Covid-19

Masih Perlukah Tes COVID-19 Untuk Kurangi Penularan Kasus?

Joko Panji Sasongko — Asumsi.co

featured image
Pixabay

Bagi sebagian orang, menjalani tes usap di hidung atau
tenggorokan (swab test) untuk menguji COVID-19 telah menjadi hal yang rutin dan
bahkan mengganggu.

Di sisi lain, seiring waktu, pejabat kesehatan di beberapa
negara mulai mempertanyakan manfaat pengujian massal berulang kali dalam hal
pengendalian infeksi, terutama mengingat biayanya yang mencapai miliaran.

Jepang menghindari pengujian skala besar namun mengatasi
pandemi dengan relatif baik, berdasarkan tingkat infeksi dan kematian.
Negara-negara lain, termasuk Inggris dan Spanyol juga telah mengurangi
pengujian.

Namun, pengujian berulang di seluruh kota tetap menjadi
bagian utama dari rencana “nol-COVID” di China.

“Kita perlu belajar, dan tidak ada yang melakukannya
dengan sempurna,” kata pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dale
Fisher seperti dikutip Antara dari Medical Daily.

WHO mendesak negara-negara untuk melakukan pengujian pada
semua kasus yang dicurigai setelah virus corona pertama kali terindentifikasi.
Pengawasan global membantu para ilmuwan memahami risiko penyakit parah atau
kematian serta risiko penularan.

Sekarang, menurut para ahli kesehatan, dengan dominasi
varian Omicron yang dikatakan menyebabkan gejala relatif lebih ringan dan
ketersediaan vaksin serta perawatan yang lebih efektif, pemerintah harus
mempertimbangkan kebijakan yang lebih strategis, seperti pengambilan sampel
populasi.

Sebenarnya, WHO tidak pernah merekomendasikan skrining
massal individu tanpa gejala, seperti yang saat ini terjadi di China karena
masalah biaya dan kurangnya data tentang keefektifannya.

Satu studi di Denmark yang diterbitkan tahun lalu
menyimpulkan, program pengujian dan isolasi dari kasus yang dikonfirmasi
membantu mengurangi penularan hingga 25 persen.

Tetapi, pakar kesehatan mempertanyakan perkiraan tersebut.
Sebuah tinjauan yang diterbitkan dalam Medical Virology pada akhir Maret lalu
tentang penggunaan tes cepat untuk orang tanpa gejala dalam inisiatif skrining
massal justru menemukan ketidakpastian atas dampaknya.

“Klaimnya (pengujian massal) akan menghentikan pandemi,
dan itu akan memotong penularan hingga 90 persen. Dan ternyata tidak,”
kata Angela Raffle, dosen senior di Bristol University Medical School.

Ada beberapa kemungkinan penjelasan mengapa pengujian tidak
menghasilkan manfaat yang lebih besar antara lain fakta tes tidak sempurna dan
banyak orang yang tidak mau atau tidak dapat mengisolasi diri setelah dites
positif.

Sebuah tinjauan di British Medical Journal kala pra-Omicron
menemukan, hanya 42,5 persen dari pasien yang tinggal di rumah selama seluruh
periode isolasi.

Di Inggris, tes COVID-19 gratis saat ini hanya tersedia
untuk petugas kesehatan pemerintah, mereka yang memiliki kondisi kesehatan
tertentu, dan orang yang masuk rumah sakit.

Sementara bagi orang-orang dengan gejala harus membayar
biaya tes atau hanya disarankan untuk tinggal di rumah sampai mereka merasa
lebih baik.

Profesor kesehatan global di McGill University di Kanada
Madhu Pai, menilai ini akan menjadi bencana, karena orang-orang akan
benar-benar lengah jika varian yang lebih berbahaya muncul.

Baca Juga

Share: Masih Perlukah Tes COVID-19 Untuk Kurangi Penularan Kasus?