Isu Terkini

Nasib Sakti Peksos Jakarta: Gaji Diturunkan, Tidak Ada Jaminan Kesehatan, Hingga Tugas yang Membahayakan

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Mantan Menteri Sosial Idrus Marham beberapa bulan lalu sempat menjanjikan kenaikan gaji untuk Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos). Hal itu ia ungkapkan saat menghadari acara Gebyar Kinerja Sakti Peksos pada Rabu, 2 Mei 2018 lalu. Rencana kenaikan gaji itu merupakan bentuk penghargaan dari Kementerian Sosial (Kemensos) terhadap peran Sakti Peksos, yang merupakan tenaga kontrak Kementerian Sosial RI untuk melakukan pendampingan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) di Dinas Sosial Kabupaten/Kota.

Seperti yang ditulis dari berbagai media, upah yang awalnya sebesar Rp 2,5 juta dinaikkan menjadi Rp 2,7 juta, sedangkan untuk Supervisor awalnya Rp 2,7 juta menjadi Rp 3 juta. Jumlah penghasilan tersebut tentunya relatif normal untuk para pekerja yang bekerja di daerah dengan Upah Minumum Regional (UMR)-nya berada di bawah Rp 2 juta.

Namun, kontrak kenaikan upah Sakti Peksos yang nominalnya sama rata di berbagai daerah itu agaknya tidak sepadan dengan mereka yang bekerja di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Di mana, sejak Rabu, 1 November 2017 lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sudah menetapkan upah minimun provinsi (UMP) DKI 2018 sebesar Rp3.648.035.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun sempat mengatakan bahwa besaran UMP DKI itu ditetapkan berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL), kenaikan inflasi, serta pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).  Oleh sebab itu, tentunya upah Sakti Peksos yang dinaikkan menjadi Rp 2,7 juta itu sesungguhnya masih belum sepadan dengan biaya hidup di Jakarta.

Mirisnya, tak lama berselang setelah pengumuman kenaikan upah Sakti Peksos, informasi baru tak mengenakan datang, di mana ada surat pemberitahuan tertanggal 5 Septermber 2018 tentang penundaan kenaikan gaji. Seperti yang ditulis dalam surat tersebut, penundaan kenaikan honorium itu disebabkan karena dianggap belum memiliki dasar hukum, sehingga Kuasa Pengguna Anggaran tidak jadi merealisasikan penambahan honorium untuk Supervisor dan juga Sakti Peksos.

“Memperhatikan rekomendasi Inspektorat Jenderal tersebut dan sambil menunggu ketentuan/peraturan Perundang-undangan yang berlaku, maka mulai Bulan Agustus 2018 pembayaran honor Supervisor dan Sakti Peksos kembali ke jumlah semula yakni Rp 2.700.000 untuk Supervisor dan Rp 2.500.000 untuk Sakti Peksos,” tulis pengumuman yang ditandatangani oleh Nahar, Direktur Rehabilitasi Anak.

Mengingat Kembali Tugas Sakti Peksos

Sebagai kaki tangan dari Kementerian Sosial, Sakti Peksos memiliki beragam tugas sosial, mulai dari mendeteksi secara langsung sumber masalah, menangani dan mendampingi, hingga melakukan rehabilitasi sosial. Mereka sering ditugaskan secara langsung turun menanganani kasus demi kasus, keluarga per keluarga, serta anak per anak yang memiliki masalah khusus.

Menghadapi kasus tertentu pastinya akan bersinggungan langsung dengan keselamatan sang pekerja sosial. Hal ini bahkan juga pernah disinggung oleh Idrus, sebelum ia mengundurkan diri dari jabatannya karena terlilit kasus korupsi. Idrus mengamini bahwa tugas Pekerja Sosial itu tidaklah mudah. Maka dari itu, ia juga sempat berwacana memberikan jaminan kesehatan untuk Sakti Peksos.

“Upaya ini adalah bagian dari penghargaan terhadap profesi Pekerja Sosial mengingat beban kerja yang berat, wilayah jangkauan yang sangat luas dan penuh risiko, ditambah lagi harus bekerja tanpa mengenal batas waktu,” ujar Idrus dalam pidatonya di Gebyar Kinerja Sakti Peksos, Rabu, 2 Mei 2018 lalu.

Sayangnya, baik rencana kenaikan upah maupun wacana jaminan kesehatan, sampai saat ini belum terealisasikan. Belum lagi masalah kepemimpinan yang membelit, dalam satu periode ini misalnya, Kementerian Sosial sudah dua kali berganti menteri. Awalnya, kementerian ini dipimpin Khofifah Indar Parawansa kemudian digantikan Idrus Marham, dan Idrus Marham ke Agus Gumiwang.

Hingga berita ini disiarkan, para Sakti Peksos di Jakarta belum berani menyuarkan keluhannya, apalagi melakukan upaya protes ke jalur hukum. Padahal, perusahaan swasta saja harus memenuhi standar upah minimum yang telah ditetapkan, seperti yang tertera pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan. Namun, pekerja alihdaya di pemerintahan sampai saat ini belum memiliki sistem outsourcing yang berkeadilan.

Share: Nasib Sakti Peksos Jakarta: Gaji Diturunkan, Tidak Ada Jaminan Kesehatan, Hingga Tugas yang Membahayakan