Serangan dengan deface kembali terjadi ke situs pemerintah. Setelah sebelumnya pada situs Setkab, kali ini giliran website BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) terkena deface, yang beralamat di www.pusmanas.bssn.go.id.
Pakar keamanan siber, Pratama Persadha, menjelaskan bahwa serangan tersebut diunggah pada Rabu (20/10/2021) oleh akun twitter @son1x777. Di unggahan tersebut dituliskan telah di-hack oleh “theMx0nday”.
“Dituliskan oleh pelaku deface bahwa aksi ini dilakukan untuk membalas pelaku yang diduga dari Indonesia yang telah meretas website negara Brasil ,” terang Pratama.
NSA da indonesia pwnetada fds KKKKKKKKKKKK pic.twitter.com/GOWNh8MCMY
— son1x (@son1x777) October 20, 2021
Apa Itu Deface?
Chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini menambahkan deface pada website merupakan peretasan ke sebuah situs dan mengubah tampilannya. Perubahan tersebut bisa meliputi seluruh halaman atau di bagian tertentu saja. Contohnya, font situs diganti, muncul iklan mengganggu, hingga perubahan konten halaman secara keseluruhan.
“Seharusnya BSSN sejak awal mempunyai rencana mitigasi atau BCP (Business Continuity Planning) ketika terjadi serangan siber, karena induk CSIRT (Computer Security Incident Response Team) yang ada di Indonesia adalah BSSN,” terangnya.
Ditambahkan olehnya, kalau melihat sistem keamanan yang sudah baik di BSSN, sepertinya ada pelanggaran SOP terhadap tautan pada www.pusmanas.bssn.go.id, karena mungkin tidak melewati proses penetration test terlebih dahulu ketika akan diunggah.
“Kalau dicek attack nya, mungkin bisa dicari tahu kenapa bisa firewall nya mem-bypass serangan ke celah vulnerable nya. Attack yg simple pun, kalau lolos dari firewall bisa mengakibatkan kerusakan yang besar. Jangan dianggap semua serangan deface itu adalah serangan ringan, bisa jadi hacker-nya sudah masuk sampai ke dalam,” kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Audit Keamanan
Menurut Pratama, perlu dilakukan forensik digital dan audit keamanan informasi secara keseluruhan. Sangat disayangkan BSSN sebagai institusi yang harusnya paling aman keamanan sibernya, hanya gara-gara kesalahan kecil yang tidak perlu, ternyata jadi gampang diretas.
“Yang terpenting saat ini data di dalamnya tersimpan dalam bentuk encrypted. Jadi kalaupun tercuri, hacker tidak akan bisa baca isinya,” jelasnya.
Ditambahkan olehnya, bahwa di dalam dunia keamanan siber, tidak ada sistem informasi yang benar-benar aman 100%. Situs penting Amerika seperti FBI (Federal Bureau of Investigation) dan badan Antariksa Amerika, National Aeronautics and Space Administration (NASA), juga pernah diretas, lalu situs web badan intelijen Amerika, yaitu Central Intelligence Agency (CIA) pun juga menjadi korban serangan hacker.
“Salah satu solusinya yaitu, untuk security audit atau pentest bisa dilakukan secara berkala baik dengan pendekatan black box maupun white box. Metode yang digunakan bisa passive penetration atau active penetration,” imbuhnya.
Pratama menambahkan, khusus untuk pentest Web Defacement, pengujian yang perlu dilakukan adalah Configuration Management Testing, Authentication Testing, Session Management Testing, Authorization Testing, Data Validation Testing dan Web Service Testing. Tools yg bisa digunakan antara lain Arachni, OWASP Zed Attack Proxy Project, Websploit, dan Acunetic.
Solusi lain secara kenegaraan adalah dengan menyelesaikan RUU PDP (Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi) dengan segera. Jadi ada paksaan atau amanat dari UU PDP untuk memaksa semua lembaga negara melakukan perbaikan infrastruktur IT, SDM bahkan adopsi regulasi yang pro pengamanan siber. Tanpa UU PDP, maka kejadian peretasan seperti situs pemerintah akan berulang kembali.
Pelaku dari Brasil?
Juru bicara BSSN, Anton Setiawan, mengatakan saat ini penanganan situs telah dilakukan oleh Tim CSIRT BSSN, dikarenakan situs tersebut berisi data-data mengenai repositori malware.
“Laporan atau informasi terkait malware sudah selesai, karena memang hanya defacement. Akses juga sudah ditutup. Sampai saat ini indikasinya dari Brasil, tapi masih kita telusur lagi, karena di ruang siber ini siapa saja bisa mengaku-ngaku,” kata dia kepada Asumsi.co.
Baca Juga