Partai sayap kanan Jerman, Alternative for Germany (AfD) memenangkan pemilihan umum di negara bagian Thuringia dan berada di posisi kedua di negara bagian tetangga Saxony. Kemenangan ini menjadi kali pertama partai sayap kanan negara itu memenangkan pemilihan umum sejak era Nazi.
Kemenangan AfD di negara bagian berpenduduk 2,3 juta jiwa itu menimbulkan kegaduhan di seluruh negeri dan Eropa.
Dilansir dari BBC, AfD memenangkan hampir sepertiga suara, unggul sembilan poin dari CDU yang konservatif, dan jauh di depan tiga partai penguasa Jerman.
Hasil ini memberikan kemenangan pertama bagi kubu sayap kanan dalam pemilihan parlemen negara bagian sejak Perang Dunia Kedua. Meskipun begitu, harapan partai itu untuk membentuk pemerintahan di Thuringia amat kecil, karena partai-partai lain tidak mungkin bekerja sama dengannya.
AfD juga berada di posisi kedua dalam pemilihan negara bagian besar lainnya pada hari Minggu (1/9/2024), yakni Saxony.
Hasil di sana memberi CDU 31,9 persen suara, unggul tipis atas AfD. Kedua partai itu mengungguli jauh di depan tiga partai yang menjalankan pemerintahan nasional, yakni Partai Sosial Demokrat, Partai Hijau, dan FDP yang liberal.
Kanselir Olaf Scholz mengatakan hasil pemilu itu “pahit” dan meminta partai-partai arus utama lainnya untuk membentuk pemerintahan negara bagian tanpa sayap kanan ekstrem.
“AfD merusak Jerman. Partai itu melemahkan ekonomi, memecah belah masyarakat, dan merusak reputasi negara kita,” kata Olaf Scholz dalam sebuah pernyataan kepada Reuters.
Kandidat utama AfD di Thuringia, Björn Höcke, yang merupakan tokoh yang sangat kontroversial di Jerman, memuji kemenangan bersejarah itu. Dia mengaku bangga atas kemenangan tersebut.
Ia gagal memenangkan mandat langsung untuk parlemen negara bagian, tetapi memperoleh kursi karena ia berada di puncak daftar partainya.
Melansir Democracy Now, salah satu pemimpin Alternative for Germany atau AfD, Alice Weidel menyoroti fenomena negaranya yang dibanjiri oleh imigran. Ucapannya secara tersirat menggambarkan kebenciannya terhadap kelompok minoritas di Jerman, terutama Muslim.
“Kelas-kelas sekolah kita dibanjiri oleh anak-anak dan kaum muda dari budaya asing yang berasal dari latar belakang kuno, yang ditandai oleh kepercayaan Muslim. Mereka tidak berpendidikan, dan yang mereka bicarakan hanyalah omong kosong,” ujar Alice Weidel.
“Anak-anak tidak lagi belajar apa pun, dan inilah akibatnya mengapa kaum muda yang masih ingin memiliki perspektif di negara kita telah mendukung AfD sebanyak yang mereka lakukan,” dia menambahkan.
Pada tahun 1930, Partai Nazi memenangkan pemilihan umum di negara bagian Thuringia, lantas tiga tahun kemudian, Adolf Hitler menjadi kanselir Jerman.
Baca Juga:
Jerman Resmi Legalkan Ganja untuk Rekreasi
Polri Bongkar Kasus TPPO dengan Modus Magang ke Jerman, 1.047 Mahasiswa jadi Korban
Polisi Ungkap Kasus Narkoba Jenis LSD Sebanyak 2.500 Lembar dari Jerman