(Memuat sedikit spoiler)
Enggak tahan untuk enggak nyanyi sepanjang film. Itu sih kesan saya selama nonton biopik Queen berjudul Bohemian Rhapsody yang ditayangkan tepat 43 tahun setelah lagu dengan judul yang sama dirilis. Seenggaknya, saya enggak merasa membuang waktu dengan nonton film berdurasi 134 menit ini.
Bagi saya, pecinta lagu-lagu lawas tentu durasi lebih dari 2 jam ini gak berasa. Penonton diajak bernostalgia kembali dengan menyaksikan sosok Freddie Mercury yang diperankan oleh Rami Malek menyanyikan sejumlah lagu kenamaan Queen. Bahkan rasanya hampir lupa kalau itu bioskop bukan tempat karaoke. Hahaha.
Cerita dari film yang ditulis Anthony McCarten (penulis Darkest Hour) ini sendiri mengisahkan perjalanan grup band Queen yang awalnya bernama Smile. Ya, meskipun jalan ceita film sebenernya lebih terfokus pada sosok sang vokalis yang terkenal karismatik dan flamboyan, Farrokh Bulsara alias Freddie Mercury. Tapi tetep ada kok cerita di balik terbentuknya grup band legendaris ini, mulai dari perjuangan awal sampai masuk dapur rekaman. Bahkan ada juga cerita di balik lagu Bohemian Rhapsody itu sendiri, hingga konflik internal ketika Freddie mulai lebih mendominasi popularitas dibanding rekan-rekannya yang lain dan tergiur dengan tawaran bersolo karir.
Persona Freddie yang kompleks dengan segala permasalahan hingga preferensi seksualnya lebih banyak menyita durasi film. Sementara, tiga personil lain (Roger Taylor, Brian May, dan John Deacon) hanya muncul bak pelengkap yang selalu nongol bareng dalam satu scene tanpa penggambaran yang lebih jelas ke penonton soal karakter masing-masing. Tapi, lagi-lagi menurut saya enggak masalah, mengingat sosok Freddie yang ikonik dan begitu melegenda. Berbeda mungkin dengan para penggemar fanatik Queen yang bisa jadi kurang puas dengan film ini.
Memang banyak hal yang sebenarnya kurang pengekspoloran secara dalam film ini. Misalnya, fase kritis ketika Freddie divonis mengidap AIDS dan hanya ditemani Mary Austin dan Jim Hutton. Tapi, paling enggak film ini ngasih gambaran gimana karakter dan arogansi Freddie, serta perjalanan dan pasang surut sang legenda.
Seperti yang sudah saya katakana di atas, sosok Rami Malek pun berhasil (bisa saya katakana seperti itu) memerankan tokoh Freddie. Rami Malek will rock you! Cara Fredidie senyum, ngomong, hingga aksi panggung benar-benar dieksekusi dengan baik oleh Rami Malek. Kalau kata sejumlah fans fanatik Queen sih, Rami Malek kurang tinggi sehingga sekilas enggak cocok memerankan Freddie. Tapi bagi saya, Rami Malek justru bisa menghidupkan karakter Freddie.
Salah satu bagian cerita paling emosional bagi sayaadalah ketika Freddie menyadari kalau dia ialah seorang homoseksual.. Kondisinya jadi enggak biasa karena dia terlanjur ngeelamar Mary Austin. Penonton dibikin baper di bagian ini dengan akting Rami Malek dan Lucy Boynton. Apalagi diputerin mars patah hati, Love of My Life. Bagian lainnya adalah ketika pers kala itu lebih terobsesi dengan sosok Freddie dan preferensi seksualnya ketimbang karya Queen sendiri. Ini bisa dibilang sesuai dengan kata-kata Mary Austinyang kira-kira bunyinya: “Your life is going to be very difficult, Freddie”. Dan memang serumit itu akhirnya.
Khalayak juga rasanya sepakat kalau bagian paling bikin merinding di film ini adalah scene konser LIVE AID di Wembley Stadium. Set-nya dibikin persis kayak tahun 1985. Salah satu penampilan Freddie paling ganjen bersama Queen, ya di konser ini. Dua kali saya nonton film ini, dua kali saya merinding di bagian ini. Mulai dari lagu pertama sampai lagu terakhir, “We Are the Champion”, ngeliat ribuan penonton ikutan nyanyi dipimpin Freddie itu bikin dan bulu kuduk berdiri. Sebagai penonton aja, saya merinding. Kebayang gak sih sensasinya yang nonton langsung saat itu?
Jujur, saya itu tertarik nonton film ini karena awal prpoduksinya udah menyimpan drama tersendiri. Sang sutradara, Bryan Singer, dipecat di tengah jalan dan digantikan sama Dexter Fletcher. Tapi, lepas dari drama di balik proses produksi dan adanya bebagai kritik, menurut saya film ini tetap sangat layak ditonton. Saya yakin, sepanjang film penonton akan merasakan berbagai ekspresi. Mulai dari ketawa, haru, joget-joget di tempat duduk, enggak bisa berhenti karaoke sampai merinding akan dialami sepanjang nonton. Bahkan saya duduk manis dalam bioskop sampai credit title habis karena lagu favorit saya dari band Inggris ini dijadiin backsound.Saya pribadi sangat menikmati film ini sampai selesai. Kamu sendiri gimana?