Covid-19

Kasus Covid-19 Melonjak Lagi, Yakin Masih Mau Work From Bali?

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Unsplash

Ajakan untuk bekerja dari Bali, Solo dan Yogyakarta sempat ramai beberapa waktu lalu. Program ini diusulkan pemerintah pusat dan daerah sebagai upaya pemulihan sektor pariwisata lokal di masa pandemi COVID-19. Namun, di tengah terjadinya tren peningkatan kasus secara signifikan baru-baru ini, masih relevankah program tersebut dilakukan?

Berdampak Positif Bagi Sektor Pariwisata

Sebagaimana diketahui, ajakan work from Bali digagas Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan pada akhir Mei lalu supaya  aparatur sipil negara (ASN) bekerja dari Pulau Dewata.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno meyakini, program ini mampu memberikan dampak positif bagi sektor pariwisata dan perekonomian di Bali. Ia mengatakan, wisatawan domestik menjadi prioritas program ini, dengan membidik pekerja profesional dan pengusaha, untuk menghabiskan waktunya sambil bekerja di sana.

Usai adanya program work from Bali, daerah lainnya latah ingin ikutan seperti Solo dan Yogyakarta. Work from Solo pun dicanangkan oleh Wali Kota Gibran Rakabuming Raka. Program ini, diakui Gibran meniru gagasan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menginginkan adanya work from Bali.

“Sangat bisa diterapkan di Solo karena modal kita cukup untuk itu. Pertama adalah Kota Solo jadi kota yang dijuluki kota ternyaman, jadi nyaman juga untuk melakukan pekerjaan dari Solo. Fasilitas sudah siap, teman-teman hotel juga sudah divaksin semuanya,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.

Baca Juga : Gibran Wacanakan “Work From Solo”, Bisa Picu Kecemburuan Daerah?

Tak lama kemudian, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga ikutan tertarik mengadakan program work from Yogya. Mengutip Kompas.com, Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Singgih Raharjo pun menyatakan kesiapan kotanya sebagai tempat kerja selama pandemi COVID-19.

“Sangat memungkinkan di sini ya, karena syarat untuk bisa dijadikan tempat bekerja bagi para pembisnis itu ialah amenitasnya. Kita sangat punya pilihan ya, hotel atau desa wisatanya,” kata Singgih.

Program ini rupanya mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Namun kasus COVID-19 yang saat ini sedang menghadapi lonjakan tinggi akibat telah masuknya sejumlah mutasi virus Corona.

Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) Prof Amin Subandrio, seperti dikutip dari Detik.com, menyebut varian virus yang sudah ada di Indonesia mulai dari B117, D614G, N439 dan E484K.

Terkini, mutasi dari virus Corona varian Delta atau B1617.2 yang pertama kali ditemukan di India sudah masuk ke Indonesia. Di sisi lain, kenaikan kasus COVID-19 di Solo, Jogja, dan Bali sebulan terakhir kian memprihatinkan.

Seperti Apa Kenaikan Kasusnya?

Berdasarkan data yang dirilis Info Corona Bali, peningkatan kasus COVID-19 di provinsi tersebut selama sebulan terakhir, dari 17 Mei sampai 18 Juni 2021 mencapai 1.720 kasus. 

Pada 17 Mei dilaporkan total kasus terkonfirmasi sebanyak 46.364. Sedangkan, total kasus terkonfirmasi sampai 18 Juni 2021 mencapai 48.084. Hingga saat ini, jumlah total kasus aktif dengan pasien yang statusnya dalam perawatan sebanyak 524 pasien. 

Baca Juga : Ajakan “Work From Bali” Luhut Dianggap Tak Strategis

Sementara itu, jumlah pasien sembuh sampai 18 Juni 2021 sebanyak 46.029 pasien. Jumlah penderita COVID-19 yang dilaporkan meninggal dunia di Bali sampai 18 Juni 2021 ada sebanyak 1.531 orang.

Di Surakarta atau Solo, Jawa Tengah terjadi kenaikan kasus COVID-19 sebanyak 1.125 kasus sejak 17 Mei sampai 18 Juni 2021. Laporan ini diketahui berdasarkan info perkembangan kasus Corona di situs surakarta.go.id.

Total kasus terkonfirmasi sampai 18 Juni 2021 dilaporkan mencapai 11.928 kasus. Pada 17 Mei lalu, jumlah kasusnya sebanyak 10.803 kasus. Pasien COVID-19 dalam perawatan atau tercatat sebagai kasus aktif di Solo sampai kemarin, jumlahnya sebanyak 124. Sementara itu, pasien sembuh hingga 18 Juni 2021 tercatat 10.681 pasien dengan laporan meninggal 581 orang yang terinfeksi COVID-19.

Kemudian di Yogyakarta, situs Corona Jogja melaporkan total kasus terkonfirmasi sampai 18 Juni 2021 sebanyak 50.746. Jumlah kasus ini meningkat luar biasa selama sebulan terakhir.

Kenaikan kasus 17 Mei hingga 18 Juni 2021 mencapai 8.604. Pada 17 Mei, kasus COVID-19 yang terjadi di Yogyakarta sebanyak 42.142. Pasien COVID-19 yang statusnya dalam perawatan dan tercatat sebagai kasus aktif sampai 18 Juni 2021 berjumlah 42.367.

Selanjutnya, pasien COVID-19 sembuh di DIY sampai 18 Juni 2021 sebanyak 44.843 dengan jumlah penderita COVID-19 yang meninggal mencapai 1.330 jiwa. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pun membuka opsi untuk menerapkan kebijakan kuncitara ketat di daerahnya, selama terjadi lonjakan kasus COVID-19 yang luar biasa.

Sultan menyadari kenaikan kasus COVID-19 di daerahnya sudah sangat mengkhawatirkan. Mengutip Kompas.com, ia mengungkapkan selama dua hari terakhir ini saja, kasus COVID-19 yang terjadi di DIY mencapai lebih dari 1.000 kasus. 

Menurutnya, lockdown merupakan pilihan terakhir untuk menekan kasus COVID-19, seiring pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro yang tengah dijalankan

“Kita kan sudah bicara mengontrol di RT, RW, kalau gagal terus arep ngopo meneh [kalau gagal terus mau apalagi]. Kita kan belum tentu bisa cari jalan keluar, satu-satunya cara ya lockdown total kan gitu,” kata Sultan.

Program Work From Bali, Yogya dan Solo Terbukti Bikin COVID-19 Meningkat

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI), Tri Yunis mengatakan sejak awal dirinya tidak setuju dengan adanya program work from Bali, Solo, dan Yogyakarta. Program yang katanya tidak akan menyebabkan lonjakan kasus Corona di masing-masing daerah, kata dia ternyata yang terjadi di kenyataannya adalah sebaliknya. 

“Masyarakat work from Bali, Solo, dan Yogya kan katanya jaminan enggak akan menyebabkan terjadi peningkatan kasus COVID-19. Kenyataannya kan, enggak begitu. Terbukti malah meningkat tinggi. Itu kan, karena rencana pemulihan ekonominya lebih besar daripada penanggulangan COVID-19. Menurut saya ini salah. Semestinya kalau mau ada program ini, dilakukannya saat wabahnya sudah turun di Indonesia,” kata Yunis kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Sabtu (19/6/21).

Baca Juga : Ajakan “Work From Bali” Luhut Dianggap Tak Strategis

Ia pun mengaku miris dengan upaya pelacakan kasus yang dilakukan pemerintah Indonesia sampai ssaat ini, masih sangat berantakan. “Sejak Januari 2021, tracing, testing, dan pelaporan kasusnya juga masih saja hancur-hancuran. Dengan hancurnya ini, bisa dikatakan kasus COVID-19 tidak bisa termonitor dengan baik di Indonesia. Kayak begini kondisinya kok, kepikiran ada work from segala macam. Dari awal saya sudah tidak setuju dengan ide ini,” ungkapnya.

Yunis pun mengungkapkan laporan dari dokter-dokter yang ada di Bali yang menyebutkan kalau kasus yang terjadi di masing-masing kabupaten yang ada di sana, rata-rata 56 kali lebih banyak daripada yang dilaporkan dan tercatat.  

“Tentu ini tidak mengejutkan buat saya. Nah, yang mau saya sarankan adalah pemerintah harus berani mengambil strategi yang berbeda dari sebelumnya dalam menghadapi COVID-19 yang sekarang bentuk musuhnya sudah baru nih. Enggak bisa lagi dengan PPKM dan pembatasan sosial skala mikro. Di Jakarta dan Kudus sudah masuk varian B1617.2 lho! Harus diingat, penularannya lebih cepat daripada virus sebelumnya,” turutnya.

Menurutnya, kebijakan lockdown saat ini tak bisa lagi ditawar-tawar oleh pemerintah untuk segera dilakukan. Soal skalanya, kata dia harus dilihat berdasarkan radius sebaran kasusnya.

“Kecepatan penularannya kan, lebih pesat. Maka pemerintah seharusnya bisa melakukan lockdown sekarang. Lockdown-nya mau provinsi, tingkat kota atau kecamatan harus dilihat dari penyebaran mutasi virus baru ini. Kalau meletus di satu desa, maka ukuran lockdown-nya satu desa. Pemerintah memang harus mengeluarkan biaya besar untuk penanganan kasus COVID-19 kali ini. Kalau pemerintah berani bikin program work from Bali, Yogya, Solo masa enggak berani lockdown?,” jelasnya.  

Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dr Ari Fahrial S SpPD mengingatkan masyarakat agar saat ini lebih bijak ke luar rumah. Bila pekerjaan bisa dilakukan dari rumah, maka tak perlu sampai ikut-ikutan kerja di luar kota.

“Maksudnya work from Bali dan kota lainnya ini buat yang work from home kan? Ya, WFH itu di rumah, enggak usah kerjanya di Bali, Yogya, atau kota mana lah itu. Sudah lah, sekarang enggak usah keluar jauh-jauh kalau enggak penting amat. Nurut deh, demi kesehatan dan buat jaga diri masing-masing kan,” ucapnya melalui pesan singkat.

Share: Kasus Covid-19 Melonjak Lagi, Yakin Masih Mau Work From Bali?