Ombudsman RI (ORI) mendukung kebijakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Mereka menilai iuran tersebut memiliki segudang manfaat bagi masyarakat.
Anggota ORI, Yeka Hendra Fatika mengatakan bahwa jika kebijakan itu bisa mencakup anak kecil, maka mereka juga harus didaftarkan menjadi peserta. Pasalnya Yeka menilai jika hanya dibebankan untuk menabung sebesar Rp100 ribu-Rp200 ribu per bulan, menurut dia anak-anak pun mampu melakukannya.
Hal itu disampaikan Yeka di Kantor BP Tapera, Jakarta, Senin (10/6/2024). Pada kesempatan yang sama, Yeka juga mengusulkan agar iuran Tapera sebaiknya tidak melibatkan pengusaha, namun dengan kesadaran sendiri dari para pekerja untuk mengikuti program itu.
“Kalau memang kemudian yang pengusaha itu berat, maka saya yakin pemerintah akan mendengarkan itu, dan seyogianya iuran Tapera ini tidak melibatkan pengusaha. Jadi itu melibatkan kepada sebagai kesadaran dari pekerja untuk masuk sebagai kepesertaan dari Tapera,” kata Yeka, seperti dikutip dari ANTARA.
Dirinya menilai pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) sedang melakukan simulasi skema penarikan iuran untuk tidak atau dengan melibatkan pengusaha.
“Masalahnya 3 persen itu seperti apa, sekarang kan sedang disimulasikan. Apakah nanti ini melibatkan pengusaha, pengusahanya nanti dicek dulu. Kalau pengusahanya masalah, apalagi ini nanti mengganggu cash flow-nya perusahaan, itu otomatis nggak akan. Saya yakin juga BP Tapera tidak akan berani memaksakan seperti ini,” kata dia.
Oleh karena itu, menurut dia pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara baik, supaya masyarakat bisa memahami semangat dari program tersebut.
Publik Bisa Menggugat
Selain itu, menanggapi soal penolakan penyelenggaraan iuran Tapera dari masyarakat, ia menyampaikan bahwa pihak yang merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat sesuai dengan jalur hukum yang berlaku.
“Ya silakan, boleh. Kalau memang DPR mau mengubah undang-undang Tapera silakan. PP-nya pun diubah, ya silakan itu pemerintah. Itu kan berarti, kalau begitu proses penyusunan kemarin ada yang tidak prudent,” kata dia.