Isu Terkini

Penghapusan Istilah Klitih Dianggap Tak Ada Gunanya

Manda Firmansyah — Asumsi.co

featured image
(ANTARA FOTO/Jafkhairi)

Pemerintah provinsi (Pemprov) dan Kepolisian Daerah (Polda) Istimewa Yogyakarta (DIY) sepakat meminta masyarakat tidak lagi menggunakan istilah klitih untuk setiap aksi kejahatan jalanan. Ini merespon kasus kejahatan jalanan terbaru yang menewaskan pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta bernama Daffa Adzin Albazith (17), pada Minggu (3/4/2022). 

“Kata klitih ini mohon tidak kita gunakan lagi, karena ini sudah salah kaprah,” ujar Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi di Mapolresta Yogyakarta, Selasa (5/4/2022). 

Menanggapi hal itu, dosen program studi kebijakan pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Ariefa Efianingrum mengaku sependapat dengan usulan untuk mendudukkan kembali makna klitih yang sesungguhnya. 

Penggunaan istilah lain yang dikenal secara hukum lebih sesuai, sehingga langkah penanganan secara hukum menjadi lebih tepat. Ia sepakat dengan penyebutan kekerasan jalanan, kejahatan jalanan, atau kriminalitas jalanan. 

Klitih dalam istilah bahasa Jawa sesungguhnya tidak bermakna negatif. Klitih semestinya memiliki definisi jalan-jalan sore atau sekadar mencari angin sambil mengobrol. Namun, saat ini istilah klitih mengalami pergeseran makna yang mengarah ke aksi kejahatan jalanan. 

“Apapun istilah dan penyebutannya, yang jauh lebih penting sebenarnya adalah mengurai akar permasalahan, sehingga solusi yang ditawarkan dapat efektif,” ucapnya ketika dihubungi reporter Asumsi.co, Jumat (8/4/2022). 

Ia menilai, akar masalah kekerasan jalanan adalah kegelisahan dalam kehidupan anak-anak muda (yang menjadi pelaku), sehingga tega melakukan penyerangan, melukai, dan menyakiti pihak lain. “Saya kira, ini menyangkut tergerusnya nilai kemanusiaan dan nilai karakter,” ujar Ariefa. 

Hingga saat ini, aksi kekerasan jalanan ini masih eksis, karena selalu ada aktor/pelaku-pelaku baru yang secara kolektif mempraktikkannya. Yaitu, dengan menyerang atau melukai pihak -pihak yang dianggap sebagai lawan. 

Menurut Ariefa, tidak semua pelaku kekerasan jalanan adalah pelajar. Kekerasan jalanan berbeda dengan aksi tawuran pelajar yang umumnya berlangsung setelah pulang sekolah dan masih mengenakan atribut.

 “Hal tersebut menunjukkan adanya aktor di luar pelajar/sekolah yang turut terlibat dalam kekerasan jalanan. Kekerasan jalanan yang dilakukan di waktu malam dan dini hari menunjukkan bahwa aksi tersebut dilakukan untuk menghindari pengawasan dan kontrol sosial dari masyarakat maupun pihak kepolisian,” tutur penulis disertasi tentang Reproduksi Kekerasan Pelajar SMA di Kota Yogyakarta ini. 

Sementara itu, Guru Besar Kriminolog Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa menilai, menghapus istilah klitih tidak bisa mengatasi kejahatan jalanan itu. 

“Penghilangan istilah tidak ada gunanya. Karena ia bentuk tingkah laku lontang lantung pada malam hari karena tidak punya aktivitas positif yang membanggakan. Klithih itu ejaan Jawa yang benar, artinya lontang-lantung malam hari,” ucapnya. 

Menurut Mustofa, klitih merupakan bentuk kenakalan gang delinkuen, karena kejahatan jalanan itu menyerang tanpa alasan yang jelas dan tidak mengenal korbannya. Pelakunya biasanya anak-anak atau remaja kelas bawah yang tidak bisa membanggakan diri dalam status ekonomi dan sosial. Lalu, mereka mencari status agar dikenal sebagai anak atau remaja berani di kalangan teman-teman gangnya. 

Oleh karena itu, menyerang orang tanpa provokasi dilakukan ketika bersama-sama dengan anggota gang. Tingkah laku tersebut bersifat negativistik. Cara menanggulangi jangka pendek adalah razia rutin dan penegakan hukum.

Untuk penanggulangan jangka menengah, kata dia, bisa dilakukan dengan membina anggota gang klithih untuk melakukan aktivitas positif, serta memberi pelatihan dan pendidikan yang dapat dipergunakan untuk memperoleh status sosial. 

“UUD mengamanatkan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara. Jangka panjangnya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar Mustofa.

Baca Juga:

Sultan Minta Proses Semua Pelaku Klitih di Jogja 

Seorang Pelajar Tewas Akibat Klitih di Yogyakarta 

Asal Nama Klitih Hingga Dikaitkan dengan Geng Meresahkan di Yogyakarta

Share: Penghapusan Istilah Klitih Dianggap Tak Ada Gunanya