Akhir-akhir ini, media sosial Facebook ramai jadi perbincangan. Pasalnya, santer terdengar bahwa data pengguna media sosial ini di Amerika Serikat diambil dan disalahgunakan oleh sebuah perusahaan konsultan politik asal Inggris, Cambridge Analytica (CA).
Enggak tanggung-tanggung, kabarnya data pengguna yang disalahgunakan sampai 50 juta. Bahkan, kabar terbarunya, satu juta dari angka tersebut adalah pengguna dari Indonesia.
Sebenarnya, bagaimana sih CA menyalahgunakan data pengguna Facebook yang memang dimiliki melalui jalinan kerja sama? Sebab, data yang dipegang oleh CA memang secara tidak langsung diberikan oleh pemilik data, alias pengguna Facebook itu sendiri. Lho, kok gitu?
Ya. CA mengembangkan aplikasi kuis bernama This Is Your Digital Life, yang mana bagi setiap orang yang mau mengakses kuisnya, harus memberikan akses poin ke Facebook. Nah, dari sana lah, CA memiliki data pribadi pengguna Facebook. CA sendiri boleh memegang data-data ini asal sesuai dengan izin yang dikantonginya, yaitu riset dan edukasi.
Permasalahannya adalah data pribadi yang dipegang oleh CA ini kemudian disalahgunakan untuk kepentingan bisnis, yaitu untuk melakukan pemetaan kecenderungan politik di Amerika Serikat (AS). Pada titik CA melakukan penyalahgunaan ini, kepemilikan data menjadi sebuah kesalahan.
Kepemilikan data inilah yang digunakan oleh CA sebagai konsultan politik untuk memenangkan pengusaha Donald Trump dalam kampanye pemilihan presiden AS pada 2016 lalu.
Ya, namanya juga penyalahgunaan data pribadi, hal ini lantas meresahkan penggunanya. Terlebih lagi, pengguna Facebook tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Enggak mengherankan kalau penduduk Indonesia pun ikut resah, apalagi 2018 dan 2019 merupakan tahun-tahun politik. Secara logis, disampaikan Founder SafeNet Indonesia Damar Juniarto, hal yang sama pun bisa terjadi di Indonesia.
“Di Indonesia bisakah terjadi? Secara hipotesa, bisa saja, apabila ada organisasi yang mampu bekerja seperti Cambridge Analytica,” kata Damar.
Meski demikian, Damar menyatakan bahwa ia ragu hal yang sama bisa terulang. Sebab, sejak kejadian dengan CA ini, Facebook semakin memperketat aturan pengambilan data.
Ada Banyak Informasi Personal Pengguna di Internet
Meski dinilai sulit terjadi di Indonesia, pengguna tetap harus waspada. Percaya enggak percaya, Facebook menyimpan arsip mengenai data pengguna.
Arsip ini berisi data-data pribadi pengguna, yang sebagiannya mungkin sangat sensitif, seperti nomor kontak, alamat, foto, dan pesan-pesan pribadi. Bukan tidak mungkin, pengguna akan menemukan data lengkap mengenai isi kontak ponsel dan email, bahkan daftar panggilan serta teks. Data-data ini bisa dimiliki Facebook saat pengguna memberikan izin akses kepada aplikasi tersebut.
Data kontak yang dimiliki Facebook pun tidak terbatas pada yang sama-sama menggunakan Facebook, melainkan juga pada yang tidak memiliki Facebook. Hal ini yang kemudian memungkinkan Facebook untuk memberikan rekomendasi pada pengguna untuk mengajak teman di kontak ponsel agar menggunakan Facebook juga.
Singkatnya, saat Facebook meminta pengguna untuk mengirim permintaan pertemanan pada orang-orang yang dikenal secara pribadi, Facebook sendiri telah melakukan hal yang berkebalikan dari pesannya tersebut, yaitu mencocokan data kontak yang dimiliki pengguna dengan profil pengguna, dan memasukkannya pada bagian “People You May Know (Orang yang Mungkin Anda Kenal)”.
Hal inilah yang disebut sebagai personalization algorithm (algoritma personalisasi). Algoritma personalisasi ini memungkinkan kepercayaan dan pengetahuan pengguna disimpan dan akan disebarkan.
Algoritma ini juga mengukur apa saja hal-hal yang relevan untuk pengguna, menyaringnya, dan mengeluarkan yang tidak relevan, yang sedikit banyak bisa berdampak pada hal lainnya, seperti filter bubble (penyaringan informasi dengan menampilkan informasi yang diduga ingin dilihat pengguna) dan echo chamber (penyampaian informasi yang selaras dengan kebiasaan pengguna).
Data pengguna yang disimpan Facebook pun tidak berhenti sampai pada kontak saja. Dilansir SafeNet Indonesia, setidaknya ada 59 aspek yang diketahui Facebook, yaitu:
Pada kesempatan yang sama, SafeNet Indonesia menyatakan bahwa pengguna tidak akan mengetahui sejauh mana Facebook telah menjaring data dirinya sebelum ia mengunduh dan membaca arsipnya tersebut.
Permasalahan dunia maya saat ini tidak jauh-jauh dari adanya algoritma personalisasi. SafeNet Indonesia menjelaskan sifat algoritma personalisasi ini dalam 5 poin, yaitu:
Banyaknya data pengguna yang dipegang Facebook, serta adanya kasus kebocoran data ini membuat pendiri WhatsApp, Brian Acton, yang menjadi triliuner sejak Facebook membeli aplikasi chat tersebut, menyerukan ajakan menghapus akun Facebook. Ajakan #DeleteFacebook ini disampaikan melalui akun Twitter pribadinyanya.
It is time. #deletefacebook— Brian Acton (@brianacton) March 20, 2018
Terkait dengan ajakan #DeleteFacebook, Damar menyampaikan bahwa hal tersebut adalah pilihan pribadi.
“Tergantung seberapa nyaman orangnya dengan fakta bahwa privasinya dirampas oleh Facebook. Tapi dugaan saya, warganet Indonesia bakal cuek sekalipun data pribadinya dikorek-korek Facebook. Karena belum ngerti bahayanya,” tuturnya.
Karena itu, SafeNet Indonesia menyarankan agar pengguna lebih memahami hal-hal yang memungkinkan data pribadinya diambil menggunakan internet. Pengguna juga diharapkan aktif memilah konten menggunakan fitur mute, ignore, report, dan block. Sebab, algoritma personalisasi memungkinkan pengguna dikelilingi oleh konten-konten serupa, yang mana akan menjadi berbahaya saat konten tersebut merupakan hoax atau ujaran kebencian, dan fitur-fitur tersebut sedikit banyak akan berdampak pada algoritma dan membebaskan pengguna dari kesalahan.