Isu Terkini

Panggil BEM Karena Meme, Tindakan UI Dinilai Bentuk Pembungkaman

Irfan — Asumsi.co

featured image
Instagram.com\bemui_official

​Mahasiswa makin jengah. Ketidakselarasan antara ucapan presiden dengan kebijakan di lapangan membuat mereka makin sangsi atas kepemipinan Joko Widodo. Kekinian, kejengahan itu diekspresikan lewat unggahan media sosial Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia di Twitter, Minggu (28/6/2021).

​Memasang foto presiden dengan mahkota, BEM UI memberi gelar Jokowi sebagai King of Lip Service. Julukan itu diberikan BEM UI bukan tanpa sebab. Dalam unggahannya, BEM UI menyebut Jokowi sering mengobral janji manis yang tidak disusul oleh praktik di lapangan.

​”Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitasnya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya,” demikian salah satu cuitan di utas itu.

​Namun, gelar ini bukan kali pertama disematkan mahasiswa untuk Jokowi. Februari 2021 lalu, Aliansi Mahasiswa Universitas Gajah Mada juga memberi gelar serupa. Diunggah di akun @UGMBergerak, “adik-adik” satu almamater Jokowi ini memberinya “anugerah” juara umum lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan.

Cuitan kawan-kawan UGM ini juga viral. Namun bedanya, mereka tidak dipanggil oleh rekrtorat UGM. Sementara kawan-kawan di UI, belum sehari mengunggah poster tersebut, sudah keburu dipanggil oleh elite kampus. Padahal, hari itu hari Minggu saat kegiatan perkuliahan libur. ​Mengutip Detik, Kepala Humas dan KIP UI, Amelita Lusia menjelaskan pemanggilan BEM UI oleh rektorat adalah bentuk sikap tegas UI.

​”Atas pemuatan meme tersebut di media sosial, Universitas Indonesia mengambil sikap tegas dengan segera melakukan pemanggilan terhadap BEM UI pada sore hari Minggu, 27 Juni 2021,” katanya.

Apa Saja yang Dibicarakan?

​Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra, kepada Tempo menyebut pemanggilan dirinya mewakili BEM UI oleh rektorat untuk mengklarifikasi unggahan “The King of Lip Service” di Twitter. Pihak UI, kata Leon, sempat meminta BEM UI menghapus unggahan tersebut. Nama Fadjroel Rachman, Juru Bicara Presiden turut juga disinggung.

​”UI juga menyinggung cuitan Fadjroel Rachman bahwa BEM UI berada di bawah pimpinan UI, sehingga UI memanggil kami,” kata Leon menyebut cuitan mantan aktivis mahasiswa dekade 80 itu.

​Kendati demikian, pihaknya bersikukuh tidak akan mencabut unggahan tersebut. Sebab, unggahan itu adalah sikap organisasi dan diunggah berdasarkan basis data yang benar terjadi di lapangan. “Kami akan mempertahankan postingan itu dan itu bentuk kritik kami, karena kami juga punya dasar,” kata Leon.

Baca juga: Makna Insiden ‘Kartu Kuning’ yang Dilakukan BEM UI untuk Jokowi | Asumsi
​Menurut Leon, rektorat menyampaikan akan membahas hal tersebut di level pimpinan untuk menyesuaikan dengan tata kelola universitas. Ia mengaku tak mengetahui apakah ini akan berujung sanksi kepada BEM UI.

​Sementara itu, dosen komunikasi UI, Ade Armando memaparkan cerita berbeda. Melalui Twitter-nya, Ade yang sejak kemarin aktif menggunggah informasi soal Leon menyebut kalau pemanggilan rekrtorat UI pada BEM UI hanya sekadar ngobrol-ngobrol saja.
​”Tidak ada ancaman sanksi dan perintah menghapus tweet. Monggo protes lagi,” cuit Ade.
​Pembungkaman kebebasan akademik yang diembuskan banyak pihak pada pemanggilan ini juga disebut oleh Ade sebagai narasi belaka dari para pembela BEM UI.

