Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan masih ada
kepala daerah yang menyalahgunakan kewenangannya untuk memperoleh keuntungan
pribadi dari pemberian izin usaha. Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL)
ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan gratifikasi
dan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel tahun 2020 di Kota Ambon,
Maluku.
“Tentu dengan kejadian hari ini yang begitu terus
berulang, KPK merasa penuh keprihatinan karena masih ada kepala daerah yang
menyalahgunakan kewenangannya untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan
cara-cara tidak sah dengan cara pemberian izin usaha,” ujar Ketua KPK
Firli Bahuri saat konferensi pers, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/5/2022),
dilansir dari Antara.
Izin Usaha: Pemberian izin usaha semestinya menjadi sarana
untuk mendorong kemajuan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Jika pemberian
izin mudah, maka usaha akan menggeliat. Selain itu, kesempatan kerja akan
terbuka dan pendapatan masyarakat akan meningkat.
“Itu pasti akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan
konsumsi masyarakat,” ujar Firli.
Ia berharap, para pelaku usaha berbisnis dengan prinsip
jujur agar tercipta iklim usaha yang sehat, kompetitif, dan menghindari
praktik-praktik korupsi Perizinan usaha juga menjadi fokus area KPK dalam
memberantas korupsi melalui pendekatan strategi pendidikan, pencegahan maupun
penindakan.
Tersangka: KPK menetapkan dua tersangka lainnya dalam kasus
persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel tahun 2020 di Kota Ambon,
Maluku ini. Yaitu, staf tata usaha pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin
Hehanusa (AEH) dan Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi (AM) Kota
Ambon.
Jerat Pidana: Tersangka Amri selaku pemberi disangkakan
melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan tersangka Richard dan Andrew sebagai penerima
disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12
B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga