Politik

Kisruh Demokrat: SBY Diminta Bikin Partai Baru, Moeldoko Disuruh Mundur

Ramadhan — Asumsi.co

featured image
Foto: Ikbal/Asumsi.co

Perseteruan dua kubu Partai Demokrat terus memanas. Mulai dari kedua kubu yang saling sindir soal pengusungan Moeldoko dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pilkada DKI Jakarta, hingga rencana menempuh jalur pengadilan kubu Moeldoko yang ditolak pemerintah.

Mulanya, sindiran muncul dari dari cuitan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat, Rachland Nashidik di Twitter, Rabu (31/3/21). Ia mengatakan partainya membuka pintu ke Moeldoko apabila ingin bergabung menjadi anggota partai di bawah kepemimpinan AHY.

Bahkan, Rachland juga menyatakan Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat juga bersedia membantu Moeldoko jika memiliki keinginan maju di kontestasi Pilkada DKI Jakarta. Tentu saja, kata Rachland, Moeldoko mesti ikut berkompetisi secara sehat dalam tawaran itu.

Pernyataan Rachland pun langsung direspons Juru Bicara Partai Demokrat kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad. Menurut Rahmad, Sabtu (3/4), pihaknya bahkan berniat mencalonkan kembali AHY sebagai Cagub DKI Jakarta.

Sikap saling lempar sindiran ini pun dinilai tak akan menjadi manuver terakhir kedua kubu Demokrat. Bahkan, drama-drama lainnya diprediksi bakal kembali muncul saat Demokrat kubu Moeldoko melayangkan gugatan ke pengadilan.

Adapun kubu Moeldoko berencana akan menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), setelah pendaftaran hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu, ditolak pemerintah.

“AD/ART itu yang menjadi tolok ukur keberhasilan nanti dalam gugatan karena pemerintah melihat AD/ART mereka, tapi isi dari pasal-pasal dalam AD/ART itu menabrak UU (Partai) Politik. Pasal-pasal yang tak demokratis sama sekali, membawa parpol ini dipimpin oleh satu keluarga itu tidak digubris, karena pembandingnya tidak ada,” kata salah satu penggagas KLB, Max Sopacua, kepada wartawan, Rabu (31/3).

Pengamat: Moeldoko Nggak Bakal Turun Kasta Nyagub

Ujang Komarudin, Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia menyebut manuver yang dilakukan kedua kubu Demokrat dalam beberapa waktu terakhir merupakan hal biasa dalam politik. Hal itu, kata Ujang, sebagai bentuk saling sindir kedua kubu yang masing-masing ingin mempertahankan kekuatannya.

Tapi, dari sindiran itu, Ujang menilai Moeldoko tak akan mau jika dicalonkan sebagai calon gubernur di Pilkada DKI. Sebab, sejak awal, lanjut Ujang, Kepala Staf Presiden (KSP) itu memang berambisi untuk bertarung sebagai calon presiden di Pemilu 2024 mendatang.

“Itu jual-beli pernyataan yang saling menyindir. Ketika kubu AHY ingin calonkan Moeldoko sebagai Cagub DKI itu menyindir Moeldoko. Karena Moeldoko kan tadinya ambil Demokrat untuk nyapres. Masa iya dari target nyapres, diturunkan derajatnya jadi nyagub,” kata Ujang saat dihubungi Asumsi.co, Senin (5/4).

“Akhirnya kubu Moeldoko pun menjawab hal yang sama. AHY ingin nyapres. Tapi disuruh nyagub. Itu perang pernyataan saja. Saling nyindir satu sama lain. Kubunya Moeldoko ingin membalas sindiran kubu AHY saja,” ucap Ujang.

Terkait kubu Moeldoko yang akan terus berjuang hingga akan mengajukan gugatan ke pengadilan, Ujang menilai tak ada kata menyerah dalam politik. Slogan itulah yang kini dijalankan kubu Moeldoko.

“Walaupun KLB-nya ilegal dan ditolak Kemenkumham, mereka terus akan bermanuver. Walaupun nanti akan kalah 2-0, ya mereka tetap saja akan melawan. Yang diharapkannya ya bermanuver sekehendak hati. Jual-beli dan balas-membalas pernyataan di media agar seolah-olah mereka tetap eksis.”

Manuver Baru: Kedua Kubu Saling Sarankan Bikin Partai Baru

Teranyar, Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) Andi Mallarangeng menyarankan tiga opsi ke Demokrat kubu Moeldoko. Saran pertama yakni menganjurkan Moeldoko mundur. Saran kedua meminta kubu Moeldoko mendirikan partai baru, sementara saran ketiga menyarankan kubu Moeldoko menempuh jalur pengadilan.

“Terkait opsi kedua Andi yang menawarkan membuat partai baru, maka kami bersama tokoh-tokoh pendiri Partai Demokrat yang dulu mereka berdarah-darah mendirikan partai tahun 2001, mempersilakan SBY untuk mendirikan partai baru,” kata Jubir kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad, dalam keterangannya, Senin (5/4).

“Jangan mengambil alih kepemilikan Partai Demokrat dari para pendiri, dengan mengelabui para pengurus DPD dan DPC atas nama demokrasi. Terserah kepada SBY mau dikasih nama apa. Ada yang mengusulkan diberi nama PKC (Partai Keluarga Cikeas).”

Dari tiga saran itu, kubu Moeldoko sepakat dengan saran Andi terkait opsi ketiga, yakni menempuh jalur pengadilan. Kubu Moeldoko menilai AD ART Partai Demokrat saat ini bertentangan dengan Undang-Undang (UU) tentang Partai Politik, sehingga pihaknya akan bertarung di pengadilan terkait itu dan membongkar ‘borok’ SBY.

“AD ART Partai Demokrat 2020 yang menjadikan SBY ‘dewa’ penguasa tunggal di dalam partai adalah bertentangan dengan UU Partai Politik yang ditandatangani SBY sendiri saat jadi presiden. Tak hanya itu, nama 98 pendiri Partai Demokrat dihilangkan dari sejarah pendirian Partai Demokrat di AD ART 2020 dan hanya diambil 1 pendiri.”

“Ini tentu sangat menarik dibedah di pengadilan dan disaksikan jutaan masyarakat Indonesia dan dunia. Publik juga layak mengetahui bagaimana sesungguhnya konsep demokrasi yang dianut dan yang dipraktikkan SBY. Publik juga bisa menguji manifesto Partai Demokrat yang katanya bersih, cerdas, dan santun yang selalu didengung-dengung SBY saat kampanye, saat memimpin partai dan bahkan sampai saat ini. Publik juga layak mengetahui secara terbuka apakah SBY sungguh-sungguh menjadi pendiri Partai Demokrat atau bukan.”

Bakir Ihsan, Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai kubu Moeldoko tak akan berhenti bermanuver meski sudah dinyatakan ditolak oleh pemerintah. Menurutnya, dari awal secara etika, kubu Moeldoko ini sebetulnya sudah kalah, karena melakukan sesuatu yang melampaui fatsun politik.

“Apalagi dengan posisi sebagai KSP, sejatinya menjaga marwah kepresidenan yang “melayani” semua kepentingan, kelompok, dan golongan, ternyata terjebak pada konflik internal partai yang sama sekali tidak terkait dengan dirinya,” kata Bakir saat dihubungi Asumsi.co, Senin (5/4).

Menurut Bakir, Moeldoko terjebak oleh kepentingan segelintir orang yang kadung tercebur mandi sekalian. Kalau mau serius berjuang untuk partai, lanjut Bakir, seharusnya Moeldoko betul-betul mengundurkan diri dari jabatan KSP agar tidak mengesankan Presiden Jokowi membiarkan dirinya bermanuver melampaui etika politik.

“Dengan melibatkan diri dalam konflik partai, Moeldoko telah mengecilkan posisi dirinya sebagai kepercayaan presiden,” ucap Bakir.

Share: Kisruh Demokrat: SBY Diminta Bikin Partai Baru, Moeldoko Disuruh Mundur