Covid-19

Kebijakan PPLN ke Bali Bebas Karantina Berpotensi Ciptakan Mutasi Silang COVID-19

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi/ANTARA

Pemerintah Provinsi Bali telah memutuskan untuk
memberlakukan uji coba tanpa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri
(PPLN) ke daerah tersebut, mulai Senin (7/3/2022) besok. Pemberlakuan kebijakan
ini pun memicu kekhawatiran publik soal risiko penyebaran multi varian COVID-19
di Pulau Dewata.

Kebijakan Dipercepat

Sebelumnya pemerintah melalui Menyeri Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan
pemberlakuan uji coba tanpa karantina bagi PPLN ke Bali dilakukan pada 14 Maret
mendatang.

Kala itu, Luhut yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali
menyebutkan uji coba tanpa karantina bagi PPLN yang datang ke Bali diterapkan
dengan beberapa persyaratan.

“Target 14 Maret 2022 dapat kita percepat satu minggu
kalau dalam evaluasi minggu depan, tren kasus menunjukkan hasil yang
membaik,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.

Kini, Luhut menyampaikan arahan kepada Gubernur Bali, Wayan
Koster uji coba tanpa karantina ke Bali dipercepat waktu pelaksanaannya.
Keputusan ini disampaikan Luhut dalam rapat koordinasi pada Jumat (4/3/2022)
lalu.

Alasannya, dikarenakan percepatan vaksin dosis ketiga atau
penguat (booster) dengan target minimum 30 persen yang diupayakan sudah
tercapai 7 Maret 2022.

Negara Bebas Karantina

Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, pemberlakuan
kebijakan tanpa karantina bagi PPLN, hanya berlaku melalui pintu masuk Bali,
dengan perjalanan udara dan laut.

“Kebijakan PPLN tanpa karantina dan hanya berlaku
melalui pintu masuk Bali, dalam rapat tersebut juga diputuskan layanan Visa on
Arrival (VOA) bagi PPLN juga diberlakukan mulai 7 Maret 2022,” ujarnya
dikutip dari Antara, Minggu (6/3/2022).

Ia menjelaskan, layanan Visa on Arrival (VOA) bagi PPLN,
khusus yang datang dari 23 negara, yakni Australia, Amerika Serikat, Inggris,
Jerman, Belanda, Perancis, Qatar, Jepang, Korea Selatan dan Kanada.

Negara lainnya seperti Italia, Selandia Baru, Turki, Uni
Emirat Arab, Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos,
Myanmar, Kamboja dan Filipina.

Koster mengayakan ada persyaratan kesehatan bagi PPLN yang
bebas karantina yaitu sudah vaksinasi lengkap/booster, negatif tes Swab PCR
sebelum keberangkatan dan memiliki bukti lunas pemesanan hotel minimum empat
hari di Bali.

“Apabila hasil tes positif, PPLN diwajibkan mengikuti
isolasi di hotel. Khusus bagi PPLN yang positif, lanjut usia dan memiliki
komorbid, langsung dirawat di rumah sakit,” ungkapnya.

Selain itu, pada hari ketiga PPLN berkewajiban mengikuti tes
Swab PCR dan apabila hasil tesnya negatif, pada hari keempat diizinkan
melakukan perjalanan ke luar Bali.

“PPLN tetap harus memiliki asuransi kesehatan yang
menjamin COVID-19 sesuai ketentuan dan pencabutan kewajiban adanya
sponsor/penjamin untuk permintaan e-Visa Wisata,” imbuhnya.

Pengetatan Prokes

Terkait kebijakan ini, Wayan Koster juga menekankan
pentingnya meningkatkan pencapaian vaksinasi termasuk vaksin penguat untuk
warga lanjut usia dan memastikan ketersediaan kamar perawatan biasa dan
perawatan ICU yang memadai di rumah sakit.

“Bagi masyarakat lanjut usia yang hasil tes usap PCR
positif dan memiliki komorbid, wajib langsung mengikuti perawatan di rumah
sakit,” ucapnya.

Ia juga memastikan dilakukannya pengetatan protokol
kesehatan dan penggunaan aplikasi PeduliLindungi di berbagai tempat, seperti di
bandara.

“Terakhir, meningkatkan kesiapan di Bandara
Internasional I Gusti Ngurah Rai bagi kedatangan PPLN agar tidak terjadi
penumpukan,” ucap Koster.

Tetap Perlu Karantina

Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko
Wahyono menyayangkan adanya kebijakan bebas karantina bagi PPLN yang dipercepat
pelaksanaanya.

Menurutnya, karantina terhadap PPLN yang datang ke Bali
harus tetap dilakukan demi mencegah terjadinya persilangan mutasi antar varian
virus Corona yang berasal dari negara-negara berbeda.

“Harus karantina dulu dong, tetap. Kita khawatir dengan
situasi pandemi di Indonesia yang belum mereda akibat varian Omicron ini bisa
memicu terjadinya cross mutation, mutasi silang varian Alfa, Beta, dan Delta
yang dibawa sama turis yang datang ke Bali,” ujarnya saat dihubungi
Asumsi.co, Minggu (6/3/2022).

Ia mengatakan, pemerintah mesti mensyaratkan para turis
asing ini tiga hari melakukan karantina di negara asalanya sebelum berangkat
dan tiga hari saat tiba di Bali.

“Oke lah, nggak usah sampai 10 hari tapi syarat enam
hari karantina masing-masing di negara asal dan pas datang ke Balih harus
dilaksanakan,” ucapnya.

Selain itu, dirinya menyarankan agar pemerintah juga
menerapkan kebijakan turis yang boleh masuk dan berwisata ke Bali sudah
disuntik vaksin booster di negara asalnya.

“Booster perlu, tes swab juga perlu saat berangkat, pas
sampai di Bali dan sebelum pulang ke negara asal. Demi keamanan masyarakat Bali
dan kita semua,” tandasnya.

Terkesan Terburu-buru

Sementara itu, pakar kebijakan publik dari Universitas
Indonesia, Lisman Manurung mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam memitigasi
turis asing yang kedapatan positif COVID-19 saat tiba di Bali.

Ia menyebutkan, pemerintah perlu memastikan bahwa kesiapan
fasilitas kesehatan atau hotel untuk karantina para turis ini memang mencukupi
dan tidak malah merepotkan masyarakat setempat.

“Kesiapannya sudah oke belum? Pertimbangannya kalau
cuma demi menambah pemasukan wisata tapi kalau malah merepotkan masyarakat
Bali, kan nggak benar kalau begitu,” ucapnya saat dihubungi terpisah.

Lisman menilai, percepatan kebijakan ini terkesan mendadak
dan terburu-buru diambil pemerintah. Sebaiknya, kata dia kebijakan ini
dievaluasi kembali dalam waktu 24 jam.

“Dalam setiap kebijakan kan, ada dua sisi. Nah, dampak
berbahayanya ini yang perlu jadi perhatian. Jangan sampai turis datang banyak
bawa virus dan jadi masalah lagi yang katanya kita mau berupaya menekan kasus.
Coba lah dievaluasi lagi,” pungkasnya.

Baca Juga

Share: Kebijakan PPLN ke Bali Bebas Karantina Berpotensi Ciptakan Mutasi Silang COVID-19