Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap sejumlah fakta dugaan tindakan penyiksaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Yogyakarta.
Investigasi Komnas HAM bermula dari aduan mantan narapidana ke ORI Perwakilan DIY dan Jawa Tengah pada tanggal 1 November 2021 mengenai dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang mereka alami.
“Kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat memang terjadi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta,” kata Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam saat konferensi pers virtual dikutip dari Antara.
Terjadi sejak 2020: Berdasarkan hasil investigasi Komnas HAM dugaan praktik penyiksaan di lapas di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman itu memang terjadi sejak pertengahan 2020.
Praktik tersebut, menurut dia, berlangsung beriringan dengan upaya pemberantasan penggunaan narkotika di dalam lapas itu dalam waktu yang singkat dengan target maksimal.
“Celakanya ketika intensitas (pemberantasan narkoba) ini sangat tinggi yang terjadi adalah tindak kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat muncul di situ,” katanya.
Siapa pelakunya: Choirul mengatakan sudah ada petugas lapas yang mengakui melakukan tindakan itu.
“Ada petugas yang mengakui melakukan tindakan pemukulan, menendang, dan mencambuk menggunakan selang, itu ada. Ada pengakuan soal itu,” ucap Choirul.
Dipukul dan ditelanjangi: Temuan Komnas HAM lainnya, ada pula petugas yang mengaku melihat langsung pemukulan dan penelanjangan terhadap WBP baru sebelum masuk di blok.
“Ketiga, ada petugas yang mengetahui atau mendengar dari rekan regu pengamanan yang bertugas saat itu,” katanya.
Dicambuk dan diinjak: Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Wahyu Pratama Tamba mencatat sembilan tindakan penyiksaan dan kekerasan fisik terhadap WBP di lapas itu, di antaranya pemukulan, baik menggunakan tangan kosong maupun menggunakan alat, seperti selang, kabel alat kelamin sapi, dan kayu.
“Pencambukan menggunakan alat pecut dan penggaris, ditendang, dan diinjak-injak dengan menggunakan sepatu PDL,” kata Wahyu Pratama.
Disuruh makan muntah dan minum air kencing: Komnas HAM juga mencatat delapan tindakan perlakuan buruk serta merendahkan martabat. Salah satunya, para warga binaan diminta memakan muntahan makanan, meminum air seni, dan mencuci muka menggunakan air seni, dan pencukuran atau penggundulan rambut dalam posisi telanjang.
Terjadi di 16 titik: Setidaknya kejadain tersebut terjadi di 16 titik tempat lokasi, antara lain Branggang (tempat pemeriksaan pertama saat WBP baru masuk lapas), blok isolasi pada kegiatan masa pengenalan lingkungan (mapenaling), lapangan, setiap blok-blok tahanan WBP, aula bimbingan kerja (bimker), kolam ikan lele, serta ruang P2U dan lorong-lorong blok.
“Waktu terjadinya penyiksaan, pada saat WBP baru masuk dalam lapas dalam kurun waktu 1—2 hari, pada masa pengenalan lingkungan, dan saat WBP melakukan pelanggaran,” ucapnya.
Kemenkumham minta maaf: Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY Gusti Ayu Putu Suwardani mengapresiasi kinerja Komnas HAM serta berkomitmen mencermati hasil investigasi dan rekomendasi dari lembaga itu.
“Permohonan maaf atas kelalaian yang diduga telah dilakukan oleh beberapa oknum petugas terhadap beberapa WBP LP Narkotika Yogyakarta,” kata Ayu.
Pelaku dimutasi: Ayu mengatakan Kanwil Kemenkumham DIY telah terlebih dahulu melakukan langkah yang direkomendasikan Komnas HAM, antara lain melakukan pemeriksaan terhadap beberapa oknum petugas yang diduga terlibat.
“Memindahkan lima oknum petugas yang disinyalir melakukan kekerasan ke Kantor Wilayah, menetapkan pejabat sementara dan merotasi beberapa petugas untuk menetralisasi situasi dan kondisi,” katanya.
Baca Juga:
Kubu Setya Novanto dan Nurhadi Bentrok di Lapas Sukamiskin
Angelina Sondakh Bebas Usai 10 Tahun Mendekam di Penjara
Saat Komunikasi Sidang Terputus Ketika Napi Ungkap Praktik Jual Beli Kamar Lapas Tangerang