Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengungkap risiko tertinggi pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 adalah friksi politik koalisi pemerintah.
Hal itu diketahui usai Lemhannas mengkaji risiko-risiko lain dalam kontestasi Pemilu tahun depan. Hasilnya, risiko friksi politik bahkan lebih besar dibandingkan dengan risiko konvensional seperti risiko keamanan.
“(Aspek keamanan) tidak terlalu tinggi kalau saya lihat. Dinamika politik yang ada menunjukkan kemungkinan 2024 diwarnai friksi politik yang cukup tajam di dalam koalisi pemerintahan. Itu risiko yang paling tinggi yang kami amati,” kata Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto kepada wartawan di Jakarta Pusat, Selasa (3/10/2023).
Andi mengungkap bahwa ada empat risiko yang dikaji. Di antaranya, kajian risiko global dan nasional dari sisi politik dan ekonomi; kajian risiko Papua; hingga risiko di bidang demokrasi.
“Kemungkinan diperkirakan risikonya semakin tinggi, nanti masuk pencalonan di pertengahan Oktober, masuk kampanye di akhir Oktober awal November. Diperkirakan risikonya di akhir Desember-Januari itu akan berada di skor 4-5,” ujarnya.
Kendati begitu, Andi Widjajanto tidak bisa menjelaskan secara terperinci risiko tersebut mengingat kajiannya tertutup.
Ia hanya mengatakan, ada risiko yang terkait dengan penyelenggaraan pemilu, digital demokrasi terkait media sosial, dan risiko pelibatan asing.
“Dan risiko-risiko di situ kami buat skornya setiap bulan untuk disampaikan kepada presiden lengkap dengan saran-saran mitigasi. Intinya untuk memastikan pemilu 2024 berlangsung baik, konsolidasi demokrasi kita berjalan lebih matang,” katanya.