganisasi, tetapi pegawai LIPI berharap hal tersebut busa dilakukan secara bertahap dan tak mengejutkan banyak pihak seperti saat ini. Akibat kebijakan ini, banyak pegawai yang kehilangan pekerjaannya. Menurutnya, kebijakan yang dilakukan tidak memperhatikan sisi kemanusiaan.

Akibat polemik itu, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir saat itu menyatakan reorganisasi di LIPI tak akan memangkas jumlah pegawai. Hal itu disampaikan Nasir usai membahas polemik tersebut bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 8 Maret 2019.

“Jangan khawatir. Mereka (yang tidak setuju) kan isunya pemberhentian pegawai. Kan tidak ada pemberhentian pegawai, tidak ada pemberhentian pegawai di LIPI. Dalam hal ini reorganisasi itu biasa di dalam suatu lembaga,” kata Nasir, Jumat, 8 Maret 2019.

“Mereka dalam hal ini dianggap sesuatu yang meresahkan, padahal enggak ada apa-apanya. Ke depan kami akan sinkronkan dengan target yang dicapai, apa yang akan dicapai dengan struktur yang baru. Apa yang akan dicapai LIPI di masa depan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nasir mengatakan, reorganisasi di LIPI hanya meredistribusi pegawai dan menyederhanakan struktur sehingga semuanya berjalan secara efektif dan efisien. Menurut Nasir, kebijakan reorganisasi tersebut untuk sementara waktu dihentikan. Rencananya kebijakan tersebut disosialisasikan terlebih dahulu tujuan dan teknisnya.

“Sementara berhenti dulu, supaya tidak gaduh. Nanti akan kami ajak bicara detailnya. Apa sih yang diinginkan mereka. Ada lima deputi akan kami undang. Kami akan bicarakan target capaian LIPI ke depan apa. Reorganisasi yang dilakukan seperti apa. Dampak ini apa yang terjadi.”

Sejarah Singkat Terbentuknya LIPI

LIPI sendiri memiliki sejarah panjang sejak awal pembentukannya. Setelah melewati berbagai fase kegiatan ilmiah sejak abad ke-16 hingga tahun 1956, pemerintah Indonesia membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) melalui Undang-Undang (UU) No.6 Tahun 1956.

Kala itu, MIPI memiliki tugas membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam hal kebijaksanaan ilmu pengetahuan. Lalu, Pada tahun 1962, pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset Nasional (DURENAS) dan menempatkan MIPI di dalamnya dengan tugas tambahan membangun dan mengasuh beberapa lembaga riset nasional. Hingga pada tahun 1966, status DURENAS menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS).

Seiring berjalannya waktu, sejak Agustus 1967, pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI dengan SK Presiden RI No. 128 Tahun 1967. Setelah itu, pemerintah, lewat Keputusan MPRS No. 18/B/1967 membentuk LIPI dan menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI ke dalam lembaga tersebut.

Ada pun tugas-tugas pokok dari LIPI sendiri adalah:
(1)membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya;
(2)mencari kebenaran ilmiah di mana kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian serta kebebasan mimbar diakui dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945;
(3)mempersiapkan pembentukan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (sejak 1991, tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 179 tahun 1991).

Lalu, sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional dalam bidang iptek, lembaga ilmiah di Indonesia pun mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Menyikapi hal tersebut, peninjuan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi serta susunan organisasi LIPI terus dilakukan.

Di antaranya, penetapan Keppres No.128 Tahun 1967 tanggal 23 Agustus 1967 diubah dengan Keppres No.43 Tahun 1985. Hal tersebut masih disempurnakan lebih lanjut dengan Keppres No. 1 Tahun 1986 tanggal 13 Januari 1986 tentang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Terakhir, penyempurnaan dilakukan dengan penetapan Keppres No. 103 Tahun 2001.

Share: LIPI Musnahkan Puluhan Ribu Buku, Ada Apa Sebenarnya?