Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menegaskan
keterlibatan Brigjen Pol Hendra Kurniawan dalam perkara menghalang-halangi
penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J, akan dibuktikan di persidangan.
“Fakta persidanganlah yang dinilai oleh hakim,”
kata Dedi seperti dilansir Antara.
Dedi menanggapi unggahan istri Brigjen Pol Hendra Kurniawan,
Seali Syah yang mengunggah surat berisi permintaan maaf dari mantan Kepala
Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.
Melalui surat itu menegaskan bahwa Brigjen Pol Hendra tidak
terlibat dalam perusakan CCTV yang menjadi salah satu alat bukti peristiwa
pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Menurut Dedi, unggahan istri Brigjen Pol Hendra Kurniawan
merupakan hak setiap tersangka maupun terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal
66 KUHAP yang berbunyi “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban
pembuktian”.
“Orang terdakwa, tersangka sekalipun sesuai Pasal 66,
dia punya hak untuk mengingkari, monggo silakan,” ujarnya lagi.
Namun, kata Dedi lagi, pembuktian itu nantinya diputuskan
oleh hakim persidangan berdasarkan fakta persidangan, keterangan para
saksi-saksi dan alat bukti lainnya, begitu pula dengan sidang etiknya, komisi
etik memutuskan secara kolektif kolegial.
“Tapi fakta persidanganlah yang dinilai oleh hakim,
hakim yang menilai semuanya berdasarkan fakta persidangan, keterangan para
saksi dan alat bukti lainnya, baru nanti hakim memutuskan secara kolektif
kolegial apa keputusannya itu,” katanya pula.
Istri Brigjen Pol Hendra Kurniawan melalui Instagramnya
@saelisyah mengunggah surat pernyataan permintaan maaf Irjen Pol Ferdy Sambo.
Surat bertanda tangan dan bermeterai itu tertulis tanggal 30 Agustus 2022.
Pada bagian akhir surat itu, Sambo menuliskan “Demikian
surat pernyataan ini saya buat agar dapat menjadi acuan dan keterangan tambahan
untuk rekan-rekan penyidik, sehingga jangan sampai penyidik memproses hukum
orang yang tidak bersalah, mengingat BJP Hendra Kurniawan dan KBP Agus Nurpatria
adalah aset sumber daya manusia Polri yang sudah lama bertugas di Biro Paminal
Divisi Propam Polri.”
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim
Polri menetapkan tujuh anggota Polri sebagai tersangka menghalangi penyidikan
kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Ketujuh tersangka itu adalah mantan Kadiv Propam Polri Irjen
Pol Ferdy Sambo, mantan Karopaminal Propam Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan,
mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri Kombes Pol Agus Nurpatria.
Berikutnya mantan Wakaden B Biropaminal Divisi Propam Polri
AKBP Arif Rahman Arifin, mantan Ps Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divisi
Propam Polri Kompol Baiquini Wibowo, mantan Ps Kasubbagaudit Baggak Etika
Powabprof Divisi Propam Polri Kompol Chuk Putranto, dan mantan Kasub Unit I Sub
Direktorat III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto.
Polri secara paralel melaksanakan sidang etik terhadap para
tersangka. Sidang hari pertama Kamis (1/9) atas terduga pelanggar Kompol Chuck
Putranto, hari kedua Jumat (2/9) terhadap Kompol Baiquni Wibowo. Pekan depan
juga diagendakan sidang etik untuk tersangka lainnya, termasuk Brigjen Pol
Hendra Kurniawan.
Dalam konferensi pers Jumat (19/8) lalu, Ditipidsiber
Bareskrim Polri telah memeriksa 16 saksi terkait perkara menghilangkan dan
memindahkan, serta mentransmisikan rekaman CCTV sehingga tidak bekerja
sebagaimana mestinya, sesuai laporan polisi nomor LP: A/0446/VIII/2022
Dittipisiber Bareskrim Polri, tanggal 9 Agustus 2022.
Dalam mengungkap perkara ini, Dittipidsiber membagi lima
klaster peran dan tiap-tiap saksi, termasuk enam perwira Polri yang diduga kuat
terlibat dalam tindak pidana menghalangi penyidikan kasus Brigadir J.
Seperti AKP Irfan Widyanto masuk dalam klaster kedua yang perannya
melakukan penggantian digital voice recorder (DVR) CCTV. Kemudian, Kompol
Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKBP Arif Rahman Arifin masuk dalam
klaster ketiga, perannya melakukan pemindahan transmisi dan perusakan.
Lalu, Brigjen Pol Hendra Kurniawan dan Irjen Pol Ferdy
Sambo, termasuk AKBP Arif Rahman Arifin masuk dalam kluster keempat, perannya
menyuruh melakukan, baik itu memindahkan dan perbuatan lainnya.
“Adapun pasal yang dipersangkakan adalah Pasal 32 dan
Pasal 33 Undang-Undang ITE, ini ancamannya lumayan tinggi, Pasal 221 , Pasal
223 KUHP, dan Pasal 55 serta Pasal 56 KUHP,” kata Dirtipid Siber Brigjen Pol
Asep Edi Suheri, Jumat (19/8) lalu.
Baca Juga