Isu Terkini

Tahun Baru Imlek: Perayaan Agama atau Budaya?

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Selasa, 5 Februari 2019, masyarakat Tionghoa di seluruh dunia akan merayakan tahun baru. Chinese New Year (CNY), atau yang lebih dikenal dengan istilah tahun baru Imlek, juga dirayakan oleh warga Tionghoa di Indonesia. Perayaan ini dimulai di hari pertama pada bulan pertama di tahun yang baru hingga Cap Go Meh, yakni tanggal kelima belas. Berbagai macam perayaan pun dilakukan di Indonesia. Mulai dari beribadah sampai pesta kembang api.

Meski sudah dirayakan di Indonesia, masih banyak masyarakat yang belum paham mengenai perayaan ini. Masih berseliweran pertanyaan-pertanyaan krusial seperti apakah Imlek merupakan perayaan sebuah agama tertentu atau sebuah kebudayaan milik masyarakat Tionghoa. Hal ini wajar mengingat warga Tionghoa yang jumlahnya tidak begitu banyak. Selain itu, perayaan-perayaan yang berhubungan dengan budaya Tiongkok juga belum secara masif terekspos di Indonesia.

Tahun Baru Imlek, Tidak Milik Agama Tertentu

Imlek adalah sebuah kata dari dialek Hokkian yang artinya kalender lunar. Hal ini mengakibatkan ucapan “selamat Imlek” tidak tepat. Tionghoa.info mengungkapkan kalau pengucapan yang tepat adalah ‘Selamat tahun baru Imlek’, agar maknanya menjadi ‘selamat tahun baru kalender lunar’.

Di Indonesia, tahun baru Imlek dirayakan oleh seluruh warga Tionghoa yang mayoritas beragama Budha dan Konghucu. Banyak dari umat Budha dan Konghucu yang datang ke wihara dan klenteng pada saat tahun baru Imlek. Hal ini secara tidak langsung membangun anggapan di Indonesia kalau tahun baru Imlek adalah milik agama tertentu. Padahal sebenarnya, anggapan ini salah.

Seperti yang kalian ketahui, umat Budha dan Konghucu memiliki hari rayanya masing-masing. Saat tahun baru Imlek, mereka memang beribadah di rumah ibadah. Meski demikian, tahun baru Imlek secara umum adalah pesta budaya warga Tionghoa yang tidak berkaitan dengan agama apapun. Kalau kalian adalah warga Tionghoa yang beragama Islam, tidak ada salahnya merayakan tahun baru dengan beribadah di masjid. Toh, yang terpenting adalah berdoa sesuai agama masing-masing demi tahun baru yang lebih baik.

Tahun Baru Imlek Mulai Dirayakan Secara Masif di Era Reformasi

Berbicara mengenai perayaan tahun baru Imlek semenjak Indonesia merdeka, kebebasan dalam merayakannya tidak selalu sama di tiap masa. Di masa Soekarno, warga Tionghoa masih diberi cukup kebebasan untuk merayakan berbagai perayaan. Beda halnya saat Indonesia di bawah kekuasaan Soeharto. Kala itu, aktivitas warga Tionghoa di Indonesia amat terbatas.

Di masa Reformasi, baru lah warga Tionghoa dapat merasakan kebebasan merayakan tahun baru Imlek kembali. Di tanggal 17 Januari 2000, presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6/2000 yang tujuannya adalah mencabut Instruksi Presiden No. 14/1967. Tahun baru Imlek pun kembali dirayakan sebagai sebuah hari libur nasional.

Perayaan Tahun Baru Imlek Sarat dengan Makna Budaya

Hal lain yang dapat memperjelas mengapa tahun baru Imlek adalah bagian dari budaya Tionghoa adalah makna-makna budaya yang begitu banyak dalam perayaannya. Setidaknya ada dua makna budaya yang mungkin kalian sendiri enggak sadar. Pertama, penggunaan kembang api. Dalam perayaan tahun baru Imlek, kembang api tidak hanya digunakan untuk menyemarakkan acara. Namun, kembang api memang memiliki makna lain dalam kepercayaan warga Tionghoa yakni mampu mengusir roh jahat. Kedua, penggunaan warna merah. Masyarakat Tionghoa percaya kalau merah memiliki makna kemeriahan dan kesenangan. Hal ini membuat ornamen-ornamen Imlek penuh dengan warna merah.

Share: Tahun Baru Imlek: Perayaan Agama atau Budaya?