Isu Terkini

Polemik Supermarket Hero dan Hak Karyawan yang Menghantui

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

PT Hero Supermarket Tbk (HERO), salah satu toko serba ada di Indonesia kini sedang mengalami musim paceklik. Mereka menutup puluhan toko dan ratusan karyawan. Menurut keterangan General Manager Corporate Affairs PT Hero Supermarket Tbk Tony Mampuk, hal itu dilakukan perusahaannya demi efisiensi dan keberlanjutan bisnis.

“26 toko telah ditutup dan sebanyak 532 karyawan yang terdampak dari kebijakan efisiensi tersebut,” kata Tony Mampuk dalam rilisnya, Minggu, 13 Januari 2019.

Tony mengakui bahwa tempatnya bekerja saat ini sedang menghadapi masalah besar terkait bisnis. Salah satu masalahnya yaitu kinerja perusahaan yang memburuk sejak kuartal III di tahun 2018. Oleh sebab itu langkah efisiensi memang perlu dilakukan untuk keberlangsungan usaha. Perusahaan pun harus memkasimalkan produktivitas dengan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya.

Di kuartal III, Hero mengalami penurunan total penjualan sebesar 1% menjadi Rp9,94 triliun. Penurunan itu terutama disebabkan oleh penjualan bisnis makanan yang lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Walaupun untuk bisnis nonmakanan, kata Tony, tetap menunjukkan pertumbuhan yang kuat.

“Sampai dengan kuartal III-2018, PT Hero Supermarket mengalami penurunan total penjualan sebanyak 1% atau senilai Rp 9,849 triliun dimana perolehan tahun 2017 adalah Rp9,961 miliar,” ungkap Tony.

Pada kuartal yang sama, penjualan bisnis makanan diketahui turun 6%. Hal itu mengakibatkan kerugian operasi sebesar Rp163 miliar. Nilai tersebut tentunya lebih tinggi dibanding kerugian di periode sama di tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp79 miliar saja.

Keputusan penutupan gerai dan efisiensi karyawan pada divisi food business dinilai perusahaan sebagai langkah terbaik untuk menjaga laju bisnis. Sebab, tantangan di bisnis makanan merupakan salah satu masalah yang harus dibenahi pada 2019. Sementara itu, pada 30 September 2018 lalu, Hero tercatat mengoreperasikan 448 gerai yang terdiri dari  59 Giant Ekstra, 96 Giant Ekspres, 31 Hero Supermarket, 3 Giant Mart, 258 Guardian Health % Beauty, dan 1 toko IKEA.

Menurut pengakuan Tony, dari jumlah karyawan yang di-PHK, 92% karyawan telah menerima dan menyepakati untuk mengakhiri hubungan kerja. Ia juga mengatakan bahwa para karyawan telah mendapatkan hak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Dari 532 karyawan yang terdampak kebijakan efisiensi tersebut, 92% karyawan telah menerima dan menyepakati untuk mengakhiri hubungan kerja serta telah mendapatkan hak sesuai UU Nomor 13 tentang ketenagakerjaan,” ujar Tony.

Serikat Buruh Berunjuk Rasa

Ribuan pekerja dari Serikat Pekerja Hero Supermarket (SPHS) menyampaikan aspirasinya di depan kantor pusat Hero Supermarket jalan Boulevard Bintaro, Pondok Aren, Tangerang Selatan, pada Jumat, 11 Januari 2019 kemarin. Mereka para pengunjuk rasa menilai Hero telah melakukan PHK sepihak kepada puluhan karyawan.

“Telah terjadi pelanggaran perjanjian kerja bersama yang dilakukan oleh manajemen Hero Supermarket, yaitu terkait dengan adanya PHK massal di beberapa toko. Padahal PHK massal tersebut sudah diatur dalam PKB (Perjanjian Kerja Bersama) itu tidak bisa. Ketika toko tutup, seharusnya pekerjanya itu ditempatkan di toko-toko yang lain yang ada yang masih aktif,” demikian ujar Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat di hadapan ribuan massa aksi.

Para demonstran yang berseragam merah itu sendiri datang dari berbagai daerah. Mereka berkumpul di depan Giant Supermarket Bintaro demi mengkritik kebijakan manajemen Hero yang melakukan pelanggaran ketenagakerjaan. Mereka juga menuntut beberapa hal.

“Yang pertama, pekerja yang di PHK untuk dipekerjakan kembali, yang kedua pecat oknum supermarket yang mencoba memecah belah SPHS, yang ketiga jika ada sesuatu harus berunding dengan SPHS,” kata Mirah.

Hak Karyawan yang di-PHK

Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila: pekerja meninggal dunia, jangka waktu kontak kerja telah berakhir, adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, serta adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Dalam pasal 156 UU Ketenagakerjaan, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Uang pesangon sendiri tertulis dalam UU Ketenagakerjaan pasal 156 ayat 2, dengan aturan sebagai berikut:

> 1 tahun dapat 1 bulan gaji,

> 1-2 tahun dapat 2 bulan gaji,

> 2-3 tahun dapat 3 bulan gaji,

> 3-4 tahun dapat 4 bulan gaji,

> 4-5 tahun dapat 5 bulan gaji,

> 5-6 tahun dapat 6 bulan gaji,

> 6-7 tahun dapat 7 bulan gaji,

> 7-8 tahun dapat 8 bulan gaji,

> 8 tahun dapat 9 bulan gaji

Sehingga apabila ada seorang karyawan yang terkena PHK setelah 10 tahun bekerja di perusahaan, dengan gaji terakhirnya sebesar Rp 6.000.000, maka pesangon yang harusnya diterima adalah 9 x 6.000.000 = Rp 54.000.000.

Selain uang pesangon, karyawan juga punya hak mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak, seperti uang dari cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja; penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; serta hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Share: Polemik Supermarket Hero dan Hak Karyawan yang Menghantui