Isu Terkini

Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 di Bali dan Sejarah Kelamnya Bagi Indonesia

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 akan digelar di Bali pada 8-14 Oktober 2018. Indonesia sendiri sudah bergabung dengan International Monetary Fund (IMF) sejak kepemimpinan Presiden Soeharto, saat ekonomi Indonesia lagi mengalami kelesuan. Indonesia pun bergabung dengan IMF, sebagai Lembaga Dana Moneter Internasional demi mendapatkan suntikan dana, sekaligus menjadi penasihat keuangan sementara.

Sebagai syarat menerima bantuan, IMF meminta pemerintah Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan, menyuntikkan dana bantuan bagi perbankan, dan melikuidasi bank tak sehat. Presiden AS saat itu, Bill Clinton menyatakan secara resmi mengenai pentingnya hubungan bilateral antara AS dan Indonesia.

“Bahwa kami mendukung Anda (Indonesia) dan kami akan tetap bersama Anda selama masa sulit ini,” jelas Clinton dikutip dari Arsip Keamanan Nasional Amerika Serikat (National Security Archive) The George Washington University yang terbit beberapa waktu lalu.

Isu yang beredar, bantuan dari IMF itu sebenarnya menjadi alasan pemerintah AS untuk membuat ekonomi Indonesia semakin terpuruk. Steve H. Hanke, seorang Ekonom Universitas Johns Hopkins, Amerika Serikat, menilai kebijakan IMF itu memang menjadikan Clinton melakukan destabilisasi Indonesia dan menjatuhkan Presiden Soeharto.

Memang, pasca penandatanganan Leter of Intent antara IMF dengan Presiden Soeharto, banyak perusahaan di Indonesia langsung bangkrut. Saran IMF agar menutup 16 bank juga menuai polemik dan membuat masyarakat Indonesia hilang kepercayaan terhadap perbankan bangsa sendiri.

Bahkan menimbulkan kasus korupsi megatriliunan yang belum terkuak hingga sekarang. Namun yang paling parah, IMF meminta Indonesia menaikkan harga BBM, yang membuat Indonesia semakin terpuruk, dan menimbulkan kerusuhan di mana-mana.

Meski begitu, tiap pergantian Presiden RI, IMF masih menjalin kerja sama dengan Indonesia. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hubungan IMF dan RI bahkan kian mesra. Menteri Ekonomi kala itu, Chatib Basri pun telah membenarkan bahwa Pemerintah bersama Bank Indonesia mengajukan diri menjadi tuan rumah pertemuan tahunan pada September 2014 lalu, tepat sebulan sebelum Presiden SBY lengser dari jabatannya.

Hingga dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, IMF justru terlihat semkain kompak dengan Indonesia. Christine Lagarde, Managing Director IMF pun berkali-kali menyambangi Kantor Kepresidenan untuk membahas berbagai persoalan ekonomi global. Presiden Jokowi bahkan sempat mengajak Christine Lagarde ke Tanah Abang.

Dalam kunjungan terakhirnya, IMF bahkan berharap Indonesia bisa ikut menaruh dananya di kantongnya, karena Indonesia telah menjadi anggota G20. Hal itu mengindikasikan termasuk dalam daftar ekonomi besar di dunia.

Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), IMF semakin terpesona dengan kemolekan Indonesia. Dalam waktu singkat, Christine Lagarde berkali-kali menyambangi Kantor Kepresidenan untuk membahas berbagai persoalan ekonomi global. Pendapat Indonesia mulai ‘didengar’ karena dianggap sebagai salah satu negara yang berpengaruh dalam ekonomi global.

Kritik Rencana Pertemuan IMF di Bali

Hubungan IMF dengan Indonesia masih terus menjadi sorotan hingga saat ini. Kritikan pun datang dari berbagai pihak. Sebab tanah air ini memang punya sejarah kelam dengan IMF. Salah satu dampak berurusannya Indonesia dengan IMF nampak ketika Indonesia mengalami krisis politik dan keamanan, tepatnya pada 1998.

Rizal Ramli yang pernah menjabat sebagai Mantan Menteri Keuangan era Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) sempat mengingatkan bahwa Indonesia seharusnya tidak bergantung dengan IMF. Sebab menurut Rizal, beberapa negara justru terperosok ketika bergabung dengan IMF.

Pertemuan tahunan negara-negara yang tergabung dalam IMF di Indonesia pun menjadi bulan-bulanan oposisi dalam mengkritik pemerintah. Namun, dari kubu tersebut hanya mengomentari terkait penyelenggaraannya saja yang dianggap terlalu mewah dan terlihat seperti menghambur-hamburkan uang.

Seperti calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno yang mengkritik pertemuan tahunan IMF-World Bank Annual Meeting 2018 di Bali pada 8-14 Oktober 2018 itu. Sandi menyarankan agar acara tersebut digelar sederhana lantaran bencana alam yang saat ini menimpa daerah Sulawesi Tengah. Perlu diketahui bahwa anggaran pertemuan IMF di Bali sekitar Rp 855,5 miliar. “Perekonomian Indonesia saat ini masih memprihatinkan, oleh karenanya perlu adanya penghematan yang dilakukan pemerintah,” kata Sandiaga saat berkunjung ke Ponpes Nurul Jadid, Paiton, Kabupaten Probolinggo, Sabtu, 6 Oktober 2018. Pada kesempatan itu Sandiaga juga menyinggung kondisi rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika (USD). Rupiah tertahan di angka Rp 15 ribu/USD.

Kehadiran IMF dan Kritikan Presiden Jokowi yang Terlupakan

Saat didirkan pada 1944, IMF memiliki misi untuk mencegah devaluasi mata uang kompetitif yang telah mengakibatkan depresi besar pada tahun 1930-an. Oleh sebab itu, IMF meyakini diri bahwa tugasnya adalah untuk menjaga stabilitas dan mencegah krisis dalam system moneter internasional.

Sebagai organisasi keuangan paling berpangruh, IMF memberikan bantuan keuangan berupa penyediaan pinjaman kepada negara anggota yang mengalami masalah neraca pembayaran. IMF bahkan menyediakan bantuan teknis dan pelatihan untuk membantu negara-negara anggotannya dalam membangun institusi ekonomi yang lebih baik.

Dana yang bersumber dari kuota negara anggota, membuat IMF mampu bertanggung jawab kepada pemerintah negara anggotanya. Tapi, perlu diketahui, saat awal kepemimpinan Presiden Jokowi, IMF sempat dikritik habis-habisan saat peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika di Jakarta, 2015 lalu.

“Ketidakadilan global juga tampak jelas ketika sekelompok negara menolak perubahan realitas yang ada. Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB adalah pandangan yang usang dan perlu dibuang,” kata Presiden Jokowi di hadapan ratusan delegasi dan puluhan pemimpin negara Asia Afrika di Jakarta Convention Center, pada 22 April 2015 lalu.

Namun, nampaknya belum ada perubahan dari kritik yang dilontarkan Presiden Jokowi, bahkan mungkin bisa dibilang bahwa kritikan itu telah dilupakan.

Share: Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 di Bali dan Sejarah Kelamnya Bagi Indonesia