Kepolisian Republik Indonesia resmi melantik 44 dari 57 eks-pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Mereka yang diantaranya termasuk Novel Baswedan, telah dilantik sebagai ASN Polri.
Pelantikan ini diikuti juga dengan rencana pengubahan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) menjadi Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas).
Diberitakan Asumsi.co sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengatakan di dalam Kortas nantinya dilengkapi dengan divisi-divisi, seperti divisi pencegahan, kerja sama antarlembaga sampai penindakan sehingga di dalamnya berdiri divisi lengkap mulai dari pencegahan, kerja sama sampai penindakan.
“Tentunya dengan kehadiran seluruh rekan-rekan dengan rekam jejak yang saya tidak ragukan lagi, saya yakin rekan-rekan akan perkuat organisasi Polri dalam rangka melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Listyo.
Namun apakah keberadaan Kortas ini akan bersinggungan dengan KPK?
Lakso Anindito, Sekjen IM57+ wadah eks-pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK menyatakan, pada intinya Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas) adalah salah satu bentuk komitmen Kapolri atas masuknya kawan-kawan eks KPK ke Kepolisian.
Lakso, salah satu eks pegawai yang menolak bergabung dengan Polri menyebut dengan adanya Kortas ini, tentu pihaknya berharap akan memberikan dampak positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Punya Tupoksi Masing-Masing
Terkait benturan dengan KPK, amanah UU Tipikor memang memberikan mandat pemberantasan korupsi bukan hanya pada KPK tetapi juga Kejaksaan dan Kepolisian. Dengan begitu mestinya semua punya tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Tentu perlu diperhatikan pula beberapa catatan pembagian kewenangan dalam UU Tipikor oleh masing-masing institusi.
“Jadi sebetulnya kondisi ini bukanlah kondisi yang betul-betul baru dalam pemberantasan korupsi,” kata Lakso kepada Asumsi.co, Jumat (10/12/2021).
KPK adalah sebuah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2002 sebagai salah satu bagian yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi.
Berdasarkan UU, KPK mempunyai tugas melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
KPK juga berwenang melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi serta memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sementara Kortas, berdasarkan pernyataan Kapolri akan menjadi organisasi baru yang sejenis dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88). Di mana organisasi tersebut nantinya akan dipimpin oleh jenderal polisi bintang dua dan bertanggung jawab langsung ke Kapolri.
Tugas yang akan dijalankan oleh organisasi tersebut nantinya akan terdiri dari beberapa divisi. Di antaranya pencegahan, penindakan, hingga kerja sama luar negeri.
Harus Ada Inovasi
Mengenai ini, Lakso menyebut tentu keberadaan Kortas ini perlu dikawal. Harus ada inovasi yang bisa disumbangkan Kortas dalam penanganan korupsi di Indonesia.
“Yang perlu kita pastikan adalah apakah memang nantinya tim tersebut dapat memberikan inovasi dalam pemberantasan korupsi,” ucap dia.
Lakso menyatakan, dalam IM57+, opsi Aparatur Sipil Negara bukanlah hal yang berbenturan sejak awal. Sehingga pihaknya tak memandang ini sebagai suatu hal yang berseberangan.
Menurutnya, sejak awal, IM57+ institute meyakini bahwa ASN Polri merupakan salah satu strategi perjuangan dalam pemberantasan korupsi.
“Sehingga kami bukan hanya akan berkoordinasi tetapi akan berkolaborasi dalam tataran kewenangan masing-masing dengan kawan-kawan yang di dalam dari eks-KPK,” kata Lakso yang dipecat dari KPK sesaat setelah menamatkan studi Masternya di bidang hukum di Universitas Lund, Swedia.
Kelanjutan IM57+
Terkait wadah IM57+ itu sendiri, Lakso menyebut, saat ini IM57+ akan fokus pada agenda terkait kajian anti korupsi pada beberapa sektor, riset investigatif, pelatihan dan penulisan bersama. Saat ini, program kerja IM57+ ke depan juga masih terus digarap.
Pernyataan Lakso diamini oleh M Praswad Nugraha, Ketua IM57+ Institute. Praswad yang mengambil opsi bergabung dengan Polri menyebut Opsi menjadi ASN Polri merupakan salah satu bentuk perjuangan untuk mematahkan berbagai stigma serta cara untuk melanjutkan perjuangan.
Walaupun demikian, IM57+ Institute memahami adanya pegawai KPK yang tidak mengambil opsi tersebut karena alasan personal. Hal tersebut mengingat secara keseluruhan, eks pegawai KPK memiliki persamaan pandangan yang saling mendukung opsi yang diambil masing-masing individu.
“Semua eks pegawai KPK yang diberhentikan bersepakat bahwa opsi ASN Polri merupakan salah satu cara berjuang sehingga apapun pilihan itu lebih kepada pertimbangan personal bukan karena adanya perbedaan pendapat,” kata Praswad. (zal)
Baca Juga: