Invasi Rusia ke Ukraina sebabkan inflasi di Mesir. Imbasnya,
warga Mesir mulai mengurangi pasokan makanannya. Penjual buah jalanan di Kairo,
Hanna Ayyad, hanya menyimpan beberapa item di lemari esnya.
“Kami bisa tanpa makan daging, beli sebulan sekali, dan kami
mungkin membeli ayam dua atau tiga kali sebulan, tidak seperti sebelumnya,”
ucapnya, dilansir dari CNN.
Pelanggannya juga hanya mampu membeli sebagian kecil
dagangannya. Ia mengaku pendapatan hariannya berkurang. “Dulu ada yang beli 5kg atau 10kg buah,
sekarang bisa beli paling banyak 1kg atau 2kg,” tuturnya.
Daya beli turun: Jika dagangannya biasanya habis dalam
sehari, kini Ayyad membutuhkan waktu berhari-hari. Daya beli rumah tangga di
mesir dari semua tingkat pendapatan terkikis dengan cepat. Krisis ekonomi
meningkatkan potensi kerusuhan di Mesir – yang mana rezim sebelumnya digulingkan
dalam pemberontakan yang menyerukan ‘roti, kebebasan dan keadilan sosial’.
Inflasi tinggi: Tingkat inflasi resmi Mesir mencapai 14,7%
pada bulan Juni, naik dari sekitar 5% pada waktu yang sama tahun lalu, Harga
telah meroket melampaui angka ini sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada
bulan Februari.
Di seberang ibu kota, di supermarket kelas atas, Haya Aref
mencari alternatif lokal yang lebih murah di daftar belanjaannya. Sebelumnya,
Aref akan melihat kenaikan harga 10-15% setiap enam atau delapan bulan. Akan
tetapi, sekarang kenaikan harga menjadi lebih sering dan lebih besar.
“Dulu saya membeli merek internasional [sereal] yang
harganya mungkin sekitar 70 atau 80 pound Mesir (sekitar $4) yang sekarang
telah naik menjadi 250 ($13),” tutur arsitek berusia 23 tahun itu.
Ia mengaku telah mengurangi protein dan makanan ringan untuk
memangkas anggaran bulanannya. Menurutnya, sayuran lokal menjadi pilihan yang
terjangkau dan sehat.
Ketergantungan gandum: Perang di Ukraina telah membawa
ketidakpastian ke pasar gandum global. Mesir, yang bergantung pada Rusia dan
Ukraina untuk 80% impor gandumnya, sekarang membayar $435 per ton, dari
sebelumnya $270 tahun lalu.
Baca Juga