Covid-19

Ketika Pemerintah Buka Kembali Pintu Masuk RI di Tengah Merebaknya Omicron

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
Pixabay

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mencabut larangan
kedatangan dari 14 negara masuk ke Indonesia. Larangan itu sebelumnya dibuat
untuk mencegah penularan virus corona (Covid-19) varian Omicron.

Aturan ini telah tertuang dalam Surat Edaran Satgas Covid-19
Nomor 02/2022 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri pada Masa
Pandemi Covid-19. Kini, pemerintah kembali membuka pintu masuk Indonesia bagi
warga negara asing dari seluruh negara.

Alasan di balik aturan baru ini karena membuat pergerakan
lintas negara jadi lebih sulit. Itu berdampak pada upaya pemerintah Indonesia
yang ingin optimal dalam memulihkan perekonomian nasional.

Selain aturan pembatasan tersebut, pemerintah juga
menetapkan masa karantina pelaku perjalanan luar negeri selama 7×24 jam.
Lantas, apakah keputusan tersebut efektif di tengah laju penularan omicron yang
semakin meluas di Tanah Air?

Tidak Efektif

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan
masalah keluar masuk pelaku perjalanan ini tidak menutup kemungkinan virus
omicron meluas. Menurutnya, satu varian muncul bukan serta merta ketika
dilaporkan baru muncul, jadi virus tersebut sudah muncul dari jauh sebelumnya.

“Indonesia bukan negara yang menutup diri, artinya ketika
ada pelaku perjalanan luar negeri yang masuk ke Indonesia tidak menutup
kemungkinan sebetulnya sudah muncul varian tersebut di Tanah Air,” ungkap
Dicky, kepada Asumsi.co, Sabtu (15/1/2022).

Apalagi, menurutnya, Indonesia memiliki keterbatasan soal
deteksi, sehingga berdasarkan Indonesia Health Regulation di era globalisasi
ini membatasi pintu masuk negara dan sebagainya tidak memiliki efek.

“Jadi, paling efektif adalah memperkuat pintu masuk seperti
screening, memperketat kriteria pelaku perjalanan dari dalam maupun luar.
Misalnya, teliti kembali apakah mereka sudah divaksinasi dosis lengkap bahkan
booster sekalipun,” lanjutnya.

Dicky menilai sebenarnya seluruh negara sudah menerapkan
pembatasan orang-orang yang masuk dari negara mengandung omicron, tetapi tetap
saja tidak memiliki efek. Sehingga, menurut Dicky hal yang perlu dilakukan
adalah menggencarkan aturan internal seperti tes PCR saat karantina atau
sebelum keberangkatan.

Selain itu, Dicky mengingatkan pemerintah jangan hanya
terpaku pada satu insiden saja. Karantina, protokol kesehatan, dan sebagainya
untuk mencegah penularan virus harus tetap digencarkan.

“Jangan hanya mempertimbangkan keputusan ketika adanya bahaya
omicron, tetapi melihat potensi varian lain yang bisa saja lebih parah,” tegas
Dicky.

Perlu Dikaji Ulang

Secara terpisah, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri
Yuni mengatakan sebelumnya soal larangan 14 negara untuk masuk ke Indonesia
seharusnya dari awal dikaji dulu. Menurutnya, jika memang aturan larangan
tersebut memutus rantai penularan varian Omicron yang semakin merajalela maka
lebih baik.

“Sebaliknya, jika tidak dapat mengatasi penularannya maka
lakukan karantina ketat, yakni 14 hari dan wajib vaksin dosis lengkap, begitu
seharusnya,” ungkap Tri kepada Asumsi.co, Sabtu (15/1/22).

Ia juga menyoroti masa karantina yang diberikan pemerintah
belum sepenuhnya menutup laju omicron yang semakin meluas. Seperti yang
diberitakan Asumsi.co, pemerintah menetapkan masa karantina pelaku perjalanan
luar negeri selama 7 x 24 jam.

“Seharusnya kita tetap karantina 14 hari. Apalagi, masa
inkubasi virus Covid-19 itu adalah 10 hari, sehingga sangat diperlukan masa
karantina tersebut mengikuti masa inkubasi virus agar tidak menyebar usai
karantina selesai,” ujar Tri.

Melalui keputusan pemerintah soal larangan ini, Tri menilai
pemerintah tak tepat mengambil langkah. “Jika demi kepentingan ekonomi negara,
boleh dibuka pintu masuk tersebut, tetapi harus menetapkan karantina ketat,”
kata Tri.

Ia mengatakan keputusan yang tepat ialah tetap mencegah
pelaku perjalanan luar negeri yang berasal dari negara-negara larangan tersebut
masuk ke Indonesia.

Tri khawatir kasus omicron semakin merajalela. Apalagi,
pemerintah yang telah memberi keputusan tersebut.

“Kasus omicron sudah muncul di beberapa wilayah Indonesia,
tinggal tunggu saja sebulan atau dua bulan ke depan, varian ini akan banyak di
Indonesia. Pemerintah juga sudah menyerah dengan memprediksi awal Februari akan
muncul gelombang ketiga,” ungkap Tri.

Transmisi Lokal

Sebagai informasi, kasus Omicron telah menembus angka 725
pasien. Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia mengatakan,
kasus transmisi lokal varian Omicron tercatat sudah 180 kasus pada Jumat
(14/1/2022) di Jakarta.

Apalagi, terjadi penambahan 73 kasus dari kasus sebelumnya.
Selain itu, 725 orang yang terinfeksi terdapat 75 persen atau sebanyak 545
orang merupakan pelaku perjalanan luar negeri, sementara 180 lainnya adalah
transmisi lokal.

Namun, Tri tidak lupa memberikan langkah yang dapat
seharusnya dijalankan  pemerintah, yakni
menyiapkan layanan kesehatan, upaya memperlambat laju virus omicron, menjaga
individu yang belum divaksin, lansia, bahkan anak-anak agar terhindar dari
penularan virus varian baru ini.

Terutama, Tri menyoroti vaksin booster yang telah
disebarluaskan oleh pemerintah. Menurutnya, booster tidak sepenuhnya dapat
menghilangkan atau menghentikan penularan virus, tetapi setidaknya mampu
mengurangi sedikit demi sedikit perluasan penularan virus omicron di Indonesia.

Baca Juga

Share: Ketika Pemerintah Buka Kembali Pintu Masuk RI di Tengah Merebaknya Omicron