Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menganulir pernyataan lembaga di bawah naungan mereka, Lembaga Dakwah NU mengenai desakan terhadap pemerintah untuk melarang dai-dai berpaham wahabi mengisi ceramah di masjid-masjid kantor.
Kontraproduktif: PBNU menilai bahwa pernyataan LDNU itu justru kontraproduktif serta menimbulkan variasi tafsiran di tengah publik. Terlebih lagi hal itu belum dikonsultasikan dengan PBNU.
“Rilis LDNU kontra produktif dan tidak pernah dikonsultasikan dengan PBNU khususnya kepada Rais ‘Aam dan Ketua Umum. Masalah sepenting ini mereka tidak konsultasi dan tidak memberitahukan,” kata Sekretaris Jenderal PBNU H Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, Senin (31/10/2022), seperti dikutip dari laman NU Online.
Wajib beritahu PBNU: Gus Ipul menekankan bahwa pernyataan lembaga yang berada di bawah naungan PBNU wajib berkonsultasi terlebih dahulu jika merilis suatu pernyataan.
Oleh karenanya, dia mewanti-wanti bahwa jika ada lembaga yang merilis sesuatu sebelum mendapatkan persetujuan PBNU, maka rilis itu dapat diabaikan karena bukan menjadi keputusan resmi organisasi induk.
Aturan: Buntut pernyataan LDNU, PBNU sampai menerbitkan pedoman penyampaian informasi publik di lingkungan Nahdlatul Ulama untuk lembaga dan badan otonom (banom).
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan bahwa pedoman tersebut untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, serta ketinggian harkat dan martabat kemanusiaan.
“Langkah ini juga untuk menjaga kondusifitas di tengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan,” ujar Gus Yahya dalam surat edaran resmi yang diterbitkan Senin (31/10/2022) dengan nomor 225/PB.03/A.I.03.41/99/10/2022.
Surat tersebut juga ditandatangani Sekjen PBNU, H Saifullah Yusuf dan telah dilaporkan kepada Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar.
Adapun isi dari pedoman penyampaian informasi publik tersebut sebagai berikut:
1. Bahwa merujuk Pasal 9 dan 13 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama serta Pasal 16 Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, status dan kedudukan Lembaga, Badan Otonom, dan Badan Khusus Pengurus Besar Nahdlatul Ulama adalah merupakan perangkat Jam’iyyah Nahdlatul Ulama yang dibentuk untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha Jam’iyah Nahdlatul Ulama di bidang agama, Pendidikan, sosial, ekonomi, dan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat guna terwujudnya Khairu ummah;
2. Mengingat status dan kedudukan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas serta untuk menjaga ketertiban dan kedisiplinan dalam berorganisasi, setiap hasil permusyawaratan dan/atau keputusan rapat Lembaga dan badan otonom Pengurus Besar Nahdlatul Ulama serta pimpinan pusat badan otonom Nahdlatul Ulama harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebelum disampaikan kepada masyarakat luas;
3. Setiap rumusan hasil permusyawaratan dan/atau keputusan rapat lembaga dan badan khusus Pengurus Besar Nahdlatul Ulama serta pimpinan pusat badan otonom Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan dinamika sosial kemasyarakatan harus menjadikan Khittah Nahdlatul Ulama sebagai landasan berpikir, bersikap dan bertindak, serta senantiasa mengedepankan sikap tawasuth dan i’tidal, tasamuh, dan tawazun, dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar;
4. Penyampaian informasi publik atas nama lembaga dan badan otonom Pengurus Besar Nahdlatul Ulama serta pimpinan pusat badan otonom Nahdlatul Ulama harus dikonsultasikan dan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Rais ‘Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Desakan LDNU: Sebelumnya diberitakan, Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) mendesak pemerintah agar membuat regulasi untuk melarang penyebaran paham wahabi melalui majelis taklim, media daring maupun media sosial di Indonesia. Hal itu termaktub dalam salah satu poin rekomendasi LD PBNU kepada pemerintah dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah PBNU yang digelar di Asrama Haji Jakarta, 25-27 Oktober 2022.
“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah,” sebut rekomendasi tersebut, dikutip dari laman resmi LD PBNU, Jumat (28/10/2022).
Sering menbidah-bidahkan: Kelompok ini, menurut LD PBNU kerap mengalamatkan tudingan bidah bahkan sampai mengkafirkan tradisi keagamaan yang dilakukan sebagian umat Islam di Indonesia. Hal itu memicu perdebatan di tengah masyarakat. Mereka juga menduga bahwa paham tersebut sebagai cikal munculnya paham radikalisme, ekstremisme, serta terorisme.
Baca Juga:
Pemerintah Diminta Larang Wahabi Ngisi Ceramah di Masjid Kantor