Budaya Pop

Membela Pacarnya Milea yang Menjadi Minke

Wildanshah — Asumsi.co

featured image

Semua orang lagi sibuk nyinyir habis-habisan di lini masa. Pemicunya sih katanya karena pacarnya Milea, Dilan, terpilih menjadi tokoh utama film adaptasi novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

“Astaga! Ini serius! Pasti film ini bakal jadi percintaan norak yang menyingkirkan pesan perjuangan,” cerca beberapa orang, yang mungkin telah membaca tetralogi Pulau Buru atau sekadar pernah jadi aktivis lalu ikut acara diskusi bedah buku tanpa pernah membacanya hingga bertamu di Rumah Kaca.

Mereka-mereka itu seperti tidak rela sosok Minke yang revolusioner harus diperankan oleh Iqbaal Ramadhan, mantan Coboy Junior yang terkesan imut, menyenangkan, dan sangat jenaka saat memerankan Dilan.

Bahkan, tidak lama setelah Iqbaal diperkenalkan ke publik sebagai kekasih Annelies, muncul petisi online melalu Change.org yang digagas oleh Ady Gilang untuk meminta Falcon Pictures mengurungkan niatnya menjadikan Iqbaal sebagai pemeran utama di film Bumi Manusia.

Ady menilai, Iqbaal tidak memilik aura sosok Minke. Terlebih lagi Ady menuding pemilihan Iqbaal untuk peran tersebut hanyalah strategi untuk memperoleh jumlah penonton yang banyak dari kalangan anak muda. Dengan demikian Ady khawatir bahwa film Bumi Manusia nantinya hanya mengeksploitasi kisah percintaan antara Minke dan Annelies.

Serangan bertubi-tubi kepada Iqbaal bukan terjadi kali ini saja, kalau kita mundur ke belakang, banyak banget malah yang ragu kalau Iqbaal bakal asyik ketika meranin kekasih Milea, katanya muka Iqbaal terlalu baik untuk menjadi Dilan, ditambah saat kita nonton trailer-nya yang rada-rada menjurus ke drama FTV. Ih, makin ragu dan malu sendiri pernah baca novelnya “Ayah” Pidi Baiq.

Di luar prasangka buruk kita, nyatanya, Dilan ala Iqbaal berhasil kok membius masyarakat lintas usia hingga jadi parodi bersama. Bahkan lawakannya masuk dalam gelanggang politik di mana semua plesetan perkataan Dilan seolah menjadi mantra ampuh di segala situasi mulai dari urusan percintaan, kementerian, sampai menyerang pemerintahan.

Coba bayangkan kalau yang meranin Minke itu Reza Rahardian lagi, Nicolas Saputra lagi, Iko Uwais lagi, Adipati Dolken lagi, atau Yayan Ruhian yang bikin greget. Mungkin bisa juga Dwi Sasono, yang sangat ajib memerankan Mas Adi di Tetangga Masa Gitu.

Tapi, ayo dong, move on, sosok Minke harus yang segar dan mampu menarik perhatian Generasi Y dan Z. Aktor-aktor yang tadi memang bagus, tapi penting juga menurut saya mempertimbangkan selera anak zaman now yang butuh teladan yang gaul dan masih sebaya dengan mereka.

Iqbaal, Orde Baru, dan Kenapa Kita Enggak Perlu Khawatir

Kekhawatiran para “aktivis” dan “sastrawan” zaman old bahwa film ini hanya memanfaatkan kegandrungan anak muda zaman now terhadap sosok Iqbaal terutama Dilan, seharusnya menjadi arus balik kekuatan film besutan Mas Hanung untuk mengenalkan gagasan Pram yang selama ini diredam oleh Orde Baru sejak tahun 1981.

Bayangkan saja, dulu membaca Bumi Manusia bisa diringkus dan diperiksa oleh aparat negara, hal ini lebih mencekam dari pada nonton film Pengabdi Setan sendirian tanpa pasangan.

Baru sejak Orde Baru tumbang, buku terlarang ini bisa dibaca oleh siapa saja dan di mana saja. Bahkan kini, buku tetralogi Pulau Buru bisa dijadikan sebagai kado ulang tahun yang manis untuk kerabat dan keluarga.

Sayangnya, kebebasan peredaran buku ini masih belum cukup populer di kalangan anak muda Generasi Y dan Z. Alasannya sederhana, masih banyak yang belum tahu siapa itu Pramoedya Ananta Toer, tak kenal maka tak beli bukunya, apa lagi karya-karya lainnya seperti Keluarga Gerilya, Arus Balik, Larasati, dan buku-buku lainnya.

Berdasarkan pengalaman pribadi, hal tersebut terbukti, ketika saya keliling ke beberapa daerah di Indonesia untuk bertemu anak-anak muda, terutama Generasi Z, dan berdiskusi soal buku. Mereka lebih akrab dengan Raditya Dika beserta Kambing Jantan, Babi Ngesot, dan Marmut Merah Jambu ketimbang tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer yang sudah diterjemahkan dan dikaji oleh berbagai negara. Ketimpangan wawasan ini yang jauh lebih mengkhawatirkan.

Membela pacar Milea menjadi Minke, menurut saya, merupakan sarana untuk mewariskan ingatan bangsa kepada Generasi Y dan Z, dengan lebih halus, menyenangkan, populer. Jangan sampai, film ini hanya jadi ajang nostalgia bagi para pembaca buku Pram di era Orde Baru. Film ini harus berorientasi pada masa depan generasi kita, yang tumbuh setelah tumbangnya Soeharto.

Bayangkan, jika film ini berhasil menyedot perhatian generasi muda, pergerakan dan jiwa kritis akan menjadi tren positif untuk menguatkan perjuangan anak muda dalam mewujudkan keadilan di negerinya dengan berburu buku, menulis, dan berorganisasi.

Seandainya booming dan viral di kalangan anak muda, membaca buku-buku Pram akan menjadi hal keren, wajib, dan digandrungi. Sebagaimana jaketnya Dilan, puisinya Rangga, dan model rambutnya Vino juga Junot di film Realita Cinta dan Rock N Roll.

Memang, semua ini kembali kepada Mas Hanung, sebagai sutradara film Bumi Manusia agar menyajikan sebuah cerita yang lebih menggerakan anak muda, bukan yang hanya membuat anak muda galau, merenung, baper saja. Ya, minimal sebagai pengantar penonton untuk mulai berburu buku tetralogi Bumi Manusia.

Misi Mas Hanung harus melampaui sisi komersil bila memang serius ingin mencetak satu generasi emas di masa mendatang. Mulailah percayakan Iqbaal untuk menjadi bagian dari zaman yang bergerak tersebut.

Dan kita tinggal menunggu formulasi Mas Hanung, agar anak muda  calon “korban” film Bumi Manusia bisa berbincang kepada sesamanya, “Buset, hari gini lo belum pernah baca bukunya Pram, gila lo ya! Buku-bukunya keren banget, lo harus punya!” di tongkrongan mereka masing-masing

@Wildan.shah adalah Komisaris Warga Muda dan Host di #Rabuberburubuku.

Share: Membela Pacarnya Milea yang Menjadi Minke