Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing meminta agar warga negara Indonesia (WNI) mewaspadai kasus penipuan dengan modus pengantin pesanan (mail order bride) yang ditemukan di China.
Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Beijing, Widya Airlangga mengatakan pelaku kerap menjanjikan WNI perempuan dengan iming-iming hidup sejahtera.
“Para pelaku menjanjikan perempuan WNI untuk menikah dengan warga China dengan sejumlah uang mas kawin berkisar Rp20 juta. Perempuan WNI juga dijanjikan calon suaminya berstatus ekonomi dan sosial yang bagus dan tinggal di rumah besar,” ujar Widya Airlangga di Beijing pada Senin (29/4/2024), dikutip dari ANTARA.
“Namun faktanya, secara umum pria warga China yang menikah dengan WNI bekerja sebagai petani, buruh kasar bahkan tidak bekerja sama sekali dan tinggal di daerah perkebunan atau pegunungan yang jauh dari kota besar,” sambungnya.
Menurut Airlangga, modus tersebut muncul antara lain karena sulitnya pria di China mendapatkan perempuan sesama warga China sebagai istri akibat dampak dari kebijakan “one child policy” pada dekade lalu.
Selain itu, secara budaya, calon suami warga China juga perlu membayar biaya yang lebih mahal jika ingin menikah dengan perempuan yang juga warga negara China.
“Terdapat campur tangan sindikat agen perjodohan di China yang bekerja sama dengan sindikat di Indonesia untuk mencari calon korban di sejumlah kota di Indonesia,” ujar Airlangga.
Apa Sih Mail Order Bride?
Mail order bride atau pengantin pesanan biasanya seorang wanita yang mencantumkan dirinya di katalog dan dipilih oleh pria untuk dinikahi. Pada abad kedua puluh, tren ini banyak melibatkan perempuan yang tinggal di negara-negara berkembang. Mereka mencari laki-laki dari negara-negara maju demi penghidupan yang lebih baik.
Laki-laki yang mencantumkan dirinya dalam publikasi semacam itu disebut sebagai mail-order husbands atau suami pesanan, meskipun hal ini lebih jarang terjadi.
Di Indonesia, umumnya calon korban berasal dari kalangan berpendidikan menengah-rendah yang mudah diiming-imingi uang mas kawin dan kesejahteraan keluarga Tanah Air.
Korban sebagian besar berasal dari provinsi Kalimantan Barat (Singkawang, Mempawah, Sambas dan kota-kota lain di Kalbar). Namun, dalam beberapa tahun terakhir juga menyebar ke provinsi lain antara lain Jakarta, Banten dan Jawa Barat.
“Misalnya perempuan WNI dijanjikan akan dapat mengirimkan uang kepada keluarganya secara rutin dan bila tidak betah dapat kembali ke Indonesia dengan mudah,” ujar Airlangga.
Agar dapat menikahi perempuan WNI, pihak mempelai pria China juga kerap membayar uang dalam jumlah yang jauh lebih besar dari uang mas kawin kepada agen perjodohan untuk dicarikan istri dari Indonesia.
“Masalahnya praktik perjodohan dengan menggunakan agen perjodohan, merupakan praktik yang lazim di China, sehingga menyulitkan pihak KBRI untuk mengejar unsur pidana bila terjadi dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),” kata Airlangga.
Airlangga menyebut modus penipuan dalam kasus pengantin pesanan dengan tujuan eksploitasi tersebut dapat mengarah pada TPPO, meski penentuan kasus pengantin pesanan sebagai TPPO perlu dilihat unsur-unsur pidananya sesuai dengan Undang-undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
“Persoalan lain adalah sering perempuan WNI dan pria China tidak bisa berkomunikasi karena beda bahasa, beda budaya, beda kebiasaan, dan karena kondisi itulah maka rentan terjadi cek-cok hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” ujar Airlangga.
Sementara pihak berwenang di China, baik pemerintah pusat dan daerah melihat kasus tersebut bukan sebagai kasus TPPO dan hanya merupakan perkawinan lintas negara biasa.
“Mereka juga memandang bila ada pertengkaran di rumah tangga sebagai masalah suami-istri semata karena perempuan WNI yang telah menikah secara resmi tanpa paksaan dengan pria China sesuai dengan ketentuan hukum China, jadi pertengkaran yang terjadi diarahkan untuk diselesaikan oleh suami-isteri dan keluarga,” katanya.
Di samping itu, pihak agen perjodohan juga kerap mengawasi dan mengancam baik pihak suami dan keluarga maupun istri dan keluarganya agar tidak melaporkan adanya dugaan kekerasan dalam rumah tangga agar sindikat mereka sulit terdeteksi dan tidak terjangkau kasus pidana.
Kendati begitu, menurut Airlangga pihaknya akan merespons setiap laporan pengaduan dari perempuan WNI atau keluarga perempuan WNI yang menjadi korban dugaan penipuan bermodus pengantin pesanan. Serta akan melakukan pendampingan terhadap para korban sesuai dengan hukum setempat yang berlaku.