Suasana di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan pada Jumat, 18 Mei hari ini cukup menegangkan. Sedikitnya ada 182 aparat keamanan yang berjaga-jaga mengawasi setiap pengunjung yang datang. Semua itu dilakukan demi mengamankan jalannya persidangan Aman Abdurrahman, pemimpin Jaringan Ansharut Daulah (JAD).
Aman merupakan seorang pendakwah seputar isu tauhid dan jihad, sepak terjangnya dalam dunia dakwah seputar tauhid dan jihad didukung dengan kemampuan berbahasa Arab yang baik. Aman pun mulai aktif berdakwah dalam kelompok Tauhid Wal Jihad pada 2004.
Sosok Aman kian populer setelah kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) resmi mendeklarasikan diri di Suriah. Aman disebut-sebut menjadi pionir lahirnya gerakan ISIS di Indonesia.
Saat ini, Aman menjadi terdakwa kasus terorisme yang terjadi di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016 lalu. Berkat andilnya dalam mendoktrin pengikutnya untuk menyerang warga asing itulah, Aman dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum.
Masih lekat di ingatan kita, tentang ketegangan yang terjadi saat ada serangan Jakarta 2016 yang terjadi di daerah sekitar Plaza Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Kejadian itu menewaskan delapan orang dan menyebabkan 24 orang luka-luka. Setidaknya ada dua ledakan bom yang terjadi di dua tempat, yaitu di tempat parkir Menarawa Cakrawala dan di sebuah pos polisi.
Sebenarnya, tak hanya sekali itu saja, sosok Aman digadang-gadang sebagai dalang rentetan aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Ia bahkan juga pernah mendekam di penjara sebelumnya. Berikut serangkaian kasus yang juga pernah didakwaakan terhadap Aman;
Salah satu saksi dari pihak Aman bernama Saiful Muhtohir alias Abu Gar sempat bercerita bahwa pada tahun 2004 lalu, ia pernah mengajari taktik militer dan memberikan latihan fisik kepada Aman di kawasan hutan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Pada pelatihan yang diikuti oleh sekitar 30-an orang itu, kata Saiful, ia sekaligus mengajari Aman metode perakitan bom. Dari situlah terjadi ledakan di Cimanggis, Depok, Jawa Barat di mana kejadian itu menjadi kasus pertama Aman.
Akibat bom rakitan yang meledak di rumah kontrakannya, di Kampung Sindang Rasa, Kelurahan Suka Maju, Cimanggis, Depok, Jawa Barat itupun, Aman divonis tujuh tahun penjara.
Enam tahun mendekam di penjara nyatanya tak membuat Aman berhenti dalam menjalankan paham-paham radikalismenya. Di tahun 2010, Aman kembali tersandung kasus terorisme. Ia terlihat dalam pelatihan militer di Jalin Jantho, Aceh Besar.
Pria yang diberikan julukan sebagai ‘Bapak Tafkiri Indonesia’ itu terbukti ngasih suntikan dana dalam kegiatan terorisme sebesar Rp 20 juta dan US$100.
Pengadilan pun memvonis Aman dengan pidana sembilan tahun penjara.
Setelah teror Thamrin yang hari ini disidangkan, Aman juga diduga menjadi otak pelemparan bom ke Gereja HKBP Oikumene, Samarinda, pada 13 November 2016 lalu. Ledakan itu menyebabkan enam orang anak menjadi korban.
Pelaku aksi itu diketahui adalah seorang Ketua JAD Kalimantan Timur Joko Sugito alias Abu Sarah.
Usai di Samarinda, Aman juga disebut-sebut sebagai dalang aksi bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, yang terjadi pada 24 Mei 2017. Aksi itu dilakukan oleh Kiki Muhammad Iqbal alias Abu Syamil.
Setelah ditelusuri, Abu Syamil ternyata adalah rekan Aman selama di penjara.