Kejaksaan Agung (Kejagung) memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto untuk dimintai keterangan sebagai saksi kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), serta produk turunannya, Selasa (18/7/2023).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana membenarkan adanya pemanggilan terhadap Airlangga. Sang menteri, kata dia telah mengonfirmasi kehadirannya untuk diperiksa sebagai saksi pada sore ini.
“Rencana menurut informasi beliau bisa hadir pukul 16.00 WIB,” ujar Ketut Sumedana melalui keterangan persnya.
Adapun saat ini, Kejagung telah menetapkan tiga perusahaan CPO sebagai tersangka korporasi dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, pada Kamis (15/6/2023).Ketiga perusahaan tersebut antara lain Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup.
“Berdasarkan putusan MA yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, ketiga perusahaan tersebut terbukti menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun,” ucapnya.
Diketahui, perkara korupsi persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya telah selesai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Perkara korupsi tersebut telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap alias inkrah di tingkat kasasi.
Sebanyak lima terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 hingga 8 tahun. Mereka adalah eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota Tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, serta GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang.
Dalam perkara itu, majelis hakim menilai perbuatan para terpidana merupakan aksi korporasi. Majelis hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi tempat para terpidana bekerja. Maka, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.
Selain itu, perbuatan para terpidana telah menimbulkan dampak signifikan. Diantaranya terjadinya kemahalan dan kelangkaan minyak goreng. Imbasnya, terjadi penurunan daya beli masyarakat, terutama komoditas minyak goreng. Untuk mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditas minyak goreng, pemerintah menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai senilai Rp6,19 triliun.