Isu Terkini

Salah Kaprah Soal Pailit Teh Celup Sariwangi, Begini Penjelasan Sebenarnya

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Asumsi.co

Sudah dua hari ini publik dihebohkan dengan kabar jika teh celup legendaris Sariwangi dinyatakan pailit. Bahkan, di media sosial, banyak yang prihatin, sedih, sampai menyampaikan kalimat perpisahan layaknya sesuatu yang tak akan muncul lagi. Padahal, ceritanya tidak demikian. Lalu, bagaimana?

Bahkan banyak yang mengira lantaran teh celup Sariwangi benar-benar gulung tikar, berarti tidak akan produksi lagi sehingga masyarakat tidak akan pernah menyeruput secangkir teh Sariwangi di pagi hari. Sebenarnya sudah banyak yang salah kaprah sehingga masyarakat pun menerima informasi yang setengah-setengah.

Jadi sebenarnya, dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembatalan homologasi dari PT Bank ICBC Indonesia terhadap PT Sariwangi Agricultural Estate Agency, dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung. Dengan status tersebut, saat ini, dua perusahaan perkebunan teh itu pun resmi menyandang status pailit.

“Mengabulkan permohonan pembatalan perdamaian atau homologasi dari pemohon (ICBC), menyatakan perjanjian homologasi batal, menyatakan termohon 1 (Sariwangi), dan termohon 2 (Indorub) pailit dengan segala akibat hukumnya,” demikian kata Ketua Majelis Hakim Abdul Kohar saat membacakan amar putusan, Selasa, 16 Oktober 2018 di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Lalu, dalam pertimbangannya, Hakim Abdul menyatakan bahwa Sariwangi dan Indorub telah terbukti lalai menjalankan kewajibannya sesuai rencana perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terdahulu. Apalagi, Sariwangi ternyata tak pernah datang di sepanjang persidangan. Sehingga, tanpa jawaban atas permohonan, Majelis Hakim menilai permohonan ICBC benar belaka. Selama persidangan, hanya pihak Indorub saja yang hadir.

Jumlah Utang PT Sariwangi

Menurut catatan Bank ICBC, PT Sariwangi AEA dan Indorub telah mencapai homologasi ketika menjalani proses PKPU pada 9 Oktober 2015. Dalam PKPU tersebut, Sariwangi memiliki utang senilai Rp 1,05 triliun, sementara Indorub punya utang senilai Rp 35,71 miliar.

Total utang Rp 1,05 triliun yang dipikul PT Sariwangi AEA tersebut terdiri dari pinjaman dari lima kreditur separatis (dengan jaminan) sebesar Rp 719,03 miliar, 59 kreditur konkuren (tanpa jaminan) Rp 334,18 miliar, dan kreditur preferen (prioritas) Rp 1,21 miliar. Sementara kewajiban Indorub senilai Rp 35,71 miliar, perinciannya adalah lima kreditur separatis senilai Rp 31,50 miliar, 19 kreditur konkuren senilai Rp 3,28 miliar, dan kreditur preferen sebesar Rp 922,81 juta.

Namun, hingga 24 Oktober 2017, ICBC sendiri memiliki tagihan senilai Rp 288,93 miliar kepada Sariwangi, dan Rp 33,82 kepada Indorub. Nilai Tagihan tersebut sudah termasuk bunga yang juga harus dibayarkan Sariwangi dan Indorub.

Sebenarnya pada tahun 2015 lalu, PT Sariwangi AEA sendiri pernah digugat pailit oleh beberapa kreditur (pemberi utang) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Namun PT Sariwangi AEA sebagai pihak debitur (pihak yang diberi utang) akhirnya berdamai (homologasi) dengan para kreditur, salah satunya Bank ICBC, lewat putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada Oktober 2015.

Bank ICBC memiliki perjanjian dengan PT Sariwangi AEA untuk mencicil pembayaran utang plus bunga selama enam tahun setelah masa tenggang (2 tahun) pasca homologasi. Dalam artian, PT Sariwangi harus memulai pembayaran utang kepada Bank ICBC mulai Oktober 2017 hingga enam tahun setelahnya.

Dalam hal ini, rinciannya adalah sebanyak 2 persen dari utang pokok akan dibayar setiap tahun sejak tahun pertama hingga keempat. Selanjutnya 22,5 persen utang pokok akan dibayarkan tiap tahun pada tahun kelima dan keenam. Sisanya, sebanyak 48 persen dari sisa utang pokok akan dibayar pada tanggal jatuh tempo.

Sementara untuk bunganya akan dibayarkan selama delapan tahun dengan rincian 4,75 persen akan dibayarkan pada tahun pertama dan kedua. Sebesar 5,5 persen akan dibayar pada tahun ketiga dan keempat. Dan 6,5 persen akan dibayar pada tahun kelima dan keenam. Sedangkan pada tahun ketujuh dan kedelapan Sariwangi harus membayar bunga sebesar 7,5 persen.

Akibat tak kunjung membayar utangnya sesuai perjanjian, Bank ICBC kembali menggugat PT Sariwangi AEA ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada pertengahan 2018. Dalam gugatannya tersebut, Bank ICBC meminta pembatalan perjanjian damai (homologasi) antara pihaknya dengan PT Sariwangi AEA.

Nah, dalam putusannya itulah, majelis hakim pun akhirnya mengabulkan gugatan Bank ICBC dan menyatakan PT Sariwangi AEA pailit. Tak hanya PT Sariwangi AEA, majelis hakim juga memutus pailit PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung juga karena tak mampu membayar utang Rp 33,82 miliar kepada Bank ICBC.

Perusahaan Pailit, Teh Celup Sariwangi Tetap Produksi

Jadi, dari penjelasan di atas, sudah jelas bahwa yang pailit itu adalah perusahaannya dalam hal ini PT Sariwangi AEA. Sementara brand atau merek Sariwangi sendiri dalam kondisi baik-baik saja dan tidak terpengaruh dengan masalah pailit ini, serta akan tetap diproduksi seperti biasa.

Maka dari itu, konsumen tetap akan bisa menikmati teh celup Sariwangi. Hal itu karena merek dagang teh celup Sariwangi sendiri merupakan milik PT Unilever Indonesia Tbk dan sudah diakuisisi oleh Unilever pada 1989 silam. Selain itu, sejumlah aset PT Sariwangi AEA berupa mesin-mesin juga sudah dibeli Unilever.

“Berkaitan dengan berita yang beredar mengenai salah satu brand kami yaitu SariWangi, Unilever sebagai pemilik brand ingin menyampaikan bahwa Unilever tetap memproduksi SariWangi sehingga masyarakat Indonesia tetap bisa menikmati teh SariWangi,” demikian pernyataan Unilever dalam keterangan resminya, Kamis, 17 Oktober 2018.
Terkait hubungan perusahaan dengan PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (MPISW), Unilever pun menegaskan bahwa keduanya bukan anak perusahaan mereka. Memang benar jika Sariwangi AEA pernah menjadi rekanan usaha Unilever untuk memproduksi merek teh Sariwangi, tapi saat ini sudah tidak memiliki kerja sama apa pun dengan Sariwangi AEA.

“Sementara mengenai PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (MPISW), keduanya bukan merupakan bagian ataupun anak dari PT Unilever Indonesia Tbk,” kata Unilever.

“Jadi, PT Unilever Indonesia Tbk, akan tetap memproduksi teh celup Sariwangi sehingga teh celup Sariwangi akan terus bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia.”

PT Sariwangi AEA merupakan pencipta merek teh Sariwangi. Perusahaan tersebut berdiri sejak 1962 dan mengeluarkan produk tersebut pada 1973. Kala itu, Sariwangi merupakan produk teh celup pertama di Indonesia. Pada 1983, merek teh tersebut kemudian diakuisisi oleh Unilever.

Jelas ya yang pailit itu perusahaannya, kalau brand dan merek Sariwanginya akan tetap eksis di bawah naungan Unilever. Jadi, nanti teh celup Sariwangi kebanggaan banyak orang itu, masih akan dijual di warung-warung kelontong, pasar, hingga supermarket di Indonesia, karena akan tetap diproduksi oleh Unilever.

Share: Salah Kaprah Soal Pailit Teh Celup Sariwangi, Begini Penjelasan Sebenarnya