Isu Terkini

Rendahnya Tingkat Literasi, Penyebab Kampus Rentan Paham Radikalisme?

Christoforus Ristianto — Asumsi.co

featured image

Penangkapan tersangka teroris di kompleks kampus Universitas Riau beberapa waktu lalu perlu jadi perhatian semua pihak atas penyebaran paham radikal di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa.

Penangkapan Muhammad Nur Zamzam alias Zamzam alias Jack di kompleks Universtias Riau, Pekanbaru, Riau, pada Sabtu, 2 Juni, pekan lalu, menjadi contoh nyata gerakan kelompok teroris telah masuk kampus. Kelompok teroris tidak lagi sekadar menyebarkan pemikiran radikal melalui lembaga tertentu di universitas, tetapi telah menjadikan kampus sebagai tempat untuk merencanakan aksi teror.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun menyebut sebanyak tujuh kampus di Indonesia terpapar radikalisme. Ketujuh kampus itu adalah:

  • Universitas Indonesia (UI)
  • Institut Teknologi Bandung (ITB)
  • Institut Pertanian Bogor (IPB)
  • Universitas Diponegoro (Undip)
  • Institut Teknologi Surabaya (ITS)
  • Universitas Airlangga (Unair)
  • Universitas Brawijaya (Unibraw)

Adapun berdasarkan penelitian Alvara Research Center-Mata Air Production pada Oktober 2017 silam tentang penyebaran paham radikalisme di kampus, dengan responden 1.800 mahasiswa di 25 universitas se-Indonesia (4 swasta) menyebutkan, sebanyak 23,5 persen mahasiswa mendukung gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Sedangkan ideologi yang cocok bagi Indonesia, sejumlah 16,8 persen menyatakan agama Islam, bentuk pemerintahan yang ideal menyatakan khilafah (17,8 persen), dan kesiapan untuk berjihad mendirikan khilafah sebanyak 23,4 persen.

Sementara itu, Direktur BNPT Brigjen Pol Hamli menyampaikan, gerakan radikalisme kerap mengatasnamakan agama. Dalam kasus terorisme, misalnya, teroris acap diidentikkan dengan agama Islam. Stigma tersebut, bagi Hamli, sangatlah salah karena Islam maupun agama lainnya tidak pernah mengajarkan tentang terorisme maupun paham radikal.

Salah satu penyebab maraknya paham radikalisme, lanjut Hamli, yaitu karena rendahnya kemampuan literasi masyarakat Indonesia. Menurut data Organisation for Economic Co-operation and Development (OICD), Indonesia berada di urutan 43 dari 43 negara dalam hal tingkat kemampuan literasi numerik dan pemecahan masalah (problem solving). Sedang menurut UNESCO, Indonesia berada di urutan 60 dari 70 negara.

“Untuk menangani permasalahan di hulu, kita melakukan pembinaan berupa sosialisasi dan edukasi pencegahan dari paham radikal,” kata Hamli.

“Kami ajak masyarakat untuk aktif menangkal radikalisme. Salah satunya melalui anak muda dengan menyebarkan karya tulis, gambar, maupun video kampanye antiradikalisme.”

Adapun pengamat pendidikan, Darmaningtyas, menyatakan, pendidikan kebangsaan harus kembali ditekankan di sekolah-sekolah formal untuk melawan radikalisme.

“Sekarang, kecendurungan anak-anak remaja untuk menaruh perhatian pada paham radikal memang semakin banyak. Ini terkait dengan pola pendidikan formal yang sangat terbuka dan jika diperhatikan, sekolah-sekolah itu kian minim memberikan pendidikan kebangsaan kepada para siswa, padahal ini penting diajakarkan sejak dini,” kata Darmaningtyas, Rabu, 6 Juni.

Share: Rendahnya Tingkat Literasi, Penyebab Kampus Rentan Paham Radikalisme?