Survei lembaga analitik asal Inggris, Deep Knowledge Analytics (DKA) memasukkan DKI Jakarta ke dalam daftar 50 besar kota dengan penanganan pandemi COVID-19 terbaik. Jakarta berada di peringkat ke 47 dari 72 kota di dunia yang dinilai.
“Fokus primer dari laporan adalah menganalisis respons regional terhadap pandemi pada tingkat kota,” demikian kajian DKA dalam laporan yang dipantau di Jakarta, Kamis (11/11/2021).
DKA menjelaskan hasil dari kajian itu berdasarkan data yang dikumpulkan hingga September 2021 dalam analisis yang bertajuk COVID-19 City Safety Ranking pada kuartal II-2021.
Analisis tersebut menggunakan total 8.000 data dengan mengaplikasikan kerangka analisis yang disusun menggunakan 114 indikator baik kualitatif dan kuantitatif, kemudian diklasifikasikan menjadi lima kategori yang diterapkan 72 kota di dunia.
Adapun tolok ukur dalam menganalisis respons kota dalam penanganan pandemi COVID-19 itu adalah terkait vaksinasi, ketahanan ekonomi, efisiensi karantina, efisiensi pemerintahan dan manajemen kesehatan.
Dari hasil kajian untuk 50 kota besar itu, untuk indikator ketahanan ekonomi, Jakarta memiliki nilai 11,05. Kemudian, nilai untuk efisiensi pemerintahan mencapai 10,61, manajemen kesehatan 9,17, efisiensi karantina mencapai 12,81 dan vaksinasi 7,78.
Berdasarkan laporan survei DKA, Jakarta meraih poin penilaian penanganan pandemi sebesar 51,43 persen. Posisi ibukota Indonesia ini terendah dari negara-negara Asia Tenggara (Asean) lainnya yang masuk ke dalam daftar 50 besar.
Sebagai pembanding, Manila (Filipina) dan Hanoi (Vietnam) posisinya berada di peringkat 44 dan 45. Selanjutnya Kuala Lumpur (Malaysia) berada di peringkat 41 dengan perolehan nilai 53,45 persen.
Sementara itu, Singapura berada di peringkat terbaik se-ASEAN sekaligus peringkat kedua daftar kota dengan penanganan pandemi COVID-19 terbaik. Negeri Singa meraih nilai penanganan pandemi COVID-19 sebesar 71,69 persen.
Dari seluruh indikator penilaian ini, efiesiensi karantina Jakarta memberikan kontribusi tertinggi untuk penilaian secara keseluruhan. Nilai efisiensi karantina di Jakarta (12,81) bahkan dinilai lebih baik dibandingkan Kuala Lumpur, Malaysia (11,21).
Abu Dhabi, Uni Emirat Arab menjadi kota dengan penanganan cepat dan terbaik dalam menghadapi COVID-19. Negara ini meraih skor 73,16 persen secara keseluruhan. Vaksinasi dan manajemen layanan kesehatan di sana dinilai paling baik dibandingkan negara-negara lainnya.
Sementara itu, Seoul menjadi kota terbaik ketiga di bawah Singapura dalam menangani pandemi COVID-19. Tel-Aviv, Dubai, Toronto, Sydney, Zurich, Dublin, dan Ottawa menyusul ke dalam daftar 10 besar negara yang dinilai terbaik dalam menangani situasi pandemi hingga saat ini.
Ruang Perbaikan
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Tri Yunis Miko mengaku tak heran negara-negara tersebut masuk dalam daftar 10 terbaik penanganan pandemi COVID-19. Menurutnya, sejak awal masuknya virus Corona ke negara mereka, negara-negara tersebut menunjukkan keseriusan dan langsung sigap berusaha menekan penularan lokal.
“Memang mereka ini kan, negara-negara yang sejak awal sigap dan serius merespons masuknya COVID-19 dari awal. Makanya konsisten sampai sekarang penanganannya baik,” kata Yunis kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Kamis (11/10/2021).
Menurut Yunis, Singapura memang sepatutnya menempati posisi kedua negara dengan penanganan pandemi COVID-19 terbaik bahkan mengungguli negara-negara Asia Tenggara lainnya. Sebab, keseriusan Singapura dalam menghadapi pandemi dinilai tak main-main.
Hal ini terlihat dari percepatan vaksinasi yang dilakukan oleh mereka. Dari capaian vaksinasi dua dosis di Singapura, sudah lebih dari 70 persen warga negara Singapura yang mendapatkan suntikan kedua (full dose).
“Jauh sekali dengan kita, meski jumlah penduduk mereka juga lebih sedikit,” ujarnya.
Yunis menilai setidaknya penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia lebih baik dibandingkan India. Sebab, tidak ada satu pun kota India yang masuk ke dalam daftar ini. Ia mengingatkan, saat gelombang dahsyat pandemi COVID-19 menyebabkan jutaan kematian per harinya di India benar-benar menjadi sorotan dunia dan memicu kekhawatiran global.
“Kita sebenarnya memang lebih baik dari India karena pernah sama-sama mengalami badai COVID-19. Menurut saya posisi Indonesia yang ada di daftar terendah se-ASEAN ini bukti masih banyak ruang perbaikan untuk penanggulangan COVID-19 di Indonesia, meski saat ini tampak berhasil,” ungkapnya.
Bahan Evaluasi
Yunis mengharapkan pemerintah Indonesia bisa menjadikan data riset ini sebagai bahan evaluasi penanganan pandemi COVID-19 ke depan, terutama dalam mengantisipasi terjadinya gelombang baru.
“Menurut saya saat terjadi badai COVID-19, tidak ada yang seburuk India dan Indonesia dalam menghadapi pandemi. Wajar menurut saya Indonesia di peringkat paling bawah. Penduduk banyak dan tidak diiringi upaya vaksinasi yang maksimal. Ini tentu perlu menjadi catatan,” pungkasnya.
Sementara itu, menanggapi hasil riset tersebut, Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi memastikan pihaknya akan mempelajarinya lebih lanjut sebagai bahan evaluasi dalam penanganan pandemi.
“Ini tentu akan dipelajari karena penilaiannya berdasarkan kota. Pasti berbeda kondisi keadaannya setiap tantangan negara dan kota atau ibukota negara,” katanya melalui pesan singkat.
Baca Juga: