Isu Terkini

Rupiah Jadi Mata Uang Terbaik ke-2 di Dunia, Kok Bisa?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Mata uang di setiap negara memiliki nilai yang berbeda-beda. Hal itu bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti kondisi kestabilan ekonomi dan politik, perbandingan harga ekspor dan impor, perbedaan suku tingkat bunga antar negara, dan lain sebagainya. Rupiah, sebagai mata uang Indonesia juga kerap mengalami perubahan nilai atau yang biasa disebut dengan kurs.

Menjelang akhir tahun 2018 lalu, kurs Rupiah sempat menjadi sorotan publik karena terus melemah. Hingga Oktober 2018, Rupiah menembus angka 15.000 per Dolar AS. Pemerintah pun terus disudutkan. Namun, baru-baru ini kabar baik kembali datang membawa angin segar.

Dikutip dari Bloomberg, sebuah media massa multinasional di Amerika Serikat mencatat bahwa Indonesia berhasil mempertahankan stabilitasnya dan menjadi mata uang terbaik kedua di dunia dari segi performa. Memang, hingga hari ini, kurs Rupiah terhadap Dolar AS sudah lebih kuat menjadi 14.160.

Baca juga: Sri Mulyani Ngomongin Kenapa Rupiah Melemah Hingga Enggak Pernah Mimpi Jadi Menteri

Kendati sempat melemah di tahun 2018, mata uang Indonesia ini berhasil meroket hinga dua persen dan menjadi yang terkuat di dunia dalam setengah tahun terakhir. Masih dengan data yang sama, Rupiah terlihat lebih kuat dari mata uang Jepang, Filipina, Kamboja, dan Korea Selatan. Sementara, mata uang Malaysia dan Turki tidak masuk 10 besar.

Sementara peringkat pertama dipegang Baht, mata uang Thailand yang pertumbuhannya melewati 5 persen. Baht sendiri berhasil menguat berkat cadangan devisa negara, surplus neraca berjalan, dan Dolar yang melemah.

Lalu, Mengapa Rupiah Bisa Jadi Terbaik ke-2 di Dunia?

Meski sempat terkena sentimen negatif di paruh akhir tahun 2018 kemarin, Rupiah berhasil mempertahankan stabilitasnya dan menjadi mata uang terbaik kedua di dunia dalam segi performa. Rupiah memang sempat menyandang ‘gelar’ sebagai mata uang terlemah kedua di Asia.

Namun, menurut laporan Bank Dunia, tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih stabil di 5,2 persen. Pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergejolak lantaran penguatan dan pelemahan terjadi dalam waktu singkat di 2019. Bila penguatan Rupiah terus bertahan, maka mata uang Tanah Air boleh dibilang mampu bangkit dari keterpurukan.

Bloomberg mencatat Rupiah jadi ‘best currencies’ ke-2 di dunia dalam 6 bulan terakhir.

Tentunya kebangkitan Rupiah hari ini didukung oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah karena perkembangan harga minyak dunia. Seperti ditulis CNBC, Selasa, 23 Januari 2019, pada pukul 08:19 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,19% dan light sweet melemah 0,45%.

Kondisi harga minyak itu menjadi kabar baik bagi Rupiah. Sebab, sebagai negara net importir minyak, Indonesia jadi lebih untung dengan biaya impor yang lebih murah. Hingga defisit transaksi berjalan bisa dikurangi. Rupiah pun akan punya ruang untuk menguat karena ada lebih banyak pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa.

Rupiah Masih Punya Tantangan

Meski saat ini Rupiah mengalami penguatan dalam segi performa, namun nilai tukarnya masih tidak menentu. Ada tantangan yang harus dihadapi agar kurs Rupiah bisa lebih baik lagi. Salah satunya adalah ketidakpastian sengketa dagang antara AS dan Tionghoa.

“Tantangannya adalah perundingan sengketa dagang AS-China dan Brexit yang masih terus dibayangi ketidakpastian,” kata Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah, Selasa, 22 Januari 2019 kemarin.

Sebagai informasi, kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu saat ini masih dalam tahap perundingan, untuk melanjutkan apakah akan meneruskan kembali perang dagang yang sudah berlangsung sejak tahun lalu.

Nanang menjelaskan, ketidakpastian yang terjadi di perekonomian global memang bisa menjadi pemicu kurs Rupiah kembali melemah. Sengketa perang dagang bahkan membuat angka pertumbuhan ekonomi negeri Tirai Bambu hanya tumbuh 6,6% sepanjang 2018 atau terendah sejak 1990.

Sementara Brexit, keinginan keluarnya Inggris dari zona Eropa pun masih penuh dengan tanda tanya. Terkini, Perdana Menteri Theresa May akan kembali ke parlemen untuk membahas mengenai cara terbaik bagi Inggris bercerai dari Uni eropa.

Baca juga: Maju-Mundur Inggris Raya Sejak Brexit

Meski adanya permasalahan global, Nanang meyakinkan bahwa pihak BI masih terus mengawal kestabilan Rupiah. Sebab kegiatan pasar yang masih mengalami perubahan dan investor yang terus masuk di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

“Tetapi kurs spot Rupiah dalam beberapa hari terakhir bergerak stabil. Mekanisme pasar berjalan tetap fluid, di tengah terjadinya arus masuk dana investor asing di pasar SBN dan saham. BI tetap berada di pasar untuk mengawal stabilitas Rupiah,” ujar Nanang.

Share: Rupiah Jadi Mata Uang Terbaik ke-2 di Dunia, Kok Bisa?