Pemerintah Jepang dikabarkan menawarkan insentif sebesar ¥4.800.000 atau sekitar Rp504 juta, bagi siapa pun yang bersedia menghuni daerah pedesaan mereka. Langkah ini sebagai bagian dari Program Revitalisasi Regional pemerintahan Negeri Sakura itu.
Dilansir melalui The Mirror, inisiatif ini dirancang untuk menghidupkan kembali bagian-bagian tenang Jepang yang selama ini mengalami penurunan jumlah penduduk usia muda akibat urbanisasi ke wilayah metropolis yang ramai, seperti Tokyo dan Kyoto.
Kepala Operasi di Seven Seas Worldwide, perusahaan pemindahan barang, Wayne Mills menyoroti daya tarik pedesaan di Jepang. Dia bilang, di sana banyak rumah dengan gaya arsitektur khas Jepang tak berpenghuni.
“Ada ratusan rumah tradisional Jepang di pedesaan yang menawarkan lokasi, ruang, dan arsitektur yang menakjubkan yang saat ini hanya terbuang sia-sia,” ujar Mills, dikutip pada Kamis (16/1/2025).
Mills melihat ini sebagai kesempatan yang tidak boleh dilewatkan bagi jiwa-jiwa petualang, ia mengatakan hal ini merupakan kesempatan sempurna untuk mendapatkan salah satu properti menakjubkan di Jepang dan memulai petualangan baru di sana.
Selain keuntungan pribadi, program ini menjanjikan untuk menghidupkan kembali pedesaan Jepang dan kemungkinan memberikan dorongan ekonomi.
“Ini adalah situasi yang saling menguntungkan: Anda mendapatkan awal yang baru dan bantuan, sementara ekonomi lokal menikmati dorongan yang sangat dibutuhkan,” katanya.
“Salah satu tempat yang bergabung dalam skema ini mungkin adalah kota nelayan kecil Takahama. Terletak di Prefektur Fukui, desa Idilis ini dikenal dengan pantainya yang menakjubkan,” tambahnya.
Kemungkinan lainnya adalah Shimokawa-cho yang pegunungan di Hokkaido, di mana seseorang dapat bersatu dengan alam.
Urbanisasi Jepang
Urbanisasi di Jepang telah meningkat pesat sejak pasca Perang Dunia II, menyebabkan banyak penduduk berpindah dari desa ke kota. Hal ini menciptakan tantangan seperti kepadatan penduduk, biaya hidup yang tinggi, dan masalah sosial seperti kemiskinan dan pengangguran, terutama di daerah perkotaan.
Urbanisasi di Negeri Matahari Terbit itu dimulai secara signifikan setelah Perang Dunia II, ketika banyak orang meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di kota-kota besar. Tokyo, sebagai ibu kota, menjadi pusat urbanisasi dengan populasi yang terus meningkat, mencapai lebih dari 38 juta penduduk di wilayah metropolitan.
Urbanisasi menimbulkan konsekuensi negatif bagi negara itu. Misalnya Tokyo, kota itu memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi, dengan lebih dari 15.300 orang per km², yang menyebabkan tantangan dalam perawatan infrastruktur dan layanan publik.
Urbanisasi juga telah menyebabkan biaya hidup yang meningkat, menjadikan kota-kota besar seperti Tokyo sangat kompetitif dan mahal untuk ditinggali. Di samping itu, generasi muda Jepang lebih memilih untuk fokus pada pendidikan dan karier, yang berkontribusi pada penurunan angka pernikahan dan kelahiran.
Baca Juga:
Bank di Jepang Minta Pegawainya Sumpah Bunuh Diri Jika Lakukan Fraud
Jelang Debut di UFC 310 Petarung Asal Jepang Kai Asakura Tidak Khawatir Duel Lawan Alexandre Pantoja
UFC 310 Resmi Diumumkan, dari Mundurnya Belal Muhammad Hingga Debut Petarung Asal Jepang