General

Akademisi UI: Kunjungan Staquf ke Israel Tabrak Arah Politik Luar Negeri RI

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Kunjungan Sekretaris Jenderal Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf ke Israel, sebagai pembicara dalam diskusi yang diadakan American Jewish Committee (AJC),  Minggu, 10 Juni, menuai kritik dan kecaman. Pasalnya, Gus Yahya disebut tak bicara soal Palestina.

Yahya Staquf sendiri mengakui bahwa kunjungannya itu atas nama pribadi sebagai warga muslim dan tidak mewakili posisinya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden, ataupun NU. Usai acara, Yahya Staquf sempat mengatakan bahwa kehadirannya di Israel adalah demi Palestina.

“Saya berdiri di sini untuk Palestina. Saya berdiri di sini atas dasar bahwa kita semua harus menghormati kedaulatan Palestina sebagai negara merdeka,” kata Yahya setelah jadi pembicara dalam forum itu seperti dilansir dari situs NU Online, Senin, 11 Juni.

Namun, kontroversi muncul setelah AJC Global merilis video pernyataan Yahya Staquf lewat video di YouTube. Dalam video itu, sampai selesai diskusi, Yahya Staquf bahkan tak secara khusus membahas kondisi Palestina.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin menilai lawatan Yahya Staquf ke Israel merupakan tanggung jawab pribadi dan tak ada kaitannya dengan negara, apalagi mewakili MUI dan PBNU.

“Itu tanggung jawab sendiri,” kata Ma’ruf di Gedung MUI, Jakarta, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, Selasa, 11 Juni.

Ma’ruf mengatakan bahwa MUI tak serta merta bisa memberikan dukungan terhadap kunjungan Yahya Staquf ke Israel tersebut, meski maksudnya baik demi Palestina. Ma’ruf ingin perjuangan diplomasi tetap melalui pemerintah, dalam konteks ini Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), bukan oleh perorangan.

“Apakah memperlancar upaya Kemenlu atau justru memperburuk. Tetapi sebenarnya diplomasi yang kami inginkan melalui Kemenlu secara resmi. Di MUI tidak ada hak untuk menindak, itu nanti PBNU,” ucap Ma’ruf.

Terkait polemik ini, Asumsi mencoba membahas masalah ini dengan pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (HI UI) Shofwan Al Banna. Bagaimana tanggapan Shofwan? Mari simak wawancara Asumsi berikut.

Bagaimana Anda Melihat Kunjungan Yahya Staquf ke Israel?

Saya percaya niat Kyai Yahya Staquf baik untuk berkontribusi pada perdamaian. Karena itu, Pak Staquf juga memposisikan kunjungan ini sebagai sesuatu yg bersifat pribadi. NU, melalui KH Said Agil Siradj juga telah menegaskan sikap NU yang membela Palestina.

Meskipun demikian, jika melihat konteks diplomasi yang lebih luas, kunjungan ini kurang tepat. Saat ini, komunitas kemanusiaan internasional lintas ideologi dan agama sedang mendorong tekanan diplomatik terhadap Israel karena pelanggaran kemanusiaan dan hukum internasional yang telah dilakukannya puluhan tahun.

Perjanjian damai dimanfaatkan Israel untuk membangun pemukiman ilegal dan mengusir penduduk Palestina. Yang melawan dikurung dan dicap teroris, lalu dibunuh jika terus menolak perampasan-perampasan tersebut.

Israel bisa leluasa karena secara politik didukung oleh Amerika Serikat yang punya veto di PBB. Belakangan, pejuang kemanusiaan internasional dan berbagai negara tengah meningkatkan tekanan diplomatik.

Para selebriti dan akademisi seperti Stephen Hawking memboikot Israel. Ini yang disebut dengan “shaming and naming” sehingga Israel semakin terisolasi secara diplomatik dan terpaksa menghentikan beberapa kebrutalannya.

Adakah Celah dari Upaya Diplomasi Yahya Staquf Itu?

Kehadiran Kiai Staquf dengan niat baiknya dimanfaatkan dengan licik oleh Israel untuk menggagalkan tekanan masyarakat sipil pro kemanusiaan internasional ini.

Tak heran, perdana menteri Israel langsung menyebut kunjungan tersebut atas nama organisasi Islam terbesar di dunia (meskipun NU sendiri membantah).

Sementara itu, masyarakat Palestina dari beragam latar belakang juga menyesalkan kunjungan tersebut: Hamas, Fatah, maupun pemerintah otoritas Palestina sendiri menyesalkan kunjungan tersebut. Bukankah suara dari yang tertindas perlu didengar?

Dalam konteks Indonesia, niat baik Kiai Staquf juga kurang diselaraskan dengan strategi dan posisi pemerintah Indonesia sendiri. Pemerintah Indonesia menolak dengan tegas klaim sepihak Israel yang mengklaim Yerusalem sebagai ibu kotanya.

Acara yang dihadiri Pak Staquf ini dirancang untuk menegaskan klaim tersebut, sehingga bertentangan dengan kebijakan luar negeri resmi Indonesia.

Apa Dampak Kunjungan dan Diplomasi Yahya Staquf di Israel?

Situasi bertambah kompleks karena kemudian terjadi kegaduhan di antara berbagai kelompok pembela palestina dan organisasi Islam di Indonesia sendiri karena perbedaan dalam menyikapi kunjungan Pak Staquf tersebut.

Jika memang benar kita semua ingin membela Palestina dan menciptakan perdamaian sejati di Palestina, saatnya masing-masing pihak untuk menahan diri dan belajar dari kegaduhan ini.

Sebagai organisasi besar, NU barangkali perlu memperkuat mekanisme organisasi untuk mengelola langkah pembelaan pada Palestina sehingga para Kiai bisa duduk bersama dan mengatur langkah dengan baik untuk isu sepenting ini.

Di sisi lain, organisasi lain juga perlu menahan diri untuk tidak memberikan komentar buruk karena perpecahan di antara pendukung Palestina di Indonesia tentu akan merugikan upaya membela Palestina itu sendiri.

Share: Akademisi UI: Kunjungan Staquf ke Israel Tabrak Arah Politik Luar Negeri RI