Keluarnya film ‘Crazy Rich Asian’ ini pas banget dengan memanasnya situasi di Amerika Serikat terkait isu imigran. Akhirnya, premiere Crazy Rich Asians jadi dibanjiri pujian oleh para imigran yang ada di sana. Tapi gimana dengan filmnya sendiri? Apakah layak untuk terima pujian?
Crazy Rich Asian ini sendiri diangkat dari novel karangan Kevin Kwan tahun 2013. Diperankan oleh pemain kondang seperti Constance Wu, Henry Golding, Michelle Yeoh, Ken Jeong, Awkafina dan banyak lagi. FYI aja, latar ceritanya seputar orang kaya dan rakyat jelata yang saling jatuh cinta tapi akhirnya bisa menikah. Sebelas-dua belas lah dengan cerita-cerita drama serial Korea, sinetron lokal, atau FTV buatan dalam negeri kita. Itu plot utamanya. Cuman tentunya dikemas secara apik dan ala Hollywood yang mewah dan megah.
Karena Crazy Rich Asian adalah hasil adaptasi dari sebuah novel, ini mengingatkan saya pada pemahaman kalau film yang diangkat dari buku itu bukanlah hal mudah untuk dieksekusi ke layar lebar. Buktinya, banyak banget film hasil adaptasi berbuah kekecewaan dari kacamata para penonton. Contohnya adalah novel Percy Jackson, The Golden Compass dan juga Eragon. Kekecewaan tersebut bisa jadi disebabkan imajinasi yang berbeda-beda dari tiap pembaca terhadap cerita dari buku itu. Untungnya, saya enggak baca novel ini. Jadi saya tidak punya ekspektasi khusus terhadap filmnya.
Alhasil, saya bisa menikmati tiap menit yang berjalan selama nonton di bioksop. Alur cerita berhasil diurutkan secara rapi dan juga halus. Dari titik nol ke puncak konflik tidak langsung naik begitu saja. Pengenalan tokohnya juga baik, tidak dibutuhkan waktu lama untuk mengetahui background dari karakter utama. Penonton juga diberikan semacam “rambu” terhadap konfilk yang akan terjadi.
Art dan casting di film ini termasuk dua hal yang harus diapresiasi karena bagus banget. Art-nya berhasil memberikan kesan bahwa film ini sangatlah extravagant. Mulai dari penggunaan warna merah yang sangat oriental dan juga banyaknya warna emas yang melambangkan keberuntungan dalam feng shui. Pengambilan gambarnya juga ok karena berhasil memperlihatkan kemewahan yang benar-benar “wah”. Padahal ada banyak film dengan tema Asia yang sudah berusaha memperlihatkan kemewahan untuk menyokong cerita tapi masih terasa kurang baik. Biasanya ini terkait pengambilan gambar dan juga penataan cahaya yang kurang baik sehingga menimbulkan kesan “biasa aja”. Tapi di film ini, mereka berhasil memperlihatkan ke-tajir-an itu. Tim dari casting juga berhasil memilih aktor dan aktris yang cocok dengan setiap karakter yang mereka perankan. Akting yang sangat luwes memberikan kesan seakan mereka tidak sedang akting namun menjadi diri mereka sehari-hari.
Ada beberapa hal yang menarik bagi saya pribadi. Pertama, judulnya sendiri adalah Crazy Rich Asians tapi yang digambarkan hanyalah Asia Timur, khususnya mereka dengan latar budaya Tiongkok. Padahal Asia itu luas banget. Apa iya yang crazily rich itu hanya mereka yang memiliki darah keturunan Tiongkok? Bagaimana dengan keturunan Asia lainnya?
Kedua, Crazy Rich Asians ini bisa juga memperluas pengetahuan kita tentang kehidupan extravagant seorang konglongmerat Singapur yang ingin melakukan apa saja demi pasangannya. Setting tempat dan juga penggunaan warna yang sangat beragam bisa memberikan rasa iri kepada para “sobat misqin” jagat Twitter. Daripada keki dan merasa terpacu untuk merasakan hidup mirip-mirip kemewahan mereka, ada baiknya film ini enggak ditonton setelah gajian. Bisa-bisa kita jadi tergoda untuk menghabiskan semua gaji kita dalam sekejap karena enggak tahan akan “godaan” untuk merasakan hidup ala mereka. 🙂
Tapi, menurut kabar burung, adegan yang ada di film tidak sama persis dengan ada yang di buku. Contohnya, ending-nya. Di buku, ending-nya dibuat “gantung” sehingga dapat dibuat sequel-nya. Sementara filmnya tidak berakhir seperti itu. Jadi, gimana nasib novel kelanjutannya? Akankah ada film lanjutannya? Kalau iya, akankah diperankan dengan pemain-pemain yang sama?