Bentuk Pembungkaman?

​Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menyebut surat pemanggilan oleh birokrat UI kepada BEM UI mengindikasikan kampus sudah jadi bagian dari aktor pembungkaman kebebesan berpendapat. Hal ini menunjukan kebebasan sipil menjadi lebih sempit.

​”Sehingga sudah semakin nyata bahwa kebebasan sipil semakin kerdil dan menyerang suara-suara yang menyatakan kebenaran kepada publik,” kata Isnur dalam keterangan tertulis yang diterima Asumsi.co, Senin (28/6/2021).

Baca juga: Mahasiswa S2 UI Tuntut Pengurangan Biaya Kuliah Saat Pandemi COVID-19 | Asumsi
​BEM UI juga nyatanya tidak hanya menghadapi pemanggilan dari pihak kampus, tetapi juga serangan pendengun di media sosial. Serangan tidak hanya ke lembaganya, melainkan juga ke pribadi Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra. “Adapun juga saat ini konten yang diunggah dalam Instagram BEM UI diserang oleh buzzer melalui kolom komentar dan juga menyerang Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra,” ucap dia.

​YLBHI bersama Aliansi Masyarakat Sipil juga mengecam segala bentuk pembungkaman terhadap kebebasan sipil. Mereka juga meminta pemerintah menjamin kebebasan berpendapat.

​”Kami juga mendesak Birokrat Universitas Indonesia untuk menjamin kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Indonesia yang telah dijamin oleh konstitusi. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut bersolidaritas dalam mengawal kasus kebebasan berpendapat BEM UI,” kata dia.

​Senada, Direktur Eksekutif SETARA Institute dan Pengajar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah, Ismail Hasani menyebut kritik BEM UI terhadap Jokowi adalah bagian dari kebebasan warga negara dalam mengeluarkan pendapat. Dengan demikian, kampus seharusnya memfasilitasi hak konstitusional tersebut dengan menjamin kebebasan akademik para mahasiswanya.

​”Terlebih, memang peran mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), dan penjaga moral (moral force), sehingga mereka memiliki kewajiban moral untuk melakukan kritik terhadap pemerintah,” kata Ismail kepada Asumsi.co, Senin (28/6/2021).

​Keterangan pihak UI bahwa mereka sangat menghargai kebebasan menyampaikan pendapat sangat bertolakbelakang dengan tindakannya yang justru memanggil BEM UI dengan dalih bagian dari pembinaan kemahasiswaan. Pemanggilan tersebut, kata dia, disertai keterangan-keterangan pihak kampus yang menyudutkan BEM UI, secara eksplisit justru mencerminkan tindakan pengekangan kebebasan berpendapat mahasiswa.

​”Selain itu, keterangan pihak kampus yang menyebutkan bahwa apa yang dilakukan BEM UI bukan cara menyampaikan pendapat yang benar adalah bentuk penyempitan hak-hak Konstitusional warga negara dalam menyampaikan pendapat,” ujar dia.

​Padahal, kata Ismail, substansi kritikan BEM UI tersebut justru mencerminkan realitas politik yang seharusnya dijadikan evaluasi oleh pemerintah. BEM UI juga mencantumkan pelbagai referensi mereka dalam membuat kritikan tersebut, sehingga kritikan tersebut memang ada basisnya. Poin-poin kritikannya pun juga menjadi kritikan organisasi masyarakat sipil terhadap pemerintahan kini, seperti terkait pelemahan KPK dan pasal karet UU ITE serta implikasinya.

​”Kampus adalah tempat untuk tumbuh dan berkembangnya kebebasan berpikir, berpendapat, dan kemerdekaan pikiran. Dengan kondisi demikian, kampus seharusnya menjadi tempat untuk pilar-pilar demokrasi. Kritikan-kritikan terhadap pemerintah justru menjadi cerminan implementasi ilmu yang dipelajari di kampus,” ujar dia.​

Share: Panggil BEM Karena Meme, Tindakan UI Dinilai Bentuk Pembungkaman