Foto: Pxhere
Pandemi COVID-19 menuntut semua negara bekerja cepat dan tanggap merumuskan penanggulangan. Menjadi responsif wajib dilakukan demi memangkas kematian dan kerugian. Untuk itu, tiap badan pemerintah dari pusat sampai dengan daerah memerlukan aset pengetahuan lintas disiplin yang mumpuni sebagai landasan perumusan kebijakan. Riset kilat lintas disiplin dapat menjadi salah satu metode produksi pengetahuan yang efektif untuk menjawab kebutuhan akan aset pengetahuan tersebut.
Lantas, bagaimana pemerintah Indonesia dapat menggunakan metode riset kilat dengan tepat guna? Tantangan seperti apa yang kiranya akan dihadapi dalam penggunaan metode ini?
Pada webinar KSIxChange #28 yang diadakan Selasa lalu (29/09), Knowledge Sector Initiative Australia-Indonesia berkolaborasi dengan Pemerintah Australia, Kementerian PPN/Bappenas, dan Asumsi.co mengulas bagaimana keefektifan, peluang, maupun tantangan dari pelaksanaan penelitian cepat sebagai metode perumusan bukti untuk pengambilan kebijakan penanganan dampak pandemi COVID-19.
Webinar yang ditayangkan secara langsung di kanal YouTube Asumsi.co ini mengundang beberapa panelis yang mewakili beberapa kementerian dan organisasi riset seperti Kemeristek /BRIN, Kementerian Kesehatan, Article 33 dan Partnership for Australia-Indonesia Research (PAIR). Diskusi ini dimoderatori oleh Leonardo Teguh Sambodo selaku Direktur Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dari Kementerian PPN/Bappenas.
Aedan Whyatt dari Kedutaan Australia membuka diskusi dengan pernyataan penting: “COVID-19 adalah tantangan mendasar bagi pembangunan. Sistem kesehatan mendapatkan beban yang sangat besar dan ekonomi kian tercekik.” Whyatt kemudian memaparkan pelajaran penting yang bisa diambil dari proses pengambilan keputusan di kala pandemi ini, yakni betapa esensialnya pengambilan kebijakan berbasis bukti dan juga riset kilat.
Whyatt memaparkan beberapa contoh program yang menggunakan riset kilat sebagai landasan pengambilan keputusan. Salah satunya adalah kerja pemerintah Australia dalam program MAHKOTA (Menuju Masyarakat Indonesia yang Kokoh dan Sejahtera). Dalam program tersebut, pemerintah Australia dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melakukan riset kilat mengenai penerima bantuan sosial, distribusi sembako, dan pemberian subsidi listrik. Pengkajian tersebut dilakukan untuk mencari tahu pendekatan yang paling efektif dalam membantu meredam dampak pandemi terhadap rakyat miskin.
Namun, Whyatt berpendapat bahwa walau penelitian kilat bisa menyediakan informasi secara segera yang penting dalam proses pengambilan keputusan, namun bukan berarti tanpa risiko. Kualitas, ketepatan, dan seberapa bisa diandalkannya data hasil dari riset kilat merupakan risiko-risiko penting yang perlu ditelaah lebih lanjut.
Siswanto selaku Analis Kebijakan Ahli Utama dari Kementerian Kesehatan menyatakan, “Pembangunan kesehatan yang baik adalah yang efektif dan efisien.” Ia menekankan pentingnya riset dan inovasi dalam pembangunan sistem kesehatan karena penggunaan hasil riset merupakan langkah awal dalam pengambilan keputusan yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut, Siswanto menyepakati pentingnya riset kilat dan menganggapnya sebagai peluang dalam inovasi metodologi.
Sebagai Plt Sekretaris Menteri Kementerian Riset dan Teknologi, Mego Pinandito menyatakan, “rapid research adalah bagian kecil dari sebuah gambaran besar.” Ia menyampaikan bahwa pelaku riset kilat harus memastikan bahwa mereka sudah mempunyai target besar atas apa yang sebetulnya ingin dibangun dengan riset-riset kecil tersebut.
Sebetulnya, riset kilat sudah dilakukan dari sebelum pandemi menurut Agus Pratiwi selaku Manajer Program dari Article 33. Riset kilat ini biasanya dikerjakan untuk merespon momentum-momentum khusus dengan kebijakan yang relevan. Pertanyaannya: apakah riset kilat sudah efektif dijalankan untuk merespon pandemi?
Pratiwi menjawab, bahwa efektivitas ini tergantung pada banyak hal. Riset kuantitatif bisa efektif kalau data sekundernya cukup. Yang mengkhawatirkan justru adalah aspek kualitatifnya karena para peneliti tidak bisa turun ke lapangan. Mereka ditantang untuk berinovasi dalam menangkap sensitivitas di lapangan tanpa turun langsung.
“Untuk rapid research ini sebenarnya kunci keberhasilannya itu tidak hanya bergantung dari pengambil kebijakannya dan juga kualitas informasinya yang didapatkan, termasuk kualitas informan dan sebagainya, tapi penting juga untuk memperhatikan aspek peneliti,” papar Pratiwi.
Menurutnya, riset kilat membutuhkan sumber daya peneliti yang cukup besar karena proses penelitian selain harus dilakukan cepat tetapi juga harus mengejar kualitas yang tidak kalah baik dibandingkan riset yang panjang jangka waktunya.
Hasnawati Saleh, Koordinator Riset untuk Partnership for Australia-Indonesia Research (PAIR) menekankan standar-standar yang tetap harus dilalui oleh riset kilat. “Rapid assessment harus dilakukan tanpa mengorbankan scientific rigor dan harus tetap melewati telaah sejawat atau peer review jadi kita bisa tetap memperoleh masukan-masukan yang membangun,” jelas Hasnawati.
Selain menonjolkan temuan dan implikasi praktis dari riset kilat, Hasnawati menekankan pentingnya menyatakan keterbatasan dari metodologi ini, seperti fokus pada penggunaan data sekunder dengan berbagai implikasinya. Selain itu, pengumpulan data juga hanya bisa dilakukan dengan mengandalkan staf yang ada di lokasi dan juga pertemuan virtual, yang tentu datang dengan konsekuensinya.
Sebagai penutup, Leonardo Teguh Sambodo, Direktur Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kementerian PPN/ Bappenas yang bertidak sebagai moderator menyimpulkan bahwa dalam situasi pandemi saat ini rapid research menjadi langkah awal dalam menangani permasalahan bangsa terlebih lagi dengan situasi respon Covid-19 yang membutuhkan kebijakan yang cepat, tepat dan efektif. Kolaborasi dan pemanfaatan teknologi menjadi salah satu peluang untuk menyesuaikan dengan situasi pandemi saat ini yang membatasi pergerakan dan diskusi tatap muka yang sebenarnya krusial yang menjadikan hasil riset relevan dengan kebutuhan rekomendasi kebijakan kepada kementerian/lembaga terkait terlebih dalam upaya respon COVID-19
Diskusi interaktif KSIxChange#28 mempertemukan pemangku kebijakan, mitra pembangunan dan Lembaga penelitian kebijakan yang terdiri dari Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kesehatan, Article 33, PAIR, dan dipandu oleh Leonardo Teguh Sambodo, Direktur Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian PPN/Bappenas dengan mengusung tema “Keefektifan Penelitian cepat dalam Penanggulangan Pandemi Covid-19”.