Isu Terkini

Sederet Aksi Pussy Riot Melawan Putin Sebelum Ganggu Final Piala Dunia 2018

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Pertandingan final Piala Dunia 2018 yang berlangsung di Luzhniki Stadium, Moscow, Minggu, 15 Juli 2018, sempat terhenti lantaran ada sejumlah suporter yang menerobos masuk ke dalam lapangan. Siapa orang-orang itu?

Ada total empat orang yang tiba-tiba masuk ke tengah lapangan saat laga memasuki menit ke-53. Keempat orang tersebut mengenakan seragam polisi dan berlarian di lapangan serta sempat menghampiri sejumlah pemain.

Laga pun dihentikan sejenak karena ulah empat orang tersebut, padahal saat itu para pemain Kroasia sedang membangun serangan, yang bisa saja berpotensi gol. Alhasil, pemain seperti Dejan Lovren pun tampak marah saat salah satu dari empat orang tersebut mendekatinya.

Pussy Riot Bertanggung Jawab

Tak lama setelah diamankan petugas, lewat akun Facebook dan Twitter, band punk asal Rusia bernama Pussy Riot mengklaim bahwa pihaknya bertanggung jawab atas insiden tersebut. “Sekarang, ada empat anggota Pussy Riot di lapangan,” tulis akun Pussy Riot di akun Facebook, Minggu, 15 Juli.

Tak hanya lewat Facebook, Pussy Riot juga mengirim pesan lewat akun Twitter mereka. “Ini adalah protes atas banyaknya penangkapan ilegal. Ini terkait dengan persaingan politik di negara ini,” ujar Pussy Riot lewat akun Twitter.

Dalam pesan yang mereka sampaikan, ada sejumlah tuntutan yang isinya antara lain: membebaskan tahanan politik, hentikan represi lewat media sosial, buka kembali persaingan politik, serta hentikan penangkapan tanpa dasar hukum yang jelas.

NEWS FLASH! Just a few minutes ago four Pussy Riot members performed in the FIFA World Cup final match — ”Policeman enters the Game”https://t.co/3jUi5rC8hh pic.twitter.com/W8Up9TTKMA— ???????????????????? ???????????????? (@pussyrrriot) July 15, 2018

Kritik dan Tuntutan Pussy Riot

Tak hanya itu saja, Pussy Riot juga meminta pemerintahan Putin membebaskan aktivis Oleg Sentsov, yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena dianggap ‘merencanakan teror’ usai memprotes penggabungan Krimea (Ukraina) ke Federasi Rusia pada tahun 2014.

Seragam kepolisian yang mereka pakai saat aksi juga memiliki makna dan sebagai bentuk kritik Pussy Riot terhadap aparat. Menurut mereka, pihak kepolisian gagal melakukan reformasi terutama dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakatnya.

Pussy Riot melalui akun Facebook resmi juga menyatakan “Hari ini adalah 11 tahun sejak kematian penyair besar Rusia, Dmitriy Prigov. Prigov menciptakan citra seorang polisi, pembawa kebangsaan surgawi, dalam budaya Rusia,” tulis Pussy Riot dalam pernyataan berbahasa Inggris.

Mereka lanjut membagikan pernyataan tentang aksii tersebut. “Hari ini adalah 11 tahun sejak kematian penyair besar Rusia, Dmitriy Prigov. Prigov menciptakan citra seorang polisi, pembawa kebangsaan surgawi, dalam budaya Rusia,” bunyi tulisan itu.

“Polisi surgawi, menurut Prigov, berbicara dua arah dengan Tuhan sendiri. Polisi duniawi siap membubarkan unjuk rasa. Polisi surgawi dengan lembut menyentuh bunga di ladang dan menikmati kemenangan tim sepak bola Rusia, sementara polisi duniawi merasa tidak peduli dengan mogok makan Oleg Sentsov. Polisi surgawi adalah contoh kebangsaan, polisi duniawi melukai semua orang.”

“Polisi surgawi melindungi bayi yang tidur, polisi duniawi menganiaya tahanan politik, memenjarakan orang-orang yang ‘me-repost’ dan memberikan ‘like’.”

“Polisi surgawi adalah penyelenggara karnaval indah Piala Dunia ini, polisi yang duniawi takut pada perayaan itu. Polisi surgawi dengan hati-hati mengawasi untuk mematuhi aturan permainan, polisi duniawi memasuki permainan tidak peduli tentang aturan.”

“Piala Dunia FIFA telah mengingatkan kita tentang kemungkinan-kemungkinan polisi surgawi di Rusia Besar masa depan, tetapi polisi duniawi, memasuki pertandingan tanpa aturan itu menghancurkan dunia kita.”

Current situation: the 4 pussy riot members spent the whole night at the police station (note that there are no conditions to sleep, eat, take a shower etc) and are still there — going to be brought to the court. They are facing charges for administrative offenses so far.— ???????????????????? ???????????????? (@pussyrrriot) July 16, 2018

Setidaknya ada enam poin tuntutan yang dilayangkan Pussy Riot di final Piala Dunia 2018 semalam.

1. Biarkan semua tahanan politik bebas.

2. Tidak memenjarakan karena memberikan “like” di media sosial

3. Hentikan penangkapan ilegal atas aksi unjuk rasa.

4. Biarkan persaingan politik di negara ini.

5. Tidak membuat tuduhan kriminal dan tidak membuat orang di penjara tanpa alasan.

6. Ubah polisi duniawi menjadi polisi surgawi.

Tentang Pussy Riot dan Aksi-aksi Protesnya Melawan Putin

Pussy Riot merupakan grup musik punk rock perempuan asal Moskow, Rusia. Pussy Riot dikenal dengan pentas-pentas pertunjukan dadakan politik provokatifnya mengenai kehidupan politik Rusia di lokasi-lokasi yang tidak biasa, termasuk di halaman gereja atau di dalam bus.

Pussy Riot memang dikenal sebagai band yang rajin menyuarakan kritik dan tak menyukai sejumlah kebijakan politik Putin. Aksi masuk ke dalam lapangan pada laga final Piala Dunia 2018 itu pun sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan Putin.

Pussy Riot mendeskripsikan diri sebagai kolektif seni yang menyerukan protes lewat aksi dan video. Mereka mengawali grup ini pada akhir September 2011 setelah Vladimir Putin mengumumkan bahwa dirinya berencana kembali menjadi Presiden Rusia hingga 12 tahun mendatang. Mereka berdiri sebagai penentang Putin.

“(Rusia) butuh sebuah grup musik jalanan punk-feminis militan yang akan mengoyak jalanan serta alun-alun Moskow, menggerakkan energi publik melawan kelompok Putin, dan memperkaya budaya Rusia serta oposisi politik dengan tema penting seperti hak gender dan LGBT, maskulinitas, absennya pesan politik yang berani dalam seni dan musik, serta dominasi lelaki dalam obrolan publik,” kata salah satu anggota bernama Serafima kepada Vice, Februari 2012.

Personel Pussy Riot dengan seragam dan topeng yang nyeleneh. Foto: Wikipedia

Sebelum final Piala Dunia 2018 di Rusia, Pussy Riot tercatat sudah pernah beberapa kali melakukan aksi protes terhadap pemerintahan Putin. Apa saja itu?

Yang pertama terjadi pada awal 2012 lalu. Kala itu, Pussy Riot menyanyikan lagu berjudul “Putin Zassel”, yang berarti “Putin Has Pissed Himself” di Katedral Basil di Lapangan Merah. Intinya, Pussy Riot meminta Putin mundur dari jabatannya

Bukan tanpa alasan Pussy Riot berani melakukan aksi tersebut. Pasalnya, setahun sebelum aksi itu, masyarakat Rusia menggelar aksi demonstrasi besar-besaran dalam rangka menentang kecurangan Putin dalam Pemilu. Lalu, momen inilah yang memicu Pussy Riot untuk melakukan aksi.

Tak cukup sampai di situ, sebulan kemudian atau pada 21 Februari 2012, Pussy Riot kembali menggelar aksi. Saat itu, mereka membawakan lagu berjudul “Punk Prayer” di Gereja Katedral Christ the Saviour Moskow.

Apa pesan yang disampaikan Pussy Riot lewat lagu “Punk Prayer”? Ternyata, mereka melancarkan kritik soal keberadaan Gereja Ortodoks yang dinilai anti perempuan, konservatif, anti-LGBT, dan memiliki kedekatan dengan Putin.

Namun, beberapa hari berikutnya, sebelum Putin terpilih kembali sebagai Presiden, para anggota Pussy Riot justru ditangkap. Anggota Pussy Riot harus menghadapi tuntutan hukum karena dituding telah mempromosikan “hooliganisme” atas dasar kebencian terhadap agama.”

Pussy Riot sendiri mengklaim bahwa aksi tersebut merupakan bentuk pernyataan politik. Lalu, pada 17 Agustus 2012, hakim menjatuhkan hukuman pidana selama dua tahun terhadap Tolokonnikova dan Aloykhina.

Aksi para personel Pussy Riot. Foto: Thatscalm.com

Sementara dua bulan kemudian, Yekaterina Samutsevich bebas dari jerat hukum karena pengadilan tidak menemukan keterlibatannya lebih jauh dalam aksi tersebut, namun dirinya tetap dalam pengawasan.

Tolokonnikova dan Alyokhina sendiri akhirnya dibebaskan pada Desember 2013, karena tekanan internasional jelang berlangsungnya Olimpiade musim dingin di Sochi.

Setelah kembali menghirup udara bebas, Pussy Riot kembali melanjutkan aktivitasnya dalam menjalankan kritik terhadap pemerintahan Putin pada 2014. Pussy Riot juga membela pemenuhan hak-hak terhadap perempuan, LGBT, serta menolak wujud kapitalisme dalam bentuk apapun.

Sekadar informasi, saat tampil, sebagian besar personel Pussy Riot mengenakan penutup kepala yang dilubangi di bagian mata dan mulut. Mereka sudah merilis sedikitnya 10 single bermuatan protes, seperti Make America Great Again yang membayangkan dunia distopia AS era Presiden Donald Trump.

Selain itu, Pussy Riot juga pernah merilis sejumlah video musik, yang sebagian besar menggunakan simbol tubuh dan seksualitas sebagai tema eksplisit untuk mewakili protes.

Pussy Riot sendiri sudah menjadi subyek dalam dua film dokumenter yakni Pussy Riot: A Punk Prayer (2013) karya Mike Lerner dan Maxim Pozdorovkin, serta Pussy versus Putin (2013) dari kelompok kolektif Gogol’s Wives.

Share: Sederet Aksi Pussy Riot Melawan Putin Sebelum Ganggu Final Piala Dunia 2018