Isu Terkini

Longsor dan Kapal Tenggelam, Mengapa Musim Hujan Sering Terjadi Bencana?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Musim hujan di Indonesia telah tiba. Dilansir dari situs resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), prakiraan musim hujan yang terjadi di 2018/2019 dimulai pada Oktober 2018 dengan persentase 22,8%, November 43,0%, dan Desember 24,9%. Jadi tak heran mengapa dalam satu minggu ini, hampir setiap hari hujan turun cukup deras setiap sore.

Sedihnya, musim hujan yang mestinya membawa banyak manfaat dari setiap air yang diturunkan, justru menjadi sebuah ancaman bencana di sebagian wilayah. Misalnya saja yang terjadi di Kelurahan Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, berkat hujan yang turun terus menerus, akhirnya ada sebuah rumah yang terkena longsor bahkan sempat membuat akses jalan terputus.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jupan Royter mengatakan kejadian bermula saat hujan deras sejak siang hari. “Kejadiannya longsor pukul 16.10 WIB. Kondisi saat ini sedang dilakukan penanganan pengangkatan saluran PHB agar tidak banjir dan rencananya besok akan dikirimkan alat berat untuk mengangkat sampah yang ada,” kata Jupan Royter, Senin, 26 November 2018.

Penanganan bencana dilakukan tidak hanya BPBD, melainkan juga Dinas Tata Air, Dinas Bina Marga dan PSU. Bahkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga ikut turun meninjau lokasi longsor di Kalisari, pada Selasa, 27 November 2018.

Tak hanya di darat, bencana juga terjadi di perairan sekitar Pulau Kapoposangbali di Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada kecelakaan kapal yang menyebabkan tujuh awak kapal dilaporkan hilang dan 7 lainnya selamat. Adakah KM Multi Prima tujuan Surabaya-Waingapu, yang dilaporkan tenggalam sekitar pukul 18.00 Wita pada hari Sabtu, 24 November 2018 kemarin.

Humas Kantor SAR Mataram, I Gusti Lanang Wiswananda mengatakan, hingga Minggu, 25 November 2018 siang, pencarian ketujuh korban KM Multi Prima masih dilakukan. Penyebab KM Multi Prima tenggelam, kata Wiswananda diduga akibat cuaca dan gelombang yang kurang bersahabat.

Lalu, mengapa musim hujam menjadi seakan musim bencana?

Meningkatnya curah hujan diperkirakan akan tetap dominan di Indonesia, dan hal ini akan berakibat pada bencana yang perlu diwaspadai. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho bahkan juga sudah mengingatkan tentang hal tersebut.

“Saat ini, wilayah Indonesia akan memasuki musim penghujan, diperkirakan banjir, longsor dan puting beliung akan banyak terjadi. Masyarakat dihimbau untuk selalu waspada. Kenali bahayanya dan kurangi risikonya,” kata Sutopo dalam keterangan pers pada Kamis, 25 Oktober 2018.

BNPB sendiri telah mendata bahwa selama tahun 2018, bencana hidrometeorologi tetap dominan dengan 605 kejadian puting beliung, 506 kali banjir, 353 kebakaran hutan dan lahan, 319 kali longsor, serta 33 kali gelombang pasang dan abrasi. Banjir bandang di Mandailing Natal pada 12 Oktober 2018 kemarin misalnya, bahkan menyebabkan 17 orang meninggal dunia dan 2 orang hilang.

Syukurnya, longsor yang baru terjadi di Kalisari kemarin tidak menyebabkan jatuhnya korban, namun ada satu rumah yang ambruk ditelan tanah. Potensi longsor di Pulau Jawa sendiri memang meluas di daerah-daerah yang memiliki topografi pegunungan, perbukitan, dan di lereng-lereng tebing yang di bawahnya banyak permukiman. Baik di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sama-sama memiliki potensi dari ancaman longsor.

Lalu mengapa hujan bisa menyebabkan longsor? Ya, selain menyebabkan banjir pada daerah yang kurang resapan dan banyak sampah, banjir juga sangat fatal bagi bencana longsor. Hal itu terjadi karena tanah yang terlalu banyak menyimpan air akan terjadi kejenuhan tanah dan mengakibatkan air limpasan (runoff).

Tanah longsor sendiri dapat terjadi karena berbagai pemicu, dan semua itu tergantung dari kondisi tanah, kelerengan, vegetasi, dan terakhir adalah curah hujan dan kejenuhan tanah. Sudah pasti, kalau curah hujan terlalu ekstrim akan menyebabkan tanah semakin mudah longsor. Namun perlu diketahui juga tanah yang basah itu sebenarnya relatif kuat, tetapi tanah yang jenuh air justru mengurangi kekuatan lereng.

Daerah rawan longsor sendiri punya beberapa ciri, misalnya:

  1. Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat,
  2. Lapisan tanah tebal di atas lereng,
  3. Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik,
  4. Lereng terbuka atau gundul,
  5. Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing,
  6. Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran-longsoran kecil,
  7. Adanya aliran sungai di dasar lereng,
  8. Pembebanan yang berlebihan pada lereng seperti adanya bangunan rumah atau saranan lainnya, dan
  9. Pemotongan tebing untuk pembangunan rumah atau jalan

Gubernur DKI Anies Baswedan sendiri  mengaku kalau di wilayah Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur sudah masuk dalam kawasan hijau, dan di sana tidak seharusnya berdiri sebuah bangunan.

“Ada ketinggian tanah yang perbedaanya signifikan. Bagi warga yang rumahnya tak memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan berdiri dalam kawasan hijau, salah satu solusinya adalah membongkar bangunan,” bebernya.

Share: Longsor dan Kapal Tenggelam, Mengapa Musim Hujan Sering Terjadi Bencana?