General

BNPT: Terorisme Lebih Berbahaya dari COVID-19

Thomas — Asumsi.co

featured image
ANTARA/HO BNPT

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid meminta masyarakat menyadari terorisme sebagai virus yang lebih berbahaya dari virus COVID-19. Penyebaran virus terorisme itu sangat mudah menular melalui mata dan telinga masyarakat yang terhasut narasi radikalisme.

Hancurkan citra Islam: Menurut Nurwakhid, terorisme merupakan kejahatan yang tidak hanya mengancam keamanan masyarakat, tetapi sebagai proksi untuk menghancurkan citra Islam dan negara Indonesia.

Dampak aksi terorisme yang mengatasnamakan agama adalah munculnya islamofobia untuk memperburuk citra Islam dan menentang ideologi negara. Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber seminar di Muktamar ke 22 Darud Dakwah wal Irsyad (DDI) di Samarinda, Selasa (22/2/2022).

“Perlu ditegaskan bahwa memang tidak ada kaitannya antara terorisme dengan agama, karena tidak ada satu pun ajaran agama yang membenarkan terorisme. Tetapi, terorisme berkaitan dengan pemahaman yang menyimpang dari subtansi agama oleh oknum umat beragama,” kata Nurwakhid, dikutip dari Antara.

Fitnah Islam: Menurut Nurwakhid, tanpa banyak disadari terorisme yang sering kali mengatasnamakan Islam adalah fitnah terhadap Islam, karena bertentangan dengan ruh ajaran Islam rahmatan lil alamin.

Aksi dan narasi propaganda oleh kelompok radikal terorisme, lanjutnya, sangat jauh dari nilai agama yang mengajarkan perdamaian, persaudaraan, dan perdamaian.

“Kelompok radikal justru melakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama, seperti mengadu domba sesama masyarakat, ajakan tidak percaya terhadap negara, bahkan saling mengkafirkan sesama muslim. Tujuan kelompok ini sejatinya ingin membuat kegaduhan untuk menciptakan konflik,” jelasnya.

Politisasi agama: Selain sebagai fitnah terhadap Islam, Nurwakhid menilai radikal terorisme sebenarnya merupakan gerakan politik yang mempolitisasi agama, dengan tujuan mengganti dasar dan ideologi negara. Mereka memperalat dalil agama untuk kepentingan nafsu politiknya dalam menentang perjanjian luhur dan konsensus nasional.

Dalam sistem demokrasi, semua pihak mendapatkan ruang kebebasan untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran yang berbeda. Namun, pandangan dan ideologi yang digagas dan diusung tidak boleh bertentangan dengan perjanjian yang telah disepakati bersama sebagai komitmen berbangsa dan bernegara.

“Kita boleh berdebat tentang hal khilafiyah, tetapi hal yang tidak bisa ditawar dan menjadi kewajiban dalam beragama adalah menjaga dan merawat perjanjian. Mereka (radikal terorisme) adalah kelompok pembangkang atau bughot yang ingin mengganti dasar dan ideologi negara dengan mempolitisasi agama,” tambah Ahmad Nurwakhid.

Baca Juga:

Menag Anggap Teroris Seperti Omicron: Harus Ditangkap

BNPT Harap Ormas Gencar Vaksinasi Ideologi Pancasila ke Warga

Gaduh Gara-gara BNPT Sebut 198 Pesantren Terafiliasi Teroris

Share: BNPT: Terorisme Lebih Berbahaya dari COVID-19