Isu Terkini

Menyelami Akar Masalah Startup Indonesia

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi Antara

Sejumlah perusahaan rintisan atau startup di Indonesia belum lama ini mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawannya.

Startup edutek Zenius salah satu perusahaan yang banyak mendapat sorotan lantaran memilih opsi pemecatan itu. Bukan hanya Zenius, perusahaan rintisan lain seperti LinkAja dan TaniHub juga mengambil langkah serupa pada 2022 ini. 

Ketergantungan pada pemodal: Analis dan praktisi hukum restrukturisasi utang dari Kantor Frans & Setiawan, Hendra Setiawan Boen mengungkap biang masalah yang memicu sejumlah perusahaan rintisan di Indonesia layu atau bahkan gugur di tengah jalan. 

Dia menilai ketergantungan startup-startup itu pada pendanaan dari luar melalui fundraising, private placement sampai pinjaman menjadi pangkal masalah semua ini. Perusahaan rintisan ini banyak yang menggantungkan dana operasionalnya pada pendanaan pihak luar.

“Memang dana dari investor sangat berguna bila ingin ekspansi tapi tentu tidak bisa terus-terusan mengandalkan pihak luar. Startup ini harus bisa menghitung kapan perusahaan bisa mandiri, break-even point, mengembalikan dana pinjaman dari investor dan mulai meraup keuntungan,” ungkap Hendra dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/5/2022), mengutip Antara. 

Contoh nyata: Dia mencontohkan ada perusahaan startup besar Indonesia yang sudah berdiri selama puluhan tahun tapi masih beroperasi dengan menanggung utang puluhan triliun rupiah. Sementara di saat yang sama, investor juga terus-terusan menyuntikkan modal. Menurut dia skema bisnis semacam ini tidak berkelanjutan. 

“Bagi saya praktik seperti ini tidak masuk akal dan tidak sustainable. Kalau tiba-tiba investor startup kehabisan uang, apakah si startup masih bisa beroperasi atau malah kasak-kusuk mencari investor lain untuk suntikan modal?,” katanya. 

Saran: Hendra memberi saran agar startup Indonesia tidak perlu terlalu terburu-buru untuk booming. Lebih baik tumbuh secara organik. Kalau memang mau ekspansi baru cari investor. Dana dari investor itu hanya alat bantu untuk berkembang dan bukan tujuan utama mendirikan startup. 

Hendra memberi analogi investor pada startup itu seperti baby walker untuk bayi dapat belajar berjalan. Tapi pada akhirnya bayi itu harus bisa berjalan sendiri tanpa alat bantu. Apabila tidak, berarti ada masalah dan bayi tersebut harus dibawa ke ahli tumbuh kembang anak. 

“Lebih baik punya perusahaan yang berkembang secara perlahan tapi sehat dan bertahan lama daripada dikarbit menjadi besar dalam sehari tapi besoknya layu,” tutup Hendra. 

Startup lakukan PHK: Seperti diketahui, dua perusahaan rintisan atau startup Tanah Air PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) atau LinkAja dan Zenius Education, belum lama ini mengumumkan PHK terhadap ratusan karyawan. 

Keduanya melanjutkan tren PHK yang membayangi perusahaan rintisan yang sebelumnya lebih dahulu dialami Fabello, TaniHub, dan UangTeman. Sebelum ini, beberapa startup Indonesia karena tak bisa bertahan pada akhirnya juga harus gulung tikar, seperti Airy Rooms, Stoqo, Qlapa, dan Sorabel.

Baca Juga:

Menguak Penyebab Startup Berguguran 

Blusukan hingga Asia Tenggara, East Ventures Raih Pendanaan Rp7,9 Triliun 

Jokowi Minta Ainun Najib Pulang ke Indonesia: Gimana Sih Agar Mau?

Share: Menyelami Akar Masalah Startup Indonesia