Proses seleksi wawancara calon penerima beasiswa dari program Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) jadi sasaran kritik dalam beberapa waktu terakhir. Pasalnya, muncul banyak kesaksian terkait pertanyaan-pertanyaan dalam proses interview yang diajukan kepada calon penerima cenderung berbau Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA). Bayangkan saja, pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada si calon penerima beasiswa tersebut berkutat pada persoalan pribadi yang tentu sangat sensitif, seperti agama, moral, akhlak, hingga keluarga, seperti di bawah ini:
“Sudah menikah lama tak juga punya anak, kamu sudah berobat?”
“Memang agama kamu apa, kamu ngurusin hijab?”
“Oh kamu Betawi, kok enggak kelihatan ya? Saya pikir kamu Cina.”
“Kamu kan single mother. Mengapa kamu bercerai?”
Proses tanya jawab dalam sesi wawancara tersebutpun dianggap sudah berada di luar jalur LPDP dan sama sekali tak ada hubungannya dengan prestasi akademik, wawasan keilmuan, visi tentang ilmu dan bidang studi yang akan diambil nantinya.
Masalah itu akhirnya muncul ke permukaan dan jadi sasaran kritik publik. Konsultan Gender dan HAM, Tunggal Pawestri, mengungkap permasalahan tersebut hingga ramai jadi sorotan. Tunggal pun angkat bicara. Kepada redaksi Asumsi.co, ia membeberkan motivasi dirinya menggiring kisruh tersebut kepermukaan, dengan tujuan agar segera ditindak tegas.
“Ini berawal dari sahabat saya yang bercerita mengenai proses wawancara yang ia anggap janggal. Hal ini karena pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara justru pertanyaan-pertanyaan yang ia anggap tidak relevan dengan sebuah seleksi penerimaan beasiswa,” kata Tunggal Pawestri kepada Asumsi.co.
Cerita awal sahabatnya itulah yang membuat Tunggal semakin penasaran dengan situasi yang sebenarnya terjadi. Tunggal merasa terpanggil untuk mengangkat masalah ini ke publik, terlebih memang ada indikasi pelamar-pelamar lain mengalami kejadian serupa.
“Saya penasaran apakah hal ini hanya terjadi kepada dia, atau kepada banyak pelamar? Itu saja. Kalau terjadi ke banyak pelamar, berarti ada yang ngawur, itu tentu harus diangkat,” sambungnya.
Menyusul rasa penasaran ini, Tunggal kemudian melakukan riset kecil. Lewat akun media sosial Twitternya pada awal November 2017 kemarin, Tunggal mengajak followers-nya untuk berbagi cerita jika ada yang menerima pertanyaan kurang pantas dalam sesi wawancara penerimaan beasiswa LPDP.
“Riset kecil itu cuma saya kerjakan dua hari, jadi tidak makan waktu lama juga. Soal motivasi: LPDP kan badan yang dibiayai negara. Urus dana pendidikan. Hal rakyat dapat pendidikan itu amanat konstitusi,” terangnya.
Sekali lagi Tunggal menegaskan bahwa motivasi pribadinya mengangkat masalah ini ke publik tak lebih dari keinginannya untuk menghilangkan upaya diskriminasi. Tunggal berharap dana negara dalam beasiswa LPDP tersebut benar-benar jatuh ke semua kalangan tanpa bias SARA.
“Jadi saya ingin memastikan bahwa dana negara yang digunakan untuk membiayai sarjana-sarjana berprestasi untuk kuliah lagi benar-benar bisa diakses siapapun yang memenuhi syarat akademis tanpa adanya diskriminasi,” tegas Tunggal.
Tunggal pun ingin masalah ini bisa tuntas dan tak terulang di masa mendatang. Sebagai langkah konkret, Tunggal akan terus mengawal masalah ini dengan menyerahkan semua detail laporan yang sudah diterimanya.
“Langkah kongkritnya, ya serahkan laporan yang lebih lengkap ke LPDP, dengan harapan mereka benar-benar menjaga komitmennya bahwa akan ada evaluasi dan pembenahan,” tutup Tunggal